Catatan Popular

Khamis, 22 Oktober 2015

KEPRIBADIAN ABDULLAH BIN ABBAS RA (SIRI 11)



 Beliau adalah shahabat Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga anak laki-laki paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selisih umur Ibnu ‘Abbas dengan Rasulullah sekitar 58 tahun (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat sedangkan ia berumur 15 tahun. Kemudian ia hijrah bersama kedua orangtuanya pada tahun penaklukan kota Makkah, sedang ia telah masuk Islam sebelumnya. Beliau berwajah tampan, berkulit putih, badannya tinggi, gagah, cerah roman mukanya bagai rembulan.

Atho’ bin Abi Rabah rahimahullah (salah seorang murid Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu) berkata, “Waktu kami melihat bulan pada malam yang ke-14, yang kami ingat tidak lain hanya wajah Ibnu ‘Abbas.”

Selain akalnya cerdik, ia juga kaya dan termasuk laki-laki sempurna. Sehingga dia dijuluki Hibrul Ummah (pemimpin umat dalam ilmu), Faqihul ‘Ashr (faqih di masanya) dan Imamut Tafsir (imam para ahli tafsir). Ia dijuluki pula al-Bahr (lautan) karena banyaknya ilmu. Di samping itu ia banyak dido’akan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu adalah shahabat Nabi yang kaya raya sehingga tidak pernah kosong roti dan daging di dalam rumahnya. Walau demikian, ia bersikap dermawan. 

Pernah Abu Ayyub al-Anshari y datang kepada Mu’awiyah y ia laporkan apa yang menjadi beban hutangnya, namun ia tidak mendapatkan seperti apa yang ia inginkan. Kemudia ia pergi ke Bashrah, menuju rumah Ibnu ‘Abbas, sesampainya di sana, kemudian ia curahkan isi hatinya, “Sungguh saya perlu denganmu, sebagaimana engkau perlu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Kemudian Ibnu ‘Abbas barkata, “Berapa tanggungan hutangmu?” Abu Ayyub al-Anshari menjawab, “Dua puluh ribu.” Kemudian Ibnu ‘Abbas memberinya 40 ribu, 20 budak, dan lainnya yang ada di rumahnya.

Semua insan tidak lepas dari cobaan, musibah, dan ujian. Tak terkecuali Ibnu ‘Abbas. Ia mendapat musibah pada masa lanjut usia dengan lemah pandangannya dan buta kedua matanya. Ketika tertimpa musibah tersebut, datanglah sekelompok penduduk Tha’if menghadap Ibnu ‘Abbas sambil membawa buku buah karya beliau. Mereka minta dibacakan. Permintaan itu menjadikan Ibnu ‘Abbas bimbang. Lantas beliau berkata, “Sesungguhnya aku bimbang lantaran musibahku ini. Maka barangsiapa yang memiliki ilmu dariku, hendaknya ia bacakan di hadapanku. Sesungguhnya, pengakuanku adalah seperti bacaanku sendiri.” Kemudian merekapun membacakan kitab tersebut di hadapannya.

Tiada ulasan: