Catatan Popular

Ahad, 11 Oktober 2015

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI :.AJARAN KE 25 TENTANG KESALAHAN-KESALAHAN PARA NABI



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Al-Junaid, an-Nuri dan tokoh-tokoh besar Sufi lainnya beranggapan bahwa apa-pun yang terjadi atas para nabi hanya mempengaruhi mereka secara lahiriah saja, dan bahwa hati nurani mereka terserap oleh perenungan akan Tuhan. Mereka menyitir firman Tuhan untuk menunjang pandangan ini : “Tetapi dia lupa, dan tidak mempunyai cara berpikir yang kuat.” Mereka mengatakan bahwa segenap tindakan tidak akan paripurna kecuali yang didahului oleh ketetapan hati dan niat, dan bahwa segala sesuatu yang tidak didahului dengan ketetapan hati dan niat, berarti bukan suatu perbuatan. Tuhan menyangkal hal ini dalam kasus Adam ketika Dia berfirman, “Tapi dia lupa dan tidak mempunyai cara berpikir yang kuat.” Ketika Tuhan mencal mereka karena hal-hal tersebut, hal itu dilakukan-Nya hanya demi memberi tanda bagi orang-orang lain, agar mereka tahu bahwa jika mereka tidak patuh (pada Tuha), mereka masih berkesempatan untuk mencari ampunan Tuhan. 

Tapi tokoh-tokoh Sufi lain mengakui kesalahan-kesalahan (para nabi) ini. Meski demikian, mereka menjelsakan bahwa kesalahan-kesalahan tersebut merupakah kekhilafan-kekhilafan yang muncul dari penafsiran yang salah : mereka ditegus karena taraf mereka yang tinggi dan tempat mereka yang mulia, dan hal ini dimaksudkan sebagai peringatan bagi yang lain-lain dan peringatan agar para nabi itu melestarikan keunggulan mereka atas orang-orang lain. 

Beberpa tokoh Sufi mengatakan bahwa kesalahan-kesalahan mereka mestinya dianggap sebagai contoh-contoh kealpaan dan kelalaian, dan mereka menjelssakan bahwa para nabi itu alpa pada hal-hal yang “rendah” karena “(mereka keasyikan) dengan hal-hal yang tinggi. Begitulah penjelasan yang mereka berikan sehubungan dengan kejadian nabi alpa bersembahyang – bahwa dia asyik dengan sesuatu yang lebih besar dari sekedar bersembahyang; sebab bukanlah beliau bersabda : “Kesenanganku adalah dalam bersembahyang.” Dengan kata-kata itu beliau memberi tahu kita bahwa ada sesuatu dalam sembahyang yang menyenangkannya. Beliau tidak mengatakan: “Aku telah menjadikan sembahyang kesenanganku”. Tapi orang-orang menegaskan bahwa para nabi dapat melakukan kesalahan dan kelalaian menganggap kesalahan dan kelalaian itu hanya sebagai dosa-dosa kecil yang dengan mudah dapat dihilangkan dengan tobat. Maka Tuhan berfirman, ketia Dia menuturkan perkataan Adam dan Istrinya : “Wahai Tuhan kami, kami telah mengaiaya diri kami sendiri.” Dan lagi : “Kemudian Tuhan memilihnya, menerima tobatnya dan memberinya petunjuk.” Sedangkan mengenai Daud Dia berfirman : “Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya. Lalu dia meminta ampun kepada Tuhannya ssambil menyungkur sujud dan bertaubat.”

Tiada ulasan: