Catatan Popular

Sabtu, 27 Januari 2018

KITAB RAHASIA PUASA IHYA ULUMUDDIN: FASAL KEDUA: mengenai rahasia-rahasia puasa dan syarat-syarat bathiniyahnya.

HUJJATUL IMAM AL GHAZALI

Ketahuilah, bahwa puasa itu 3 tingkat: puasa umum, puasa khusus dan puasa yang khusus dari khusus (lebih khusus lagi). 

Adapun puasa umum, maka yaitu mencegah perut dan kemaluan daripada memenuhi keinginannya, sebagaimana telah lalu penguraiannya. Adapun puasa khusus, maka yaitu pencegahan pendengaran, penglihatan, lidah, tangan, kaki dan anggota-anggota tubuh lainnya daripada dosa. Adapun yang khusus dari khusus, maka yaitu puasa hati daripada segala cita-cita yang hina dan segala pikiran duinawi serta mencegahnya daripada selain Allah ‘Azza Wa Jalla secara keseluruhan. Dan hasillah berbuka daripada puasa ini, dengan berpikir pada selain Allah ‘Azza Wa Jalla dan hari akhirat dan dengan berpikir tentang dunia. Kecuali dunia yang dimaksudkan untuk agama. Maka yang demikian itu, adalah sebagian daripada perbekalan akhirat dan tidaklah termasuk dunia. Sehingga berkatalah orang-orang yang mempunyai hati: “Barangsiapa tergerak cita-citanya, dengan bertindak pada siang harinya untuk memikirkan bahan pembukaan puasanya, niscaya dituliskan suatu kesalahan kepadanya. Karena yang demikian itu, termasuk kurang kepercayaan dengan kurnia Allah ‘Azza Wa Jalla dan kurang yakin dengan rezeki yang dijanjikan”. Inilah tingkat nabi-nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang muqarrabin. Dan tak panjanglah pandangan mengenai penguraiannya secara perkataan, tetapi mengenai penyelidikannya secara pelaksanaan. Karena itu adalah menghadapkan cita-cita sejati kepada Allah ‘Azza Wa Jalla. Dan berpaling daripada selain Allah swt dan memakai akan pengertian firman Allah ‘Azza Wa Jalla: “Katakanlah Allah ! kemudian biarkanlah mereka main-main dengan percakapan kosongnya”. S 6 Al An’aam ayat 91. Adapun puasa khusus, yaitu puasa orang-orang shalih. Yaitu: mencegah segala anggota badan dari dosa. Dan kesempurnaannya adalah dengan 6 perkara:

Pertama: memicingkan mata dan mencegahnya daripada meluaskan pandangan kepada tiap-tiap yang dicela dan dimakruhkan dan kepada tiap-tiap yang membimbangkan dan melalaikan hati daripada mengingati Allah ‘Azza Wa Jalla. Bersabda Nabi saw: “Pandangan itu adalah panah yang beracun dari panah-panah Iblis yang telah kena kutukan Allah. Maka barangsiapa meninggalkan pandangan, karena takut kepada Allah, niscaya didatangkan oleh Allah ‘Azza Wa Jalla kepadanya keimanan, yang diperolehnya kemanisan didalam hatinya”. Diriwayatkan oleh Jabir dari Anas, dari Rasulullah saw bahwa ia bersabda: “5 perkara membukakan puasa dari orang yang berpuasa: berdusta, mengupat, menjadi lalat merah/suka menceritakan kekurangan orang, bersumpah palsu dan memandang dengan nafsu”.

Kedua: menjaga lidah daripada perkataan yang sia-sia, berdusta, mengupat, menjadi lalat merah/suka menceritakan kekurangan orang, berkata keji, berkata yang merenggangkan hubungan, kata permusuhan, kata yang mengandung ria. Dan mengharuskan berdiam diri serta menggunakan waktu untuk berzikir kepada Allah swt dan membaca Alquran. Inilah puasa lisan ! berkata Sufyan: “Mengupat itu merusakkan puasa”, diriwayatkan ini oleh Basyir bin Al-Harits daripadanya. Diriwayatkan oleh Lits dari Mujahid: “2 perkara merusakkan puasa: mengupat dan membohong”. Bersabda Nabi saw: “Sesungguhnya puasa itu benteng. Apabila seorang dari kamu berpuasa, maka janganlah berkata keji dan jahil. Dan kalau ada orang yang menyerang atau memakinya maka hendaklah ia mengatakan: “Aku ini berpuasa ! aku ini berpuasa !”. Tersebut pada hadits: “Bahwa 2 orang wanita mengerjakan puasa pada masa Rasulullah saw. Lalu diserang keduanya oleh kesangatan lapar dan haus pada akhir siang, sehingga hampirlah keduanya binasa. Lalu keduanya mengirim utusan kepada Rasulullah saw memohon keizinan berbuka. Maka Rasulullah saw mengirimkan kepada keduanya sebuah wadah, seraya mengatakan kepada utusan itu: “Katakanlah kepada kedua wanita itu: “Muntahkanlah kedalam wadah ini, apa yang telah engkau makan !”. Maka muntahlah seorang dari keduanya setengah wadah darah semata dan daging mentah. Dan yang seorang lagi muntah seperti itu juga, sehingga penuhlah wadah itu dengan muntah keduanya. Maka heranlah manusia dari yang demikian itu. Lalu bersabda Nabi saw: “Keduanya ini telah berpuasa daripada apa yang dihalalkan oleh Allah untuk keduanya dan berbuka dengan apa yang diharamkan oleh Allah kepada keduanya. Yang seorang duduk bersama yang lain, mengupati manusia. Maka inilah apa yang dimakan oleh keduanya dari daging manusia itu !”.
         
Ketiga: mencegah pendengaran daripada mendengar tiap-tiap yang makruh. Karena tiap-tiap yang haram diucapkan maka haram mendengarnya. Karena itulah, disamakan oleh Allah Ta’ala antara orang yang mendengar dan yang makan haram. Berfirman Allah Ta’ala: “Mereka orang-orang yang suka mendengar untuk berdusta dan memakan yang haram”. S 5 Al Maaidah ayat 42. Dan berfirman Allah Ta’ala: “Mengapa mereka tidak dilarang oleh ahli-ahli ketuhanan dan pendeta-pemdeta dari mengucapkan perkataan dosa dan memakan yang haram ?”. S 5 Al Maaidah ayat 63. Maka berdiam diri mendengar upatan adalah haram. Berfirman Allah Ta’ala: “Bahwa kamu, jadinya seperti mereka”. S 4 An Nisaa’ ayat 104. Dan karena itulah, bersabda Nabi saw: “Yang mengupat dan yang mendengar, adalah berserikat dalam dosa”.
         
Keempat: mencegah anggota-anggota tubuh yang lain dari segala dosa. Dari tangan dan kaki dan dari segala yang makruh serta mencegah perut dari segala harta syubhat (diragukan), waktu berbuka. Maka tidak ada arti puasa, yaitu ia mencegah daripada makanan yang halal, kemudian berbuka dengan makanan yang haram. Lalu serupalah orang yang berpuasa ini, seperti orang yang membangun sebuah istana dan meruntuhkan kota. Bahwa makanan yang halal itu, sesungguhnya memberi melarat dengan banyaknya, bukan disebabkan macamnya. Maka berpuasa itu, adalah menyedikitkannya. Dan orang yang meninggalkan memperbanyak obat karena takut daripada kemelaratannya, maka apabila beralih kepada memakan racun, adalah dungu. Dan yang haram itu, adalah racun yang membinasakan agama. Dan yang halal adalah obat, yang bermanfaat sedikitnya dan memberi melarat banyaknya. Dan maksud dari berpuasa itu, ialah menyedikitkannya. Telah bersabda Nabi saw: “Banyaklah orang yang berpuasa, yang tidak ada baginya daripada puasanya itu, selain lapar dan haus”. Maka ada orang yang mengatakan yaitu: orang yang berbuka dengan yang haram. Dan ada yang mengatakan, yaitu: yang menahan diri daripada makanan yang halal dan berbuka dengan daging manusia dengan pengupatan. Dan itu, adalah haram. Dan ada yang menyatakan, yaitu: orang yang memelihara anggotanya dari dosa.
         
Kelima: bahwa tidak membanyakkan makanan yang halal waktu berbuka, dimana rongganya penuh melimpah. Maka tidak adalah karung yang lebih dimarahi Allah ‘Azza Wa Jalla daripada perut yang penuh dengan yang halal. Bagaimanakah dapatnya memperoleh faedah daripada puasa, memaksakan musuh Allah dan menghancurkan hawa nafsu, apabila diperoleh oleh yang berpuasa ketika berbuka, apa yang tidak diperolehnya pada siang hari ? kadang-kadang bertambah lagi, dengan berbagai macam warna makanan, sehingga berjalanlah kebiasaan dengan menyimpan segala macam makanan itu untuk bulan Ramadlan. Maka dimakanlah segala makanan itu didalam bulan Ramadlan, apa yang tidak dimakan dalam bulan-bulan ini. Dan dimaklumi, bahwa maksud dari berpuasa, ialah mengosongkan perut dan menghancurkan hawa nafsu, untuk menguatkan jiwa kepada bertaqwa. Apabila perut ditolak daripada makanan, dari pagi hari sampai sorenya, sehingga perut itu bergolak keinginannya dan bertambah kuat kegemarannya, kemudian disuguhkan dengan makanan yang lezat-lezat dan kenyang, niscaya bertambahlah kelezatan dan berlipatgandalah kekuatannya serta membangkitlah dari nafsu syahwat itu, apa yang diharapkan tadinya tenang, jikalau dibiarkan diatas kebiasaan nya. Maka jiwa dan rahasia puasa, ialah melemahkan kekuatan yang menjadi jalan setan dalam mengembalikan kepada kejahatan. Dan yang demikian itu, tidak akan berhasil, selain dengan menyedikitkan makanan. Yaitu: memakan makanan yang dimakan tiap-tiap malam jikalau tidak berpuasa. Apabila dikumpulkan apa yang dimakan pada pagi hari, kepada apa yang dimakan pada malam, maka tidaklah bermanfaat dengan puasanya itu. Bahkan sebahagian daripada adab berpuasa, tidak membanyakkan tidur pada siang hari, sehingga dirasainya lapar dan haus. Dan dirasainya lemahnya kekuatan. Maka jernihlah ketika itu hatinya serta berkekalanlah pada tiap-tiap malam sekedar kelemahan, sehingga ringanlah mengerjakan shalat tahajjud dan wirid-wiridnya. Maka semoga setan tidak mengelilingi hatinya, lalu dapat ia memandang ke alam tinggi. Dan malam Lailatul-qadar, adalah malam yang terbuka padanya sesuatu dari alam malakut. Dan itulah yang dimaksudkan dengan firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya (Alquran) itu, kami turunkan pada malam Lailatul-qadar (malam kemuliaan)”, S 97 Al Qadr ayat 1. Barangsiapa menjadikan diantara hatinya dan dadanya, tempat penampung makanan, maka dia terhijab daripadaNya. Dan barangsiapa mengosongkan perutnya, maka yang demikian itu belum mencukupi untuk mengangkatkan hijab, sebelum cita-citanya kosong, dari selain Allah ‘Azza Wa Jalla. Dan itulah urusan seluruhnya. Dan pangkal semuanya itu, ialah menyedikitkan makanan. Dan akan datang untuk itu, penjelasan lebih lanjut dalam Kitab Makanan, insya Allah ‘Azza Wa Jalla.
         
Keenam: adalah hatinya sesudah berbuka, bergantung dan bergoncang diantara takut dan harap. Karena ia tidak mengetahui, apakah puasanya diterima, maka dia menjadi sebahagian orang muqarrabin(orang-orang mendekatkan diri kepada Allah) atau ditolak, maka dia menjadi sebahagian orang yang tercela (mamqqutin). Dan hendaklah ada seperti demikian, pada akhir tiap-tiap ibadah, yang baru selesai dikerjakan !
        
Diriwayatkan dari Al-Hasan bin Abil Hasan Al-Bashary, bahwa ia melewati suatu kaum, yang sedang tertawa besar. Maka ia berkata: “Bahwa Allah ‘Azza Wa Jalla menjadikan bulan Ramadlan, tempat persembunyian bagi makhlukNya, dimana mereka tetap padanya mentaatiNya. Maka dahululah suatu kaum, lalu mereka memperoleh kemenangan dan tertinggallah beberapa kaum, lalu merugilah mereka. Maka heran sekali bagi orang yang tertawa, yang bermain-main pada hari, dimana padanya memperoleh kemenangan orang yang telah dahulu dan merugi padanya orang-orang yang berjalan sia-sia. Demi Allah kalau terbukalah tutup, sungguh akan bekerja orang baik dengan berbuat kebaikan dan orang jahat dengan berbuat kejahatan. Artinya: “Adalah kegembiraan orang yang diterima amalannya, menjauhkan dia daripada bermain-main. Dan kesedihan hati orang yang tertolak amalannya, menutupkan baginya pintu ketawa”.
        
Dari Al-Ahnaf bin Qais, bahwa orang mengatakan kepadanya: “Bahwa tuan seorang yang sudah sangat tua dan puasa itu, melemahkan tuan”. Menjawab al-Ahnaf: “Saya menyediakan puasa itu untuk perjalanan jauh. Dan bersabar diatas mentaati Allah swt adalah lebih mudah daripada bersabar dari azabNya”. Maka inilah segala pengertian batiniyah dalam puasa. Kalau anda berkata, bahwa orang yang menyingkatkan saja dengan pencegahan keinginan perut dan kemaluan serta meninggalkan segala pengertian ini, maka telah berkata segala ulama fiqih, bahwa puasanya sah, maka apakah artinya ini ? Maka ketahuilah, bahwa para ulama fiqih zhahiriah adalah menetapkan syarat-syarat zhahiriah dengan dalil-dalil, yang lebih lemah dari dalil-dalil yang telah kami sebutkan dalam syarat-syarat batiniyah itu. Lebih-lebih tentang pengupatan dan semua yang menyamainya. Tapi tidaklah kepada para fuqaha zhahiriah (ahli fikih dunia) itu diberatkan, selain apa yang mudah kepada umum orang yang lalai, yang menghadapkan dirinya kepada dunia, yang masuk dibawahnya.
        
Adapun ulama akhirat, maka mereka bersungguh-sungguh dengan sahnya itu akan diterima. Dan dengan diterima, akan sampai kepada yang dimaksud. Mereka memahami, bahwa yang dimaksudkan dengan puasa, ialah berakhlak dengan salah satu dari akhlak Allah ‘Azza Wa Jalla, yaitu: tempat meminta dan mengikuti malaikat, tentang pencegahan dari hawa nafsu sedapat mungkin. Para malaikat itu, suci dari segala hawa nafsu. Dan manusia, derajatnya adalah diatas derajat hewan, karena kesanggupannya dengan nur akal, menghancurkan hawa nafsunya. Dan kurang dari derajat malaikat, karena berkuasa hawa nafsunya padanya. Serta ia dicoba dengan perjuangan  menghadapi hawa nafsu itu. Sewaktu manusia itu terjerumus kedalam hawa nafsu, maka ia menurun ketingkat yang paling bawah dan berhubungan dengan lumuran hewan. Dan sewaktu ia mencegah diri dari hawa nafsu, niscaya terangkatlah ia ketingkat yang paling tinggi dan berhubunganlah ia dengan tingkatan malaikat. Dan malaikat itu berdekatan dengan Allah ‘Azza Wa Jalla. Dan yang mengikuti para malaikat serta menyerupakan diri dengan perilakunya maka berdekatanlah ia dengan Allah ‘Azza Wa Jalla, sebagaimana dekatnya para malaikat itu. Karena menyerupai dengan orang yang dekat itu, maka menjadi dekat. Dan tidaklah dimaksudkan dengan dekat disitu, dengan tempat, tetapi dengan sifat. Apabila inilah rahasia puasa pada para ahli akal dan ahli hati, maka apakah faedahnya mengemudiankan suatu makan dan mengumpulkan dua makan ketika malam, serta membenamkan diri didalam hawa nafsu yang lain sepanjang hari ? dan kalaulah bagi yang seperti ini, ada faedahnya, maka apakah artinya sabda Nabi saw: “Berapa banyak orang yang berpuasa, yang tak ada puasanya, selain daripada lapar dan haus ?”.
        
Karena inilah, berkata Abud-Darda’: “Alangkah baiknya tidur dan berbuka orang-orang yang pandai ! bagaimanakah mereka tidak mencela puasa dan tidak tidur malam orang-orang bodoh ? sebiji sawi dari orang yang berkeyakinan dan bertaqwa, adalah lebih utama dan lebih kuat daripada seperti berbukit ibadah daripada orang-orang yang tertipu dengan dirinya. Dan karena itulah, berkata sebagian ulama: “Berapa banyak orang yang berpuasa, berbuka dan berapa banyak orang yang berbuka berpuasa ? orang yang berbuka puasa, ialah orang yang menjaga segala anggota tubuhnya dari dosa. Ia makan dan minum. Dan orang yang berpuasa berbuka, ialah orang yang lapar dan haus dan melepaskan segala anggota tubuhnya. Dan barangsiapa memahami akan arti dan rahasianya puasa, niscaya mengetahui, bahwa seumpama orang yang mencegah dirinya dari makan dan bersetubuh dan berbuka dengan bercampur aduk dengan dosa, adalah seperti orang yang menyapu salah satu daripada anggotanya pada wudlu’, dengan 3 kali. Maka sesungguhnya telah sesuai pada zhahir bilangannya, kecuali ia telah meninggalkan yang penting, yaitu: membasuh. Maka shalatnya tertolak lantaran kebodohannya. Dan seumpama orang yang berbuka puasa dengan makan dan ia mengerjakan puasa dengan segala anggota tubuhnya daripada segala yang makruh, adalah seperti orang yang membasuh segala anggota wudlu’nya sekali-kali, maka shalatnya diterima insya Allah. Karena kokohnya ia berpegang pada pokok, meskipun ia meninggalkan keutamaan.
       

Dan seumpama orang yang mengumpulkan diantara keduanya, adalah seperti orang yang membasuh tiap-tiap anggota wudlu’nya, tiga-tiga kali, maka ia telah mengumplkan diantara pokok dan kelebihan. Dan itu, adalah kesempurnaan namanya. Bersabda Nabi saw: “Bahwa puasa itu amanah, maka hendaklah dipelihara oleh seseorang kamu akan amanahnya”. Sewaktu Nabi saw membaca firman Allah ‘Azza Wa Jalla: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan amanah (barang-barang kepercayaan) kepada yang punya”. S 4 An Nisaa’ ayat 58, lalu Nabi saw meletakkan tangannya atas pendengaran dan penglihatannya, seraya bersabda: “Pendengaran itu amanah dan penglihatan itu amanah”. Jikalau tidaklah itu daripada amanah puasa, maka tidaklah Nabi saw bersabda: “Maka hendaklah ia mengatakan: bahwa aku ini berpuasa”. Artinya: bahwa aku simpankan lisanku supaya aku memeliharakannya. Maka bagaimanakah ia aku lepaskan dengan menjawab akan perkataan engkau ? jadi, telah teranglah, bahwa bagi tiap-tiap ibadah itu mempunyai zhahir dan bathin, kulit dan isi. Dan kulitnya itu mempunyai beberapa derajat dan bagi tiap-tiap derajat mempunyai beberapa lapisan. Maka kepadamulah sekarang, untuk memilih, apakah engkau cukupkan dengan kulit saja, tanpa isi atau engkau berpihak mencemplungkan diri kepada para ahli isi

Tiada ulasan: