Oleh Syeikh Abdul Wahhab As-Sya'rani
(Tokoh Sufi Mesir)
Seseorang
yang meniti jalan menuju Allah tidak boleh melupakan dzikir (ingat kepada
Allah). Ini sangat penting. Para ulama menyatakan, “Siapa yang lupa Allah
berarti telah menjadi kufur”. “Siapa yang mudah melupakan Allah dan hal itu
tidak menyebabkannya merasa sakit, maka ia berarti pendusta kalau mengaku
benar-benar meniti jalan Tuhan. Ia sama sekali tidak menyusuri jalan thariqat”.Dzikir
menyebabkan seseorang selalu terjaga dan dilindungi Tuhan.
Para ulama
menyatakan, orang-orang arif senantiasa berdzikir kepada Tuhan. Bila melupakan-Nya,
walau hanya satu dua nafas, Allah
menyerahkan nasib mereka kepada syetan
sehingga syetan menjadi temannya. Adapun orang-orang yang belum mencapai
tingkatan tersebut, Allah tidak sampai
berbuat demikian. Semua menurut tingkatan dan derajat masing-masing.
Dalam sebuah
hadits Qudsi, Allah berfirman,"Aku menurut hati hamba-Ku. Aku senantiasa bersamanya,
selama iaberdzikir (ingat) kepada-Ku. Bila ia menyebut-Ku dalam hatinya, Aku mengingatnya
dalam Dzat-Ku. Bila ia menyebut-Ku dalam masyarakatnya, Akumenyebut namanya
dalam masyarakat yang lebih baik daripada masyarakatnya".
Rasul
sendiri memerintahkan para shahabat untuk memperbanyak dzikir. Bahkan, dalam
sebuah riwayat Ibn Hibban dikatakan, "Perbanyak dzikir sampai-sampai manusia menganggapmu
gila".
Dzikir
adalah sebuah bentuk ibadah yang sangat agung derajat dan pahalanya.
Dalam
riwayat Muslim, Nasai dan Al-Bazzar dikatakan,"'Maukah aku beritahu tentang suatu amal yang
paling baik, paling sucidisisi Tuhan, yang mampu meningkatkan derajat, lebih
baik dari memberi sedekah emas dan perak, bahkan lebih baik daripada bertempur
dengan musuh'? 'Baiklah ya Rasul', jawab shahabat. 'Dzikir kepada Allah'".
"Tidak pernah ahli surga itu menyesal,
kecuali tentang suatu waktu dimana saat itu mereka lewatkan begitu saja dengan
tanpa berdzikir kepada Allah".
Dzikir juga
merupakan pembeza antara iman dan kufur, hakekat hidup dan kematian.
Dalam
riwayat At-Tobroni, Rasul menyatakan, "Siapa yang tidak ingat Allah (tidak berdzikir)
berarti terlepas imannya". "Perumpamaan orang yang berdzikir kepada
Tuhan dengan orang yang tidak, adalah seperti orang hidup dengan orang
mati".
Bahkan,
dalam sebuah hadits qudsi Allah menyatakan,
"Hai anak Adam. Bila
kau mengingat Aku berarti bersyukur kepada-Ku. Melupakan-Ku, berarti mengkufuri
Aku".
Yang
dimaksud 'lupa' disini adalah sengaja tidak memperdulikan Tuhan dan berbuat
syirik. Atau, membiarkan dirinya hanyut
dalam perbuatan-perbuatan yang tidak diridloi Tuhan. Ini adalah sesuatu yang
sangat dicela dalam agama.
Diriwayatkan
dari Imam Tirmidzi, Rasulullah saw bersabda, "Bila kalian melewati taman surga, maka
merumputlah (di taman itu )". Para sahabat bertanya,"Apa taman surga
tersebut?". "Kalangan tempat berdzikir", jawab Rasul. Pada
kesempatan lain, Rasul juga bersabda,
"Siapa yang mengerjakan sholat Subuh
secara jamaah, lalu berdzikir kepada Allah sampai terbit matahari, kemudian
melakukan sholat dua rakaat, maka ia diberi pahala seperti pahala orang yang
melakukan haji dan umrah secara sempurna".
Dzikir
kepada Allah mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat besar.Rasul menyamakan
kedudukan orang-orang yang senantiasa berdzikir ini sebagaimana orang-orang
yang tabah (menghadapi musuh) ketika pasukan lainnya melarikan diri. Sebaliknya, terhadap mereka yang tidak mau
berdzikir, atau majlis-majlis yang di dalamnya tidak dilakukan dzikir, Rasul
menyatakan bahwa mereka berbau seperti
bangkai khimar.
Mereka akan
merugi.Rasulullah menyatakan, dalam hati manusia terdapat dua buah bilik;
satudi tempati malaikat, yang lain ditempati syetan.
Ketika
seseorang berdzikir kepada Allah, syetan berlari keluar. Sebaliknya, ketika
manusia lupa kepada Allah, syetan menguasai hati manusia dan menggangunya. Sesungguhnya,
hadits-hadits yang menyebut tentang berdzikir ini amat banyak.
Menurut Imam
Izzuddin ibn Abdus Salam, hadits-hadits tersebudapat disamakan dengan kata
"perintah". Sebab,
perbuatan-perbuatan yang dipuji, atau setiap perbuatan yang dijanji akan diberi
kebaikan dunia akherat, maka itu berarti diperintahkan. Namun, disadari, bahwa kata perintah tidak
mesti menunjukkan makna wajib. Dapat digolongkan wajib, bila ada dalil-dalil
yang mendukung atau menujukkan kewajibannya secara jelas.
Karena itu,
seseorang harus terus berusaha berdzikir untuk semakin mendekatkan diri kepada
Allah, walau dalam keadaan pincang atau sakit. Jangan menunggu sampai sehat.
Sebab, menanti sampai sehat berarti pengangguran. Sejalan dengan itu,
Athoillah, pengarang kitab "Al-Hikam" menyatakan, seseorang hendaknya
terus berdzikir. Jangan sampai tidak mau dzikir dengan alasan belum dapat
khusyuk.
Sebab, meninggalkan dzikir adalah lebih
parahdaripada dzikir yang tidak khusyuk. Dari model dzikir yang tidak khusyuk
tersebut,Insya Allah akan bisa naik menjadi dzikir yang disertai dengan
kesadaran hati.Dari situ, kemudian naik lagi menjadi dzikir yang benar-benar
khusyuk kepadaAllah. Tahapan-tahapan ini tidak sulit bagi Allah.
Abu Ali
Ad-Daqqoq menyatakan, dzikir adalah sarana utama untuk mencapai Allah.
Seseorang tidak akan sampai kepada-Nya kecuali dengan mengistiqomahkan
dzikir.Mana yang utama; dzikir dengan pelan atau dzikir dengan suara keras?
Menurut Abu
Al-Mawahib As-Syadili, dzikir dengan suara keras adalah lebih baik bagi para
pemula, yang mana dorongan-dorongan nafsunya masih sangat kuat. Sedang dzikir
dengan pelan adalah lebih utama bagi orang-orang khusus yang hatinya telah
terpadu untuk menuju kepada Allah
Adapun
bacaan dzikir, untuk para pemula adalah kalimat "Lailaha illaah". Sedang
bagi mereka yang telah mencapai tingkatan makrifat adalah kalimat Jalalah;
"Allah".
Sebab,
orang-orang yang telah mencapai tingkat makrifat, pada dasarnya tidak ada lagi
yang mereka butuhkan kecuali --kalimat-- Allah. Selanjutnya, tentang manfaat
atau faidah dzikir amat banyak. Antara
lain, pertama, bahwa dzikir merupakan ketetapan dan syarat kewalian. Artinya,
siapa yang senantiasa berdzikir kepada Allah, maka ia akan boleh mencapai
derajat kekasih Tuhan dan itu menjadi salah satu ciri utamanya.
Sebaliknya,
siapa yang lupa atau berhenti dari berdzikir, berarti ia lepas dari derajat
kewalian. Kedua, dzikir merupakan kunci dari ibadah-ibadah yang lain. Dzikir merupakan
jalan yang paling cepat untuk membuka rahasia-rahasia ibadah yang lain.
Sayyid Ali
Al-Mursifi menyatakan, banyak guru thariqat yang merasa tidak mampu merawat
--hati-- muridnya sampai bersih. Mereka tidak menemukan obat yang lebih baik
untuk itu, kecuali dengan cara terus-menerus melakukan dzikir. Maka, dalam soal
pembersihan hati ini, dzikir d dipat umpamakan sebagai alat gosok khusus yang
dapat secara cepat membersihkan kerak tembaga. Sedang ibadah-ibadah lain bagai
alat gosok biasa yang lama sekali bila digunakan untuk membersihkan kotoran
tembaga.
Orang yang
melakukan suluk (menempuh jalan menuju Allah) melalui cara dzikir boleh juga diumpamakan burung yang terbang cepat ke
Hadlirat Ilahy. Sedang orang yang suluk melalui ibadah lain, adalah bagai orang
lumpuh yang sebentar merambat dan sebenatar berhenti. Perjalanan terlalu jauh
dan ia hanya menghabiskan umurnya, sementara tujuan belum berhasil.
Tentang
waktu melakukan dzikir, para ulama sepakat bahwa malam hari adalah waktu yang
paling baik. Malam hari lebih dekat
terbukanya hijab dibanding siang hari. Karena itu, seseorang yang tidak
melakukan dzikir pada malam hari, maka akan sulit --bahkan mustahil-- baginya
untuk bisa mencapai Tuhan. Ketiga, bahwa dzikir merupakan syarat atau perantara
untuk dapat masuk dalam hadlirat Ilahy. Allah adalah Dzat Yang Maha Suci. Dia
tidak akan dapat didekati kecuali oleh orang-orang yang suci. Seseorang yang
senantiasa melakukan dzikir, hatinya akan menjadi bening dan bersih, sehingga
ia akan bisa mencapaiTuhan dengan baik dan cepat. Keempat, dzikir akan membuka
hijab dan menciptakan keihlasan hati yang sempurna.
Kasyaf
(terbuka hijab) ada dua macam; hissi dan khayali. Kasyaf hissia adalah
terbukanya pandangan karena penglihatan mata, sedang kasyaf khayali terbukanya tabir hati sehingga mampu
mengetahui kondisi di luar alam inderawi; mahluk halus atau yang lain-lain.
Akan tetapi,
siapa yang mempunyai kasyaf sehingga mampu melihat gerak-gerik orang lain di rumah mereka, maka
itu berarti kasyaf syatoni. Ia harus bertaubat dari kasyaf sesat tersebut. Adapaun
tentang keihlasan yang sempurna, para ulama menjelaskan sebagai berikut.
Pertama kali yang timbul dalam hati manusia --kalau ia menyibukkan diri untuk
berdzikir-- adalah suatu keyakinan bahwa tidak ada yang
dilakukan
kecuali untuk Allah; tidak ada yang menguasai kecuali Allah; dan tidakada yang
benar-benar wujud dalam alam ini kecuali Allah. Apabila dalam hati seseorang
telah tumbuh keyakinan tersebut, maka tidak akan ada lagi anggapan bahwa apa
yang dilakukan adalah perbuatannya sendiri.
Sebalik,
muncul kesadaran bahwa dirinya sebenarnya hanyalah "tempat"atau
"alat" dari pelaksanaan --perbuatan-- Tuhan dan tempat pelaksanaan
taqdir-Nya. Sedemikian, sehingga tidak
akan ada lagi tuntutan pahala dari ibadah yang dilakukan, tidak ada lagi
kesombongan, tidak ada lagi sifat ujub dan tidak ada lagiriya. Akhirnya, ia
menjadi orang-orang yang benar-benar menghambakan diri (ikhlas) kepada
Allah.Kelima, menurunkan rahmat.
Rasulllah
bersabda,
"Orang-orang yang duduk untuk
berdzikir, maka malaikat mengitari mereka, Allah melimpahkan rahmat-Nya dan
Allah juga menyebut (membanggakan) mereka kepada orang-orang (malaikat) di sekitarnya".
Keenam,
menghilangkan kesusahan hati. Kesusahan dan kesedihan, sesungguhnya, adalah
akibat lupa kepada Allah. Seseorang hendaknya tidak mencaci dan menyalahkan
orang lain ketika bertubi-tubi mendapat celaka,t ertimpa musibah dan kesusahan.
Semua itu merupakan balasan atas perbuatannya
yang memalingkan diri dari Allah. Siapa yang menghendaki kebahagian dan
ketenangan, hendaknya memperbanyak dzikir. Ketujuh, melunakkan hati.
Al-Hakim Abu
Muhammad At-Tirmidziberkata, "Dzikir kepada Allah bisa membasahi hati dan
melunakanya. Sebaliknya,bila hati kosong dari dzikir, ia akan menjadi panas
oleh dorongan nafsu dan api syahwat. Sehingga,
hatinya menjadi kering dan keras. Anggota badannya menjadisulit (menolak) untuk
diajak taat kepada Allah".
Selain itu,
dzikir juga dapat meredakan berbagai macam penyakit hati, seperti sombong,
riya, ujub, hasud, dendam, suka menipu,
dan lain-lain. Kedelapan, memutuskan ajakan setan. Ada perbedaan antara
kehendak nafsu dengan kehendak setan. Kehendak setan biasanya mengajak kepada kemaksiatan
dan kedurhakaan, sedangkan kehendak nafsu biasanya mengajak untuk menurutkan
sahwat.
Para ulama
juga membedakan antara kehendak nafsu dengan kehendak setan ini. Nafsu,
biasanya selalu merajuk, bila mengajak kepada sesuatu. Ia tidak akan berhenti,
walau sudah lama, sampai tujuannya tercapai; kecuali pada orang-orang yang
benar-benar memerangai nafsunya.
Sedang
kehendak setan, ia akan mengalihkan pada kemaksiatan yang lain, bila ajakan
yang pertama tidak berhasil. Setan akan terus mengajak kepada kemaksiatan demi
kemaksiatan. Baginya,semua kemaksiatan adalah sama. Yang penting, bagaimana
seseorang boleh terjerumus di dalamnya.Kesembilan, dzikir dapat menolak
bencana.
Dzunnun al-Misri berkata,
"Siapa
yang berdzikir, Allah senantiasanya menjaganya dari segala sesuatu".
Para ulama
menyatakan, dzikir merupakan pedang bagi para pemula.Dengan dzikir ia memerangi
musuh-musuhnya; jin dan manusia. Dengan dzikir pula, ia menolak segala macam
bencana.
Sesungguhnya,
bencana, bila bertemu dengan orang-orang yang berdzikir, ia akan menyimpang. Dzikir
yang telah kokoh dalam hati, membuat setan menjadi pingsan bila mendakat; sebagaimana seseorang yang juga pingsan bila
melihat setan. Teman-temannya mendekat dan bertanya, "Apa yang
terjadi?". "Ia mendekati orang yang berdzikir". Demikian dintara
faidah-faidah dzikir. Karena itu, hendaknya seseorang senantiasa membiasakan
dzikir kepada Allah.
Dengan
dzikir, setan tidak akan dapat mengendalikan manusia.
Afdloluddin
pernah menyatakan, setan selalu berdiri di depan –bahkan dalam-- hati manusia.
Ia akan cepat-cepat naik dan mengendalikan manusia bilamana ia melupakan Tuhan.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan