Oleh Syeikh Wahhab As-Sya'rani (Tokoh
Sufi Mesir)
Nafsu adalah
bahagian dari jiwa manusia yang selalu mengajak kepada kejahatan dan
penyelewengan. Untuk dapat mencapai Hadlirat Ilahy yang suci,seseorang harus
mampu menundukkan dorongan-dorongan nafsu ini).
Sahal
At-Tastary berkata;
"Sejelek-jelek maksiat adalah menurutkan bisikan nafsu. Banyak manusia
yang tidak menyadari akan hal ini. Bila seorang murid mampu menjaga dirinya
dari gejolak nafsu dan melakukan dzikir, hatinya menjadi bersinar dan terjaga.
Setan lari menjauh, sehingga gejolak perasaannya menjadi ringan. Saat itu, ia
menjadi mudah untuk menundukkannya".
Untuk
menundukkan nafsu, caranya dengan mengurangi makan; sedikit demi sedikit.
Berpuasa dan menahan lapar).
Ini penting,
sebab gejolak nafsu memang tidak bisa ditundukkan selain dengan lapar. Dengan
mengurangi makan, maka daya tenaga nafsu menjadi lemah sehingga akhirnya mudah
ditundukkan.
Dalam
kitabnya "Futuhat Al-Makkiyah", Muhyiddin ibn Arabi menceritakan
bahwa ketika pertama kali menciptakan nafsu, Tuhan bertanya,"Siapa
Aku?". Nafsu membangkang dan balik bertanya, "Siapa pula aku
ini".Tuhan murka, kemudian memasukkan nafsu dalam lautan lapar sampai 1000
(seribu) tahun. Kemudian dientas dan ditanya lagi, "Siapa Aku".
Setelah dihajar dengan lapar barulah nafsu mengakui siapa dirinya dan Tuhannya.
"Engkau adalahTuhanku Yang Maha Agung, dan aku hamba-Mu yang lemah".
Sejalan
dengan itu, Abu Sulaiman Ad-Daroni juga berkata, "Kunci dunia adalah kenyang dan kunci akherat adalah lapar".
Maksudnya, Allah memberikan ilmu dan hikmah pada orang-orang yang lapar (puasa)
dan menjadikan kebodohan dan tindak kemaksiatan pada mereka yang kenyang. Makan
kenyang dan nafsu adalah dua komponen yang saling mendukung.
Yahya ibn
Muadz Ar-Rozi menyatakan, kenyang ibarat api sedang nafsu ibarat kayu kering.
Kayu nafsu yang membara karena tenaga makanan tidak akan mati sampai membakar
habis orang bersangkutan.
Karena itu,
Sahl ibn Abdullah menyatakan, siapa yang makan lebih dari dua kali sehari, maka
hendaknya ia bersiap menjadi kuda --liar.Untuk menundukkan dorongan-dorongan
nafsu, selain dengan lapar, juga dengan bangun --sholat-- malam (mengurangi
tidur) dan melakukan amalan-amalan yang berat.
Nafsu
dapat diibaratkan sebagai anak sapi yang
nakal. Untuk menundukkannya, anak sapi perlu dilaparkan, dibutakan kedua
matanya dan diputar-putar pada gilingan kosong sambil dipukuli. Setelah sekian
lama, ia akanmenjadi tunduk dan penurut. Saat itu, barulah dilepaskan penutup
kedua matanya.
Begitu pula,
untuk menundukan nafsu, seseorang harus sedapat mungkin mengurangi tidurnya.
Tidur adalah ibarat mati. Waktu tidur, seseorang tidak dapat melakukan sesuatu
yang bermanfaat, baik untuk kepentingan dunia maupun akherat. Memilih tidur
daripada bangun untuk sholat malam, berarti sama dengan menurutkan hawa nafsu.
Juga
merupakan petunjuk bahwa dalam diri seseorang belum ada rasa cinta kepada
Allah. Sebaliknya, dengan bangun sholat malam, akan menghancurkan dan melepaskan
manusia dari empat unsur kejadiannya; air, tanah, udara dan api.
Selanjutnya,
mereka akan mampu naik keatas dan melihat alam malakut; alam"atas"
yang tidak boleh dilihat dengan mata biasa.
Sedemikian,
sehingga ia akan semakin berghairah dalam mencari keridhaan Allah.
Abu Hasan
Al-Azzaz menyatakan, persoalan ini manusia mampu mencapai alam malakut dibangun atas tiga hal; tidak makan sampai
merasa lapar, tidak tidur sampai sangat mengantuk dan tidak berbicara bila
tidak perlu.
Karena itu,
sebagaimana dikatakan Ibn Al-Hawari, seorang yang ingin masuk Hadlirat Ilahy tetapi tidak meninggalkan
tiga masalah; pengaruh harta, makan dan tidur, maka itu berarti omong kosong.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan