Catatan Popular

Jumaat, 3 Oktober 2014

SYARAH KITAB AL-HIKAM ATHAILLAH KE 29 : WUSHULNYA ORANG MENJADIKAN ALLAH SEBAGAI PETUNJUK



SYARAH OLEH USTAZ  HJ WAFI

Menurut Kalam Hikmah ke 29 Imam Ibnu Athaillah Askandary

" Jauh berbeda antara orang yang menjadikan dia (Allah) sebagai petunjuk dengan orang yang menjadikannya sebagai yang ditunjukan. Orang yang menjadikannya sebagai petunjuk adalah orang yang mengetahui haq orang yang berhaq dan menetapkan perkara dari pokoknya sedangkan yang menjadikannya sebagai yang ditunjukan itu karena ia belum sampai (wushul) kepadaNya".

Jika tidak demikian maka kapan dia (Allah) ghoib sehingga membutuhkan petunjuk untuk menunjukannya ?. Kapan dia jauh sehingga yang dapat menyampaikan kepadaNya adalah bekas-bekas jejak-jejak sentuhannya?. Mana yang menjadi tanda (petunjuk) akan menjadi tanda adanya cabang ataukah cabang menjadi petunjuk adanya akar ?. Mata air adalah tanda adanya anak sungai ataukah anak sungai sebagai tanda adanya mata air ?

Diantara manusia ada yang mengetahui akar dahulu kemudian akar tersebut menunjukan kepada cabang-cabang dan buah-buah dan ada pula yang mengetahui buah dan cabangnya dahulu kemudian melacak akar yang merupakan pokoknya. Yang menjadi tolak ukur dalam pembagian ini adalah " jelas dan samar ". Yang jelas selalu menunjukan yang tidak tampak atau " samar".

Boleh jadi sebuaah pohon tidak tampak olehmu yang tampak didiepanmu hanya buahnya saja. Dengan demikian buah tersebut yang notabennya sebagai cabang (far'i) dapat menunjukan adanya pohon yang merupakan pokok (asal) dan bisa jadi buahnya tidak tampak dan pohonnya tampak dimata, dengan demikian pohonlah yang menunjukan adanya buah (pokok menunjukan adanya cabang) . Dua kemungkina tersebut berlaku pada seluruh makhluq dan yang tercipta, tetapi apakah berlaku pula pada yang diciptakan dengan menciptakan, pencipta semesta dengan semesta ?

Perhatikan ! ketika kamu berucap : "sang pencipta" maka yang kamu kehendak adalah pencipta segala sesuatu, mencakup aqal yang dapat digunakan untuk mengetahui dan cahaya yang dapat menampakkan sesuatu yang lain. Sang pencipta ini adalah Allah Subhanahu Wata'ala.

Jadi apakah disini ada yang kemungkinan sama ? sebagaimana yang berlaku pada makhluq ?. jika anda renungkan, anda kan tahu bahwa dan kemungkinan tersebut disini tidaklah sama. Kok bisa demikian ?

Ya ! karena bila mana anda sapukan pandangan anda pada alam sekitar, anda akan melihat dan mengetahuinya, dan yang dapat membuat anda melihat dan mengetahui adalah cahaya hidayah dari Allah. Dengannya anda dapat mengatahui melihat dan mengenal alam sekitar.

Dengan demikian yang dapat menunjukanmu akan adanya alam semesta adalah Allah Subhanahu Wata'ala, bagaimana dalil (yang menunjukan) yakni Allah bisa terbalik menjadi yang ditunjukan ? dan bagaimana pula yang ditunjukan, yakni alam semsta, terbalik menjadi yang menunujukan?

Beri kami kesempatan untuk mencontohkan : "ada seorang lelaki dalam gelap gulita membawa lentera dan memasuki rumah yang gelap gulita, dibawah temanmu sinar lentera tersebut ia melihat berbagai parabot , makanan, uang dan lain-lain.

Dari contoh tersebut menurut anda, mana yang menunjukan? Dan mana yang ditunjukan?. Apakah ada yang saking bodohnya tidak tahu bahwa lentera yang menerangi adalah petunjuk dan semua yang tersingkap oleh cahaya lentera adalah yang ditunjukan?.

Dengan (cahaya) Allah anda dapat melihat sekelilingmu dan dengannya pula anda mengantongi dunia dan mengetahui sebagian-sebagian rahasia-rahasiamu (dunia) yang demikian itu adalah sebagian kandungan ma'na firman Allah,

اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (النور-35)

Artinya: "Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus , yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya) , yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu". (Q.S : An-Nur : 35)
Jadi Allah adalah dalil (yang menunjukan) kamu pada segala sesuatu selain dia. Telah lewat penjelasan hikmah Ibnu Athoillah yang berbunyi : "seluruh semesta gelap, dan yang meneranginya hanyalah Allah Al-haq".

Adapun Al-Muqorrobin (orang-orang dekat Allah) adalah orang-orang yang menyaksikan langsung cahaya Allah. Mula-mula mereka melihat Allah (cahaya langit dan bumi) kemudian (dengan melihatNya) meraka melihat jejak-jejakNya, mereka melihat ciptaan-ciptaanNya mereka melihat bekas-bekasNya mereka yaqin bahwa seandainya tanpa adaNya yang membuat bekas niscaya tidak ada bekas, seandainya tiada yang membuat tentu tidak ada buatan, seandaiananya tidak ada cahaya yang menunjukan pastinya tidak ada sesuatu yang tersingkap dari gelapnya alam semesta.

Kami kira penjelasan bahwa "Allah tidak terhalangi apapun" sudah cukup sehingga tidak perlu kamu ulangi lagi, jika kurang jelas mohon dibaca ulang keterangan tersebut. Semoga ketidak jelasan dalam masalah ini segera sirna.

Sedangkan orang-orang yang tenggelam dalam awan "jejak" dan terhalangi dari dzat yang membentuk oleh tabir gambaran-gambaran. Itu berarti mereka mulai mencari lentera melalui sesuatu yang tersingkap oleh cahaya lentera itu sendiri. Yang demikian itu sebagaimana anda ketahui adalah konyol, tetapi itulah kenyataannya, ini adalah keadaan orang-orang yang melupakan Allah sang pemilik wujud mutlaq.

Kami katakan : "mereka melupakan Allah", tidak kami katakana : "Allah terhalangi dari mereka" karena dalam jagat raya ini, tiada sesuatupun yang dapat menghalanginya dari menusia. Betapa ini merupakan kelambutan dan kedetailan stateman Al-Qur'an.


وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (الحشر : 19)

Artinya : " Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik". (Q.S : Al-Hasr : 19)

Namun, bagaimanapun mencari lentera adalah tindakan yang bagus. Karena yang demikian adalah lebih baik dari pada tidak mau mencarinya dan melupakannya, dari sini akan menjadi pengingkaran adanya lentera tersebut.

Ini adalah kondisi orang-orang yang bingung, dari mengenal Allah disebabkan selalu akan gemerlap kesenangan dunia yang membuat lupa diri tergiur kesenangan hawa nafsu dan syahwat, dan tampaklah bahwa kita masuk dalam ketegori golongan yang kedua ini. Setiap kali kita ingat akan adanya Allah dan menampakan dalil-dalil yang mengatakan akan adanya Allah, kita jadikan sesuatu yang kita ketahui dengan cahay dan hidayah Allah, yakni alam semesta sebagian tanda akan adanya Allah dengan berkata : "alam semesta ini diatur sedemikian rupa dengan hukum sebab-akibat, maka pasti ada yang mengatur semua itu dan yang mengatur semua itu adalah Allah". Kita lupa ketika kita bahwa kita dapat mengetahui hukum sebab-akibat itu dengan cahaya hidayah Allah, artinya : dengan Allah kita bisa mengetahui sesuatu yang kita anggap sebagai dalil adanya Allah.

Betapa bingungnya kita dari mengenal Allah dan melacak tanda-tanda keberadaannya dan dalam memformulasikan metode untuk melacak keberadaannya, karena nafsu manusiawi menjadikan perdebatan-perdebatan dan pembahasan-pembahasan tersebut sebagai aktivitas rutinan yang menyenangkan.

Anda lihat orang yang mata hatinya tersinari pancaran wujud Allah yaitu orang-orang yang terbesbaskan dari belenggu kesibukan-kasibukan hawa nafsu dan syahwat orang-orang yang berpaling dari berbagai hal yang membuat lupa diri.

Anda tentu akan melihat betapa hatinya senantiasa merasa akan kehadiran Allah, serta mengingatnya tanpa memerlukan dalil-dalil dan tanda-tanda ia melupakan dalil-dalil dan tanda-tanda tersebut karena hatinya merasa hadir dalam hadirat Allah. Hatinya menyaksikan Allah Subhanahu Wata'ala.

Diantara orang-orang yang sholeh dan para wali Allah terdahulu terdapat orang-orang yang ma'rifat kepada Allah dan menyaksikannya tanpa melalui metode-metode istidlal (mencari bukti akan adanya tuhan) dengan makhluq-makhluq benda-benda dan jejak-jejak.

Tetapi mereka mengenal Allah dan larut dalam menyaksikannya dan peng-enjawantahannya tanpa memerlukan satu istidlalpun, mereka memandang alam semesta, maka mereka tidak menjumpai kecuali tampilan keesaan Allah dan keagungan sifat-sifatNya mereka dalam ta'amul (kontemplasi), tidak berpindah dari dalil menuju madlul tetapi lenyap semua dalil dan tampak jelas begi mereka madlul (Allah) perantara dan jalan lenyap dari pandangan mereka dan tujuan akhir tampak jelas didepan mata, karena yang kita anggap sebagai perantara/jalan itu tidak lebih dekat, bagi mereka dari pada tujuan akhir yaitu Allah Azza Wajalla.

Kadang, mamang sulit bagi kita untuk memahaminya. Karena kita sudah terbiasa melihat wujud yang bersifat maya kemudian baru berpindah menuju wujud Allah yang haqiqi pula kita tumbuh dengan penglihatan dan pikiran yang terpenjara dalam wujud maya tersebut.

Tetapi itulah kenyataannya, orang-orang yang terbebas dari penjara ini tidak mempertimbangkan alam fana' ini sama sekali, alam yang hanya bayang-bayang belaka, kapankah ada bayangan yang lebih berbobot dari asal banyang itu sendiri ? (tidak akan ada !). Dengan begitu, mereka melihat wujud yang haqiqi wujud yang benar-benar wujud dzat, bukan bayang-bayang belaka kemudian (dengan melihat wujud dzat haqiqi) mereka melihat adanya wujud bayang-bayang dari dzat tersebut. Mereka adalah sebagaimana Ibnu Athoillah berkata : "(orang-orang yang) mengetahui haq bagi yang berhaq, dan menetapkan sesuatu dari wujud pokoknya.

Tiada ulasan: