SYARAH OLEH USTAZ
HJ WAFI
Menurut
Kalam Hikmah ke 29 Imam Ibnu Athaillah Askandary:
"
Jauh berbeda antara orang yang menjadikan dia (Allah) sebagai petunjuk dengan
orang yang menjadikannya sebagai yang ditunjukan. Orang yang menjadikannya
sebagai petunjuk adalah orang yang mengetahui haq orang yang berhaq dan
menetapkan perkara dari pokoknya sedangkan yang menjadikannya sebagai yang
ditunjukan itu karena ia belum sampai (wushul) kepadaNya".
Jika tidak demikian maka kapan dia (Allah) ghoib
sehingga membutuhkan petunjuk untuk menunjukannya ?. Kapan dia jauh sehingga
yang dapat menyampaikan kepadaNya adalah bekas-bekas jejak-jejak sentuhannya?.
Mana yang menjadi tanda (petunjuk) akan menjadi tanda adanya cabang ataukah
cabang menjadi petunjuk adanya akar ?. Mata air adalah tanda adanya anak sungai
ataukah anak sungai sebagai tanda adanya mata air ?
Diantara manusia ada yang mengetahui akar dahulu
kemudian akar tersebut menunjukan kepada cabang-cabang dan buah-buah dan ada
pula yang mengetahui buah dan cabangnya dahulu kemudian melacak akar yang
merupakan pokoknya. Yang menjadi tolak ukur dalam pembagian ini adalah "
jelas dan samar ". Yang jelas selalu menunjukan yang tidak tampak atau
" samar".
Boleh jadi sebuaah pohon tidak tampak olehmu yang
tampak didiepanmu hanya buahnya saja. Dengan demikian buah tersebut yang
notabennya sebagai cabang (far'i) dapat menunjukan adanya pohon yang merupakan
pokok (asal) dan bisa jadi buahnya tidak tampak dan pohonnya tampak dimata,
dengan demikian pohonlah yang menunjukan adanya buah (pokok menunjukan adanya
cabang) . Dua kemungkina tersebut berlaku pada seluruh makhluq dan yang
tercipta, tetapi apakah berlaku pula pada yang diciptakan dengan menciptakan,
pencipta semesta dengan semesta ?
Perhatikan ! ketika kamu berucap : "sang
pencipta" maka yang kamu kehendak adalah pencipta segala sesuatu, mencakup
aqal yang dapat digunakan untuk mengetahui dan cahaya yang dapat menampakkan
sesuatu yang lain. Sang pencipta ini adalah Allah Subhanahu Wata'ala.
Jadi apakah disini ada yang kemungkinan sama ?
sebagaimana yang berlaku pada makhluq ?. jika anda renungkan, anda kan tahu
bahwa dan kemungkinan tersebut disini tidaklah sama. Kok bisa demikian ?
Ya ! karena bila mana anda sapukan pandangan anda
pada alam sekitar, anda akan melihat dan mengetahuinya, dan yang dapat membuat
anda melihat dan mengetahui adalah cahaya hidayah dari Allah. Dengannya anda
dapat mengatahui melihat dan mengenal alam sekitar.
Dengan demikian yang dapat menunjukanmu akan adanya
alam semesta adalah Allah Subhanahu Wata'ala, bagaimana dalil (yang menunjukan)
yakni Allah bisa terbalik menjadi yang ditunjukan ? dan bagaimana pula yang
ditunjukan, yakni alam semsta, terbalik menjadi yang menunujukan?
Beri kami kesempatan untuk mencontohkan : "ada
seorang lelaki dalam gelap gulita membawa lentera dan memasuki rumah yang gelap
gulita, dibawah temanmu sinar lentera tersebut ia melihat berbagai parabot ,
makanan, uang dan lain-lain.
Dari contoh tersebut menurut anda, mana yang
menunjukan? Dan mana yang ditunjukan?. Apakah ada yang saking bodohnya tidak
tahu bahwa lentera yang menerangi adalah petunjuk dan semua yang tersingkap
oleh cahaya lentera adalah yang ditunjukan?.
Dengan (cahaya) Allah anda dapat melihat
sekelilingmu dan dengannya pula anda mengantongi dunia dan mengetahui
sebagian-sebagian rahasia-rahasiamu (dunia) yang demikian itu adalah sebagian
kandungan ma'na firman Allah,
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ
كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا
كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ
وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُورٌ عَلَى
نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ
وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (النور-35)
Artinya: "Allah (Pemberi) cahaya (kepada)
langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang
tak tembus , yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan)
kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan
dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak
di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya) , yang
minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya
di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang
dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu". (Q.S : An-Nur : 35)
Jadi Allah adalah dalil (yang menunjukan) kamu pada
segala sesuatu selain dia. Telah lewat penjelasan hikmah Ibnu Athoillah yang
berbunyi : "seluruh semesta gelap, dan yang meneranginya hanyalah Allah
Al-haq".
Adapun Al-Muqorrobin (orang-orang dekat Allah)
adalah orang-orang yang menyaksikan langsung cahaya Allah. Mula-mula mereka
melihat Allah (cahaya langit dan bumi) kemudian (dengan melihatNya) meraka
melihat jejak-jejakNya, mereka melihat ciptaan-ciptaanNya mereka melihat
bekas-bekasNya mereka yaqin bahwa seandainya tanpa adaNya yang membuat bekas
niscaya tidak ada bekas, seandainya tiada yang membuat tentu tidak ada buatan, seandaiananya
tidak ada cahaya yang menunjukan pastinya tidak ada sesuatu yang tersingkap
dari gelapnya alam semesta.
Kami kira penjelasan bahwa "Allah tidak
terhalangi apapun" sudah cukup sehingga tidak perlu kamu ulangi lagi, jika
kurang jelas mohon dibaca ulang keterangan tersebut. Semoga ketidak jelasan
dalam masalah ini segera sirna.
Sedangkan orang-orang yang tenggelam dalam awan
"jejak" dan terhalangi dari dzat yang membentuk oleh tabir
gambaran-gambaran. Itu berarti mereka mulai mencari lentera melalui sesuatu
yang tersingkap oleh cahaya lentera itu sendiri. Yang demikian itu sebagaimana
anda ketahui adalah konyol, tetapi itulah kenyataannya, ini adalah keadaan
orang-orang yang melupakan Allah sang pemilik wujud mutlaq.
Kami katakan : "mereka melupakan Allah",
tidak kami katakana : "Allah terhalangi dari mereka" karena dalam
jagat raya ini, tiada sesuatupun yang dapat menghalanginya dari menusia. Betapa
ini merupakan kelambutan dan kedetailan stateman Al-Qur'an.
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ
أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (الحشر : 19)
Artinya : " Dan janganlah kamu seperti
orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada
mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik". (Q.S : Al-Hasr :
19)
Namun, bagaimanapun mencari lentera adalah tindakan
yang bagus. Karena yang demikian adalah lebih baik dari pada tidak mau
mencarinya dan melupakannya, dari sini akan menjadi pengingkaran adanya lentera
tersebut.
Ini adalah kondisi orang-orang yang bingung, dari
mengenal Allah disebabkan selalu akan gemerlap kesenangan dunia yang membuat
lupa diri tergiur kesenangan hawa nafsu dan syahwat, dan tampaklah bahwa kita
masuk dalam ketegori golongan yang kedua ini. Setiap kali kita ingat akan adanya
Allah dan menampakan dalil-dalil yang mengatakan akan adanya Allah, kita
jadikan sesuatu yang kita ketahui dengan cahay dan hidayah Allah, yakni alam
semesta sebagian tanda akan adanya Allah dengan berkata : "alam semesta
ini diatur sedemikian rupa dengan hukum sebab-akibat, maka pasti ada yang
mengatur semua itu dan yang mengatur semua itu adalah Allah". Kita lupa
ketika kita bahwa kita dapat mengetahui hukum sebab-akibat itu dengan cahaya
hidayah Allah, artinya : dengan Allah kita bisa mengetahui sesuatu yang kita
anggap sebagai dalil adanya Allah.
Betapa bingungnya kita dari mengenal Allah dan
melacak tanda-tanda keberadaannya dan dalam memformulasikan metode untuk
melacak keberadaannya, karena nafsu manusiawi menjadikan perdebatan-perdebatan
dan pembahasan-pembahasan tersebut sebagai aktivitas rutinan yang menyenangkan.
Anda lihat orang yang mata hatinya tersinari
pancaran wujud Allah yaitu orang-orang yang terbesbaskan dari belenggu
kesibukan-kasibukan hawa nafsu dan syahwat orang-orang yang berpaling dari
berbagai hal yang membuat lupa diri.
Anda tentu akan melihat betapa hatinya senantiasa
merasa akan kehadiran Allah, serta mengingatnya tanpa memerlukan dalil-dalil
dan tanda-tanda ia melupakan dalil-dalil dan tanda-tanda tersebut karena
hatinya merasa hadir dalam hadirat Allah. Hatinya menyaksikan Allah Subhanahu
Wata'ala.
Diantara orang-orang yang sholeh dan para wali Allah
terdahulu terdapat orang-orang yang ma'rifat kepada Allah dan menyaksikannya
tanpa melalui metode-metode istidlal (mencari bukti akan adanya tuhan) dengan
makhluq-makhluq benda-benda dan jejak-jejak.
Tetapi mereka mengenal Allah dan larut dalam
menyaksikannya dan peng-enjawantahannya tanpa memerlukan satu istidlalpun,
mereka memandang alam semesta, maka mereka tidak menjumpai kecuali tampilan
keesaan Allah dan keagungan sifat-sifatNya mereka dalam ta'amul (kontemplasi),
tidak berpindah dari dalil menuju madlul tetapi lenyap semua dalil dan tampak
jelas begi mereka madlul (Allah) perantara dan jalan lenyap dari pandangan mereka
dan tujuan akhir tampak jelas didepan mata, karena yang kita anggap sebagai
perantara/jalan itu tidak lebih dekat, bagi mereka dari pada tujuan akhir yaitu
Allah Azza Wajalla.
Kadang, mamang sulit bagi kita untuk memahaminya.
Karena kita sudah terbiasa melihat wujud yang bersifat maya kemudian baru
berpindah menuju wujud Allah yang haqiqi pula kita tumbuh dengan penglihatan
dan pikiran yang terpenjara dalam wujud maya tersebut.
Tetapi itulah kenyataannya, orang-orang yang
terbebas dari penjara ini tidak mempertimbangkan alam fana' ini sama sekali,
alam yang hanya bayang-bayang belaka, kapankah ada bayangan yang lebih berbobot
dari asal banyang itu sendiri ? (tidak akan ada !). Dengan begitu, mereka
melihat wujud yang haqiqi wujud yang benar-benar wujud dzat, bukan
bayang-bayang belaka kemudian (dengan melihat wujud dzat haqiqi) mereka melihat
adanya wujud bayang-bayang dari dzat tersebut. Mereka adalah sebagaimana Ibnu
Athoillah berkata : "(orang-orang yang) mengetahui haq bagi yang berhaq,
dan menetapkan sesuatu dari wujud pokoknya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan