Ketika lidah
Junaid telah fasih mengucapkan kata-kata mulia, Sari as-Saqathi mendesak bahwa
Junaid berkewajiban untuk berkhotbah di depan umum. Mula-mula Junaid enggan; ia
tidak ingin melakukan hai itu.
"Apabila
guru masih ada, tidaklah pantas bagi si murid untuk berkhotbah", Junaid
berkilah.
Kemudian
pada suatu malam Junaid bermimpi dan dalam mimpi tersebut ia bertemu dengan
Nabi saw. "Berkhotbahlah!",
Nabi berkata kepadanya.
Keesokan
paginya ia hendak pergi mengabarkan hai itu kepada Sari tetapi ternyata Sari
sudah berdiri di depan pintu rumahnya.
"Sebelumnya
engkau selalu merasa enggan, dan menantikan agar orang-orang mendesakmu untuk
berkhotbah. Tetapi mulai saat ini engkau harus berkhotbah karena kata-katamu
dijadikan sebagai alat bagi keselamatan seluruh dunia. Engkau tak mau
berkhotbah ketika dimohonkan murid-muridrnu, engkau tak mau ketika diminta oleh
para syeikh di kota Baghdad. Dan engkau tak mau berkhotbah ketika kudesak.
Tetapi kini Nabi sendirilah yang memberi perintah kepadamu, oleh karena itu
engkau harus mau berkhotbah".
"Semoga
Allah mengampuni diriku", jawab Junaid. "Tetapi bagaimanakah engkau
bisa mengetahui bahwa aku telah berjumpa dengan Nabi dalam mimpiku?"
"Aku
bertemu dengan Allah dalam mimpi", jawab Sari, "dan Dia berkata
kepadaku: Telah Ku-utus rasul-ku untuk menyuruh Junaid berkhotbah di atas
mimbar"'.
"Aku
mau berkhotbah", Junaid menyerah, "tetapi dengan satu syarat bahwa
yang mendengarkan khotbah-khotbahku tidak lebih dari empat puluh orang".
Pada suatu
hari Junaid berkhotbah. Jumlah pendengar hanya empat puluh orang. Delapan belas
orang di antaranya menemui ajal mereka sedang sisanya yang berjumlah dua puluh
dua orang jatuh pingsan dan harus digotong ke rumahnya masing-masing.
Di dalam kesempatan lain Junaid berkhotbah di dalam masjid besar. Di antara jamaahnya ada seorang pemuda Kristen tetapi tak seorang pun yang mengetahui bahwa ia beragama Kristen. Si pemuda menghampiri Junaid dan berkata: "Nabi pernah berkata: 'Berhati-hatilah dengan wawasan seseorang yang beriman karena ia dapat melihat dengan nur Allah'. Apakah maksudnya?"
Di dalam kesempatan lain Junaid berkhotbah di dalam masjid besar. Di antara jamaahnya ada seorang pemuda Kristen tetapi tak seorang pun yang mengetahui bahwa ia beragama Kristen. Si pemuda menghampiri Junaid dan berkata: "Nabi pernah berkata: 'Berhati-hatilah dengan wawasan seseorang yang beriman karena ia dapat melihat dengan nur Allah'. Apakah maksudnya?"
"Yang
dimaksudkannya adalah", Junaid menjawab, "bahwa engkau harus menjadi
seorang Muslim dan melepaskan sabuk ke-kristenanmu itu karena sekarang ini
adalah zaman Islam".
Si pemuda
segera memeluk Islam setelah mendengar jawaban Junaid tersebut.
ooo
Setelah
berkhotbah beberapa kali, orang-orang menentang Junaid. Junaid menghentikan
khotbahnya dan mengurung diri di dalam kamarnya. Betapapun ia didesak untuk
berkhotbah kembali, ia tetap menolak.
"Aku
sudah cukup puas", jawab Junaid, "Aku tidak mau merancang kehancuran
diriku sendiri"..
Tetapi
beberapa lama kemudian tanpa diduga-duga Junaid naik ke atas mimbar dan mulai berkhotbah.
"Apakah
kebijaksanaan yang terkandung di dalam perbuatanmu ini?", seseorang
bertanya kepadanya.
Junaid
menjawab: "Aku teringat sebuah hadits di mana Nabi berkata: 'Di hari-hari
terakhir nanti yang menjadi juru bicara di antara ummat manusia adalah yang
paling bodoh di antara mereka. Dialah yang akan berkhotbah kepada ummat
manusia. Aku me-nyadari bahwa aku adalah yang terbodoh di antara ummat manusia
dan aku berkhotbah karena kata Nabi itu, aku takkan menentang kata-katanya
itu".
Tiada ulasan:
Catat Ulasan