Salah satu ajaran tasawuf adalah zuhud bahkan ada
sebagian mengatakan zuhud merupakan cikal bakal tasawuf. Secara bahasa zudud,
berasal dari Bahasa Arab “Zahada” yang berarti meninggalkan atau menjauhi.
Adapun Zuhud menurut istilah tasawuf adalah
memalingkan muka dari kesenangan kehidupan duniawi, dan menghapus cinta dunia
pada hati sanubari, hal ini dilakukan untuk konsentrasi mendekatkan diri pada
Allah SWT. Dan dalam hal ini mencintai Allah dan hari akhir adalah diatas
segala-galanya. Andai kata ia melewati kehidupan orang yang serba mewah dan
hedonis, tidak sedikitpun hatinya tergoyah dan terpesona oleh silaunya sinar
dunia dan ia sadar betul bahwa kehidupan dunia ini tidak akan sebanding dengan
kehidupan akhirat.
Imam Al-Junaid memberikan defenisi masalah ini:
Artinya: Zuhud ialah menganggap remeh dan menghapus
cinta keduniaan dalam hati.
Dalam kitab yang sama dikatakan:
Artinya: Orang-orang yang zuhud tidak gembira kalau
dunia ada pada dirinya namun juga tidak bersedih jika dunia lari darinya (Risalah
Qusyairiyah hal. 56)
Berkata Imam Al-Gazali:
Artinya: Zuhud artinya meninggalkan sesuatu yang halal
yang di inginkan hawa nafsu (Ihya Ulumuddin, jlid IV hal. 212)
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik
benang merah, bahwa yang di sebut dengan zuhud adalah memalingkan atau
menghapuskan sifat keduniaan dalam hati manusia, dan berkonsentrasi beribadah
kepada Allah. Hal ini dilakukan karena akhirat bersifat kekal dan abadi.
Sedangkan menurut Prof. Dr. Harun Nasution seseorang
muslim tidak akan menjadi shufi kecuali harus terlebih dahulu menjadi zahid. Dengan
demikian tiap sufi pastilah zahid, namun sebaliknya belum tentu si zahid itu
sampai pada sufi[4], dan dalam sejarah Islam sebelum munculnya tasawuf terlebih
dahulu dari aliran zuhud. Aliran ini menurut sebagian saksi dari ketimpangan
social dan moral pada akhir abad I H. dan awal II H. Ketimpangan social dan
penyelewengan moral banyak dilakukan oleh elit-elit politik pada waktu itu
seperti berbuat maksiat, hidup bermewah-mewah, melanggar batas-batas dan
norma-norma syari`at Islam. Orang-orang alim memperingatkan para elit dengan
perkataan tidak digyblisnya lagi. Sehingga dalam rangka memperotes dan
mengingatkan para elit yang lalai ini ditempuhlah hidup zuhud (hidup bersahaja)
sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.
Dengan kata lain zuhud merupakan gerakan moral yang
bertujuan mengingatkan para elit politik dan masyarakat luas, agar kembali pada
ajaran Allah dan hidup secara Islami sebagaimana yang di contohkan oleh
Rasulullah dan sahabat-sahabtnya. Para zahid melihat Mua`wiyah sebagaimana
raja-raja romawi dan persi. Dan yang tidak kalah sadisnya, anak kesayangan
beliau, Yazid adalah pelanggar HAM berat, yang suka mabuk-mabukan dan
larangan-larangan agama lainnya. Nilai-nilai Islam sudah jauh dari kehidupan
sehari-hari. Sifat-sifat matrealisme mewabah pada tiap-tiap kehidupan waktu
itu, mulai elit politik sampai rakyat biasa.
Dalalam Risalah Qusyairiyah disebutkan bahwa Imam
Ahmad Ibnu Hambal membagi zuhud ada tiga macam:
Zuhudnya
orang awam, yaitu menjauhi harta yang haram
Zuhudnya
orang khawas yaitu memalingkan muka dari harta yang halal, hal ini dilakukan
demi untuk berkonsentrasi untuk ibadah, taqarrub ilallah SWT.
Zuhudnya
orang arif, meninggalkan harta benda yang dapat mengganggu kepentingan akhirat..
Berbicara tokoh-tokoh zuhud, lebih dahulu perlu
diklarifikasikan asal-usul kehidupan zuhud itu sendiri. Zuhud ada sejak zaman
Rasulullah, sahabat, tabiin, tabiit tabiin, dan ulama-ulama yang sholeh, tokoh
zuhud yang tidak dapat dilupakan adalah Hasan Al-Basry wafat 728 M/ 110 H.
konsep Hasan Al-Basri tentang kehidupan keagamaan merupakan refleksi zuhud,
dimana keslahan kefakiran, dan menjauhkan cinta dunia dalam hati untuk taqarrub
kepada Allah dan gerakan ini berkembang
pesat di Bagdad, sebagai jawaban atas ketimpangan sosial dan politik waktu itu.
Sedangkan di Kufah aliran zuhud di pelopori Sofyan Assaury yang wafat 135 H, dan Abu
Hasyim wafat 150 H. serta Jabir Ibn Hasyim yang wafat 190 H. mereka memakai wol
(bulu-bulu domba yang kasar sebagai bentuk protes dan mengingatkan para elit
politik yang telah jauh menyimpang dari nilai-nilai agama. Dimana kaum
laki-laki sudah memakai sutra dan emas-emasan yang dilarang agama.
Dari kedua kota ini aliran zuhud pindah
kedaerah-daearah lain seperti khurasan dengan tokoh Ibrahim Ibn Adham w 162 H.
Syafiq al-Balqi w. 190 H. dan di Madinah ada Ja`far asshidiq w. 142 H. dalam
memperhatikan kemewahan dunia dan perbuatan-perbuatan maksiat yang dilakukan
oleh para elit politik, orang-orang zahid ingat akan ancaman Allah yang akan
menimpa umatnya yang durhaka, mereka teringat adzab Neraka yang digambarkan
dalam Al-Qur`an, mereka lari dari kemewahan dunia yang mewah dan hidup
sederhana sebagaimana yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Tentang zuhud ini Hasan Al-Basry mengatakan
“Jauhilah dunia ini (dalam hati) karena ia laksana ular yang licin namun ia
juga beracun yang siap membunuh “. Sedangkan Ibrahim ibnu Adham adalah putera
seorang raja di Persia yang akhirnya menjadi seorang zahid besar, kata beliau “tinggalkanlah dunia ini, karena cinta
dunia membuat orang tuli, serta buta, dan menjadi budaknya duniawi”.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan