Catatan Popular

Sabtu, 27 Jun 2015

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN 6 AJARAN KAUM SUFI TENTANG SIFAT-SIFAT TUHAN



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Mereka mengakui bahwa Tuhan memliki sifat-sifat yang nyata, dan bahwa Dia disifatkan dengan sifat-sifat tersebut, yaitu : berpengathuan, kuat, berkuasa, besar, berbelas kasih, bijaksana, agung, makakuasa, kekal, hidup, berkehendak, berfirman. Semua ini bukan merupakan badan, aksiden atau elemen. Mereja juga mengakui bahwa Dia memiliki pendengaran, penglihatan, wajah dan tangan, yang dalam kenyataannya tidak seperti pendengaran, penglihatan, wajah dan tangan yang biasa. Mereka mengakui bahwa ini semua merupakan sifat-sifat Tuhan, buaknnya anggota, kaki tanganatau bagian-Nya; bahwa semua itu bukan Di atau selin Dia; dan bahwa adanya semua itu tidak mengisyaratakan bahwa dia membutuhkan mereka. Atau bahwa Dia melakukan segala sesuatu dengan menggunakan mereka. 

Makna mereka merupakan sangkalan atas kebalikan mereka, yaitu makna yang merupakan pernyataan tegas bahwa keduanya ada dalam diri mereka sendiri, dan hidup karena Dia. Sebab pengeathuan itu tidak mengisyarakatkan sangkalan atas kebodohan, atau bahwa kekuasaan semata-mata mengandung arti sangkalan atas kelemahan; dalam hal yang bertama, pernyataan itu juga merupakan suatu penegasan pengetahuan, dan dalam hal yang ke dua penegasan kekuasaan. Jika seseorang memiliki pengetahuan karena dia tidak memiliki kebodohan, atau jika dia memiliki kekuasaan, hanya karena dia tidak memiliki cukup kelemahan, maka sangkalan atas kebodohan dan kelemahan itulah yang mengandung arti bahwa orang itu memiliki pengetahuan dan kekuasaan; dan demikian juga halnya dengan semua sifat lain. Fakta bahwa kami memerikan Tuhan sebagai yang memiliki semua sifat itu, tidak lantas berarti bahwa kami melimpahkan sifat atas-Nya; pemerina kami semata-mata merupakan penyifatan oleh kami sendiri, suatu nilai yang kami berikan pada sifat yag ada karena Dia. Jika ada orang mengatakan bahwa pemeriannya tentang Tuhan memiliki suatu sifat sejati, maka dia adalah seorang penipu yang nyata-nyata melawan Tuhan, sebab dia menyifati Tuhan dengan sifat yang tidak benar. Masalah ini tidak seperti penyebutan biasa, sebab seseorang mungkin saja “disebut” merupakan sifat dari orang yang menyebutkannya, bukan yang disebut. Orang yang disebut itu disebut dengan sebutan orang yang menyebutnya, tapi seseorang dinilai tidak dengan pemerian orang yang memerikannya. Nah, jika penyifatan oleh orang yang memerikan itu merupakan sifat Tuhan, maka penyifatan oleh orang-orang musyrik dan orang-orang kafir akan menjadi sifat-Nya, seperti anggapan bahwa Tuhan itu beristeri, putra dan sateru. Tapi Tuhan telah menyucikan diri-Nya sendiri dari penyifatan mereka itu ketika Dia berfirman : “Maha Suci, dan Maha Tinggi Dia dari segala yang mereka perikan!. (S.VI,100). Tuhan Yang Maha Tinggi disifati dengan sifat yang ada karena Dia, dan tidak terpisah dari Dia, 

Maka Dia berfirman : “Sedang mereka tidak mengetahui sedikit pun Ilmu Tuhan itu. (S.ii, 256). Dia juga berfirman : “Tuhan menurunkannya dengan perhitungan ilmu-Nya.” (S. iv, 164) dan Tidak seorang wanita pun yang mengandung dan melahirkan, melainkan dengan setahu Dia.” S.xxxV.12) dan lagi : “Yang mempunyai kekuatan yang amat tangguh.” (S.Li.58). Allah mempunyai karunia yang besar.” (S.Lvii.29). Allah itu Maha Kaya, Tumpuan Puji.” (S.xxxv.11). Yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (S.Lv.78).
Mereka juga mengakui bahwa sifat-sifat-Nya tidaklah bermacam-raam, tidak juga sama; bahwa pengetahuan-Nya tidak dama dengan kekuatan-Nya, bukan pula sesuatu yang lain dari kekuatan-Nya, dan demikian juga dengan semua siat-Nya, seperti pendengaran, penglihatan, wajah dan tangan ---- pendengaran-Nya tidak sama dengan penglihatan-Nya, tidak juga sesuatu yang lain dari penglihatan-Nya, demikian juga sifat-sifat-Nya bukanlaepelikan-kepelikan esensi (Tuhan).” Dia, tapi juga bukan selain Dia.
Mereka berselisih mengenai masalah campurtangan, kedatangan dan turunnya Dia. 

Sebagian besar mereka beranggapan bahwa ini semua merupakan sifat-sifat-Nya, sepanjang tiga masalah itu sesuai dengan Dia, tapi ketiganya tidak diungkapkan dalam sebagian besar sitiran dan kisah-kisah (Yitu al-Qur-an dan Hadits), sekalipun begitu, orang harus mempercayainya tanpa sangsi lagi. Muhammad ibn Musa al-Wasithi berkata : “Karena esensi-Nya tidak ada penyebabnya, maka sifat-sifat-Nya pun tidak ada penyebabnya pula: berusaha menunjukkan kekekalan itu berarti menghilangkan harapan untuk memahami segala sesuatu dari hakikat sifat-sifat itu atau atau kepelikan-kepelikan esensi (Tuhan),” Salah seorang tokoh Sufi memberi penafsiran esoteris atas sifat-sifat ini dengan mengatakan : “Makna campur tangan-Nya adalah bahwa Dia membawa sendiri apa yang Dia kehendaki; sedangkan makna turunnya Dia ke sebuah benda adalah bahwa Dia mendekatkan benda itu pada diri-Nya. Kedekatan-Nya berarti perkenan-Nya dan kejauhan-Nya berarti penghinaan oleh-Nya; dan begitu juga halnya dengan semua sifat yang masing-masing bermakna ganda ini.

Tiada ulasan: