Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
Karya Ibn Abi Ishaq
Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI
Mereka mengakui bahwa Tuhan memliki sifat-sifat yang
nyata, dan bahwa Dia disifatkan dengan sifat-sifat tersebut, yaitu :
berpengathuan, kuat, berkuasa, besar, berbelas kasih, bijaksana, agung,
makakuasa, kekal, hidup, berkehendak, berfirman. Semua ini bukan merupakan
badan, aksiden atau elemen. Mereja juga mengakui bahwa Dia memiliki
pendengaran, penglihatan, wajah dan tangan, yang dalam kenyataannya tidak
seperti pendengaran, penglihatan, wajah dan tangan yang biasa. Mereka mengakui
bahwa ini semua merupakan sifat-sifat Tuhan, buaknnya anggota, kaki tanganatau
bagian-Nya; bahwa semua itu bukan Di atau selin Dia; dan bahwa adanya semua itu
tidak mengisyaratakan bahwa dia membutuhkan mereka. Atau bahwa Dia melakukan
segala sesuatu dengan menggunakan mereka.
Makna mereka merupakan sangkalan atas
kebalikan mereka, yaitu makna yang merupakan pernyataan tegas bahwa keduanya
ada dalam diri mereka sendiri, dan hidup karena Dia. Sebab pengeathuan itu
tidak mengisyarakatkan sangkalan atas kebodohan, atau bahwa kekuasaan
semata-mata mengandung arti sangkalan atas kelemahan; dalam hal yang bertama,
pernyataan itu juga merupakan suatu penegasan pengetahuan, dan dalam hal yang
ke dua penegasan kekuasaan. Jika seseorang memiliki pengetahuan karena dia
tidak memiliki kebodohan, atau jika dia memiliki kekuasaan, hanya karena dia
tidak memiliki cukup kelemahan, maka sangkalan atas kebodohan dan kelemahan
itulah yang mengandung arti bahwa orang itu memiliki pengetahuan dan kekuasaan;
dan demikian juga halnya dengan semua sifat lain. Fakta bahwa kami memerikan
Tuhan sebagai yang memiliki semua sifat itu, tidak lantas berarti bahwa kami
melimpahkan sifat atas-Nya; pemerina kami semata-mata merupakan penyifatan oleh
kami sendiri, suatu nilai yang kami berikan pada sifat yag ada karena Dia. Jika
ada orang mengatakan bahwa pemeriannya tentang Tuhan memiliki suatu sifat
sejati, maka dia adalah seorang penipu yang nyata-nyata melawan Tuhan, sebab
dia menyifati Tuhan dengan sifat yang tidak benar. Masalah ini tidak seperti
penyebutan biasa, sebab seseorang mungkin saja “disebut” merupakan sifat dari
orang yang menyebutkannya, bukan yang disebut. Orang yang disebut itu disebut
dengan sebutan orang yang menyebutnya, tapi seseorang dinilai tidak dengan
pemerian orang yang memerikannya. Nah, jika penyifatan oleh orang yang
memerikan itu merupakan sifat Tuhan, maka penyifatan oleh orang-orang musyrik
dan orang-orang kafir akan menjadi sifat-Nya, seperti anggapan bahwa Tuhan itu
beristeri, putra dan sateru. Tapi Tuhan telah menyucikan diri-Nya sendiri dari
penyifatan mereka itu ketika Dia berfirman : “Maha Suci, dan Maha Tinggi Dia
dari segala yang mereka perikan!. (S.VI,100). Tuhan Yang Maha Tinggi disifati
dengan sifat yang ada karena Dia, dan tidak terpisah dari Dia,
Maka Dia
berfirman : “Sedang mereka tidak mengetahui sedikit pun Ilmu Tuhan itu. (S.ii,
256). Dia juga berfirman : “Tuhan menurunkannya dengan perhitungan ilmu-Nya.”
(S. iv, 164) dan Tidak seorang wanita pun yang mengandung dan melahirkan,
melainkan dengan setahu Dia.” S.xxxV.12) dan lagi : “Yang mempunyai kekuatan
yang amat tangguh.” (S.Li.58). Allah mempunyai karunia yang besar.”
(S.Lvii.29). Allah itu Maha Kaya, Tumpuan Puji.” (S.xxxv.11). Yang mempunyai
kebesaran dan kemuliaan.” (S.Lv.78).
Mereka juga mengakui bahwa sifat-sifat-Nya tidaklah
bermacam-raam, tidak juga sama; bahwa pengetahuan-Nya tidak dama dengan
kekuatan-Nya, bukan pula sesuatu yang lain dari kekuatan-Nya, dan demikian juga
dengan semua siat-Nya, seperti pendengaran, penglihatan, wajah dan tangan ----
pendengaran-Nya tidak sama dengan penglihatan-Nya, tidak juga sesuatu yang lain
dari penglihatan-Nya, demikian juga sifat-sifat-Nya bukanlaepelikan-kepelikan
esensi (Tuhan).” Dia, tapi juga bukan selain Dia.
Mereka berselisih mengenai masalah campurtangan,
kedatangan dan turunnya Dia.
Sebagian besar mereka beranggapan bahwa ini semua
merupakan sifat-sifat-Nya, sepanjang tiga masalah itu sesuai dengan Dia, tapi
ketiganya tidak diungkapkan dalam sebagian besar sitiran dan kisah-kisah (Yitu
al-Qur-an dan Hadits), sekalipun begitu, orang harus mempercayainya tanpa sangsi
lagi. Muhammad ibn Musa al-Wasithi berkata : “Karena esensi-Nya tidak ada
penyebabnya, maka sifat-sifat-Nya pun tidak ada penyebabnya pula: berusaha
menunjukkan kekekalan itu berarti menghilangkan harapan untuk memahami segala
sesuatu dari hakikat sifat-sifat itu atau atau kepelikan-kepelikan esensi
(Tuhan),” Salah seorang tokoh Sufi memberi penafsiran esoteris atas sifat-sifat
ini dengan mengatakan : “Makna campur tangan-Nya adalah bahwa Dia membawa
sendiri apa yang Dia kehendaki; sedangkan makna turunnya Dia ke sebuah benda
adalah bahwa Dia mendekatkan benda itu pada diri-Nya. Kedekatan-Nya berarti
perkenan-Nya dan kejauhan-Nya berarti penghinaan oleh-Nya; dan begitu juga
halnya dengan semua sifat yang masing-masing bermakna ganda ini.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan