Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
Karya Ibn Abi Ishaq
Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI
Berkenaan dengan masalah-masalaha yang menimbulkan
perbedaan pendapat di antara para ahli hukum, tokoh-tokoh Sufi mencari jalan
yang lebih hati-hati dan konservatif, dan sebisanya mengikuti konsesus kedua
pihak yang saling bertentangan itu. Mereka beranggapan bahwa
perbedaan-perbedaan di antara para ahli hukum itu akan mendatangkan kebenran,
dan bahwa tak satu pihak pun yang benar-benar bertentangan dengan yang lainnya.
Dalam pandangan mereka, setiap orang yang berusaha mencari kebenaran
(berijtihad) itu benar adanya, dan setiap orang yang memegang prinsip tertentu
dalam hukum sebagai yang benar, lewat analogi dengan prinsip-prinsip serupa
yang ditetapkan dan al-Qur’an dan Sunnah, atau lewat penggunaan penafsiran
secara bijaksana, adalah benar dalam memegang kepercayaan yang semacam itu.
Tapi jika seseorang tidak memiliki dasar yang cukup kuat dalam hukum, maka dia
meski tunduk kepada keputusan ahli-ahli hukum terdahulu yang dianggapnya lebih
pandai, yang penilaiannya dianggap tegas olehnya.
Mereka percaya akan kemustajaban doa mereka, sebab dalam
pandangan mereka hal ini merupakan jalan yang baik, asal orang itu yakin
mengenai saat yang tepat dalam melakukannya, dan begitu pula pada kemustajaban
pelaksanaan semua tugas keagamaan pada waktu-waktu yang semestinya. Mereka
tidak mengizinkan adanya pemendekan, penangguhan atau penghilangan , kecuali
dengan alasan yang tepat. Mereka setuju, bahwa kalau sedang bepergian, orang
boleh memendekkan sembahyangnya, tapi jika dia terus-menerus pergi dan tidak
memiliki tempat tinggal yang tetap, maka dia harus melaksanakan sembahyang
dengan penuh. Mereka beranggapan bahwa orang boleh membatalkan puasa. Mereka
menafisrkan prinsip “kemampuan”, dalam hubungannya dengan kewajiban pergi ke
tanah suci, dalam arti yang paling luas, dan tidak membtasai syarat-syaratnya
pada pemilikan perbekalan dan jumlahnya.
Ibn Atha berkata :
“Kemampuan itu terdiri atas dua hal : Keadaan dan kekayaan. Jika seseorang
tidak memiliki keadaan yang diperrlukan untuk menunjangnya, maka kekayaannya
akan bisa menolongnya untuk mencapai hal itu.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan