Nukilan Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen
(TOKOH SUFI AGUNG DARI SRI LANKA)
Cinta kepada Allah ini adalah hal yang paling tinggi
sekali dan itulah tujuan kita yang terakhir. Kita telah berbicara berkenaan
bahaya kerohanian yang akan menghalangi cintakepada Allah dalam hati manusia,
dan kita telah berbicara berkenaan berbagai sifat-sifatyang baik sebagai keperluan
asas menuju Cinta Allah itu.
Kesempurnaan manusia itu terletak dalam Cinta kepada Allah
ini. Cinta kepada Allah ini hendaklah menakluki dan menguasai hati manusia itu
seluruhnya. Kalau pun tidak dapat seluruhnya, maka sekurang-kurangnya hati itu
hendaklah cinta kepada Allah melebihi cinta kepada yang lain.
Sebenarnya mengetahui Cinta Ilahi ini bukanlah satu hal
yang senang sehingga ada satu golongan orang bijak pandai agama yang langsung
menafikan cinta kepada Allah atau Cinta Ilahi itu. Mereka tidak percaya manusia
boleh mencintai Allah Subhanahuwa Taala karena Allah itu bukanlah sejenis
dengan manusia. Kata mereka; maksud Cinta Ilahi itu adalah semata-mata tunduk
dan patuh kepada Allah saja.
Sebenarnya mereka yang berpendapat demikian itu adalah
orang yang tidak tahu apakah hakikatnya agama itu.Semua orang Islam setuju
bahwa cinta kepada Allah (cinta Alloh) itu adalah satu tugas.Allah ada
berfirman berkenaan dengan orang-orang mukmin;
‖ Hai orang -orang yang beriman, barang siapa di antara kamu
yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang
Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut
terhadap orang yang mukmin,yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang
berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka
mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya,
dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. ―. (Al Maidah:54)
Nabi pernah
bersabda;
Belum sempurna iman seseorang itu hingga ia Mencintai Allah dan
Rasulnya lebihdaripada yang lain‖.
Apabila malaikat maut datang hendak mengambil nyawa Nabi
Ibrahim, Nabi Ibrahim berkata, Pernahkah
engkau melihat sahabat mengambil nyawa sahabat?‖
Allah berfirman,
Pernahkah engkau melihat sahabat tidak mau melihat sahabatnya?‖
Kemudian Nabi
Ibrahim berkata, Wahai Izrail! Ambillah nyawaku!‖
Doa ini diajar
oleh Nabi kepada sahabatnya;
Ya Allah, kurniakanlah kepada ku Cinta terhadap Mu dan Cinta
kepada mereka yang Mencintai mu, dan apa saja yang membawa aku hampir kepada
Cinta Mu, dan jadikanlah CintaMu itu lebih berharga kepadaku dari air sejuk
kepada orang yang dahaga.‖
Hasan Basri
berkata;
Orang yang kenal Alloh akan Mencintai Allah , dan orang
yang mengenal dunia akan benci kepada dunia itu‖.
Sekarang marilah kita membicarkan pula berkenaan dengan
keadaan cinta itu. Bolehlah ditafsirkan bahwa cinta itu adalah kecenderungan
kepada sesuatu yang indah atau nyaman. Ini nyata sekali pada dari yang lima
(pancaindera) yaiitu tiap-tiap satunya mencintai apa yang memberi keindahan
atau kepuasan kepadanya. Mata cinta kepada bentuk-bentuk yang indah. Telinga
cinta kepada bunyi-bunyinya yang merdu, dan sebagainya. Inilah jenis cinta yang
kita miliki dan binatang pun memilikinya.
Tetapi ada dari yang keenam atau keupayaan pandangan yang
terletak dalam hati, dan ini tidak ada pada binatang. Dengan melalui inilah
kita mengenal keindahan dan keagungan keruhanian. Oleh karena itu, mereka yang
terpengaruh dengan kehendak-kehendak jasmaniah dan kedunian saja tidak dapat
mengerti apa yang dimaksudkan oleh Nabi apabila baginda berkata bahwa baginda
cinta kepada sembahyang melebihi dari cintanya kepada perempuan dan bau harum
wangi, meskipun perempuan dan wangi-wanginya itu disukai juga oleh baginda.
Tetapi siapa yang mata batinnya terbuka untuk melihat keindahan
dan kesempurnaan Ilahi akan memandang rendah kepada semua hal-hal yang zhahir
walau bagaimanapun cantiknya sekalipun. Orang yang memandang zhahir saja akan
berkata bahwa kecantikan itu terletak pada warna kulit yang putih dan merah,
kaki dan tangan yang eloknya dan sebagainya lagi, tetapi orang ini buta kepada
kecantikan akhlak, seperti apa yang dikatakan orang bahwa seseorang itu mempunyai
sifat-sifat akhlak yang indah‖.
Tetapi bagi mereka yang mempunyai pandangan batin dapat
mencintai orang-orang besar yang telah kembali kealam baka, seperti Khalifah
Umar dan Abu Bakar misalnya, karena kedua-dua orang besar ini mempunyai
sifat-sifat yang agung dan mulia, meskipun tubuh mereka telah aancur menjadi
tanah. Cinta seperti ini bukan memandang kepada sifat-sifat zhohir saja,tetapi
memandang kepada sifat-sifat batin. Bahkan apabila kita hendak menimbulkan
cintadalam hati kanak-kanak terhadap seseorang, maka kita tidak memperihalkan
keindahanbentuk zhahirnya, dan lain-lain, tetapi kita perihalkan
keindahan-keindahan batinnya. Apabila kita gunakan prinsip ini terhadap cinta
kepada Allah, maka kita akan dapati bahwa Dia sajalah sepatutnya kita Cinta.
Mereka yang tidak mencintai Allah itu ialah karena mereka tidak mengenal Allah
itu.
Apa saja yang kita cinta kepada seseorang itu, kita
cintai karena itu adalah bayangan Allah. Karena inilah kita cinta kepada
Muhammad Saw karena baginda adalah Rasul dan kekasih Allah, dan cinta kepada
orang-orang alim dan orang-orang auliya itu adalah sebenarnya cinta kepada Allah.
Kita akan lihat ini lebih jelas jika kita perhatikan apakah sebab-sebabnya yang
menyemarakkan cinta.Sebab pertama ialah, bahwa seseorang itu cinta kepada
dirinya sendiri dan menyempurnakan keadaannya sendiri.
Ini membawanya secara langsung menuju Cinta kepada Allah,
karena wujudnya dan sifatnya manusia itu adalah semata-mata Kurniaan Allah
saja. Jika tidaklah karena kehendak Allah Subhanahuwa Taala dan KemurahanNya, manusia
tidak akan zhahir ke alam nyata itu. Kejadian manusia itu dan pencapaian menuju
kesempurnaan adalah juga dengan kurnia Allah semata. Sungguh aneh jika
seseorang itu berlindung ke bawah pohon dari sinar matahari tetapi tidak
berterima kasih kepada pohon itu.Begitu jugalah jika tidaklah karena Allah,
manusia tidak akan wujud dan tidak akan ada mempunyai sifat-sifat langsung.
Oleh karena itu, kenapa manusia itu tidak Cinta kepada Allah? Jika tidak cinta
kepada Allah berarti ia tidak mengenalNya. Tanpa mengenalNya orang tidak akan
Cinta kepadaNya, karena Cinta itu timbul dari pengenalan . Orang yang bodoh
saja yang tidak mengenal.
Sebab yang kedua ialah, bahwa manusia itu cinta kepada
orang yang menolong dan memberi kurnia kepada dirinya. Pada hakikatnya yang
memberi pertolongan dan kurnia itu hanya Allah saja. Sebenarnya apa saja
pertolongan dan kurnia dari makhluk atau hambaitu adalah dorongan dari Allah
Subhanahuwaa Taala juga. Apa saja niat hati untuk membuat kebaikan kepada orang
lain, sama ada keinginan untuk maju dalam bidang agama atau untuk mendapatkan
nama yang baik, maka Allah itulah pendorong yang menimbulkan niat, keinginan
dan usaha untuk mencapai apa yang dicinta itu
Sebab yang ketiga ialah cinta yang ditimbulkan dengan
cara renungan atau tafakur tentang Sifat-sifat Allah, Kuasa dan
KebijaksanaanNya. Dan bermula Kekuasaan dan kebijaksanaan manusia itu adalah
bayangan yang amat kecil dari Kekuasaan dan Kebijaksanaan Allah Subhanahuwa
Taala juga. Cinta ini adalah seperti cinta yang kita rasakan terhadap
orang-orang besar di zaman dulu, misalnya Imam Malik dan Imam Syafie meskipun
kita tidak akan menyangka menerima sebarang faedah pribadi dari mereka itu, dan
dengan itu adalah jenis yang tidak mencari untung. Allah berfirman kepada Nabi
Daud,
“Hamba yang paling aku Cintai ialah mereka yang mencari Aku
bukan karena takut hukumKu atau hendakkan KurniaanKu, tetapi adalah semata-mata
karena Aku ini Tuhan.‖
Dalam kitab Zabur
ada tertulis,
“Siapakah yang lebih melanggar batas daripada orang yang
menyembahKu karena takutkanNeraka atau berkehendakkan Syurga? Jika tidak aku
jadikan Surga dan Neraka itu tidakkah Aku ini patut disembah?‖
Sebab yang keempat berhubungan dengan cinta ini ialah
karena keterikat yang erat antara manusia dan Tuhannya, yang maksudkan oleh
Nabi dalam sabdanya :
“Sesungguhnya Alloh jadikan manusia menurut bayanganNya‖
Selanjutnya Allah
berfirman;
“HambaKu mencari kehampiran denganKu, supaya Aku jadikan dia
kawanKu, dan bila Aku jadikan ia kawanku, jadilah Aku telinganya, matanya dan
lidahnya‖.
Allah berfirman
juga kepada Nabi Musa;
“Aku sakit, engkau tidak mengungjungiKu.‖ Nabi Musa menjawab,
―Aahai Tuhan, Engkauitu Tuhan langit dan bumi, bagaimana engkau boleh sakit?‖
Alloh menjawab, “Seorang hambaKu sakit, kalau engkau mengunjungi dia, maka
engkau mengunjungi Aku.‖
Ini adalah satu hal yang agak bahaya hendaklah dikaji
lebih dalam karena ia tidak terjangkau oleh pengetahuan orang awam, bahkan yang
bijak pandai pun mungkintumbang dalam perjalanan hal ini, lalu menganggap ada
penzhahiran atau penjelmaanTuhan dalam manusia. Tambahan pula hal kemiripan
hamba dengan Tuhan ini dibantah oleh Alim Ulama‘ yang tersebut diatas dulu
karena mereka berpendapat bahwa manusia itu tidak dapat mencintai Allah oleh
sebab Alloh bukan sejenis manusia. Walau pun berapajauh jaraknya antara mereka,
namun manusia boleh mencintai Alloh karena yangkemiripan itu ada ditunjukkan
oleh sabda Nabi :
“Allah
jadikan manusia menurut rupanya.‖
Dan kataku pula (suluk), untuk mendapat dan menjejaki
maksud sabda Nabi yang penuh dan melimpah dengan lautan hikmah zhahir dan batin
ini, perlulah diambil pengajaran dari kalangan ulama yang muqarrabin yang
arifbillah dari kalangan Aulia Allah yang apabilaaberbicara, hanya akan
mengungkapkan sesuatu yang didatangi dari Alam Tinggi, bukan beralaskan sesuatu
kepentingan atau pengaruh hawa nafsunya. Ilmu mereka adalah pencampakkan Ilham
dari Allah Taala yang didapati terus dari Allah sebagaimana yang telah
ditegaskan oleh Imam Ghazali dalam karyanya Al-Risalutul lil Duniyyah
sebagaimana berikut;
Ilham adalah kesan Wahyu.
Wahyu adalah penerangan Urusan Ghaibi manakala Ilham ialah pemaparannya. Ilmu
yang didapati menerusi Ilham dinamakan Ilmu Laduni.Ilmu Laduni ialah ilmu yang
tidak ada perantaraan dalam mendapatkannya di antara jiwadan Allah Taala. Ia
adalah seperti cahaya yang datang dari lampu Qhaib jatuh ke atasQalbu yang
bersih, kosong lagi halus (Lathif)
Semua orang Islam percaya bahwa memandang Allah itu
adalah puncak segala kebahagiaan karena ada tercatat dalam hukum. Tetapi bagi
kebanyakan orang, ini adalah berbicara dimulut saja yang tidak menimbulkan rasa
dalam hati.
Sebenarnyalah begitu karena bagaimana orang dapat
menyintai sesuatu jika ia tidak tahu dan tidak kenal? Kita akan coba
menunjukkan secara ringkas bagaimana memandang Allah itu puncak segala kebahagiaan
yang bisa dicapai oleh manusia.
Pertama
,
tiap-tiap bakat atau anggota manusia itu ada tugas-tugasnya masing-masing dan ia
merasa tertarik dan suka menjalankan tugas itu. Ini serupa saja sejak dari
kehendak tubuh yang paling rendah hinggalah kepada pengetahuan akal yang paling
tinggi. Usaha mental (otak) yang paling rendah pun mendatangkan ketertarikan
yang lebih dari hanya memuaskan kehendak tubuh saja. Kadang-kadang seseorang
yang khusuk bermain catur tidak mau makan meskipun ia berkali-kali dipanggil
untuk makan.Makin tinggi hal pengetahuan kita itu, maka makin bertambah menarik
dan sukalah kita mengusahakan hal itu. Misalnya kita lebih berminat untuk
mengetahui rahasia Sultan dan rahasia menteri.
Dengan demikian, oleh karena Allah itu adalah objek atau
hal pengetahuan yang paling tinggi, maka mengenal atau mengetahui Allah itu
mestilah memberi kebahagiaan dan kelezatan lebih daripada yang lain-lain. Orang
yang mengetahui dan mengenal Allah walaupun dalam dunia ini. seolah-olah di
dalam syurga, buah-buahan bebas untuk dipetik, dalam lebarnya tidak disempitkan
oleh penghuninya yang ramai itu.
Firman Allah SWT :
‖ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang
yang bertakwa ‖ (Al Imran:133)
Tetapi kenikmatan
ilmu atau pengetahuan masih tidak menyamai atau menyerupai kenikmatan pandangan
sebagaimana ketertarikan kita dalam memikirkan mereka yang bercinta adalah
lebih rendah daripada ketertarikan yang diberi oleh memandangnya dengan benar.Terpenjaranya kita dalam tubuh
kita dari tanah dan air dan terbelenggu kita dalam hal-hal indera (pancaindera)
menjadikan hijab yang melindungi kita daripada memandang Allah , meskipun tidak
menghalang pencapaian kita kepada mengetahui dan mengenalNya. Karena inilah Allah
berfirman kepada Nabi Musa di Gunung Sinai, Dan tatkala Musa datang untuk
(munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah
berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: “YaTuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku
dapat melihat kepada Engkau‖.
Tuhan berfirman: “Kamu sekali -kali
tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu,maka jika ia tetap di
tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku‖.
Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu,
dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah
Musa sadar kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku
orang yang pertama-tama beriman‖. (AlAraaf:143)
Hakikat hal ini adalah sebagaimana benih manusia itu
menjadi manusia, dan biji tamar menjadi pohon tamar, begitu jugalah mengenal
Allah yang diperoleh di dunia ini akan bertukar menjadi Memandang Allah‖ di
akhirat kelak, dan mereka yang tidak mempelajari pengetahuan itu tidak akan
mendapat pandangan itu. Pandangan ini tidakakan dibagi-bagikan sama rata kepada
mereka yang tahu tetapi konsep pemahaman mereka tentangnya akan berbeda-beda
sebagaimana ilmu mereka.Allah itu Satu tetapi ia kelihatan dengan
berbagai-bagai cara, sebagaimana satu benda itu terbayang dalam berbagai cara
dalam berbagai cermin.
Ada yang lurus, ada yang bengkok,ada yang terang dan ada
yang gelap. Sesuatu cermin itu mungkin terlalu bengkok dan ini menjadikan
bentuk-bentuk yang cantik kelihatan buruk dalam cermin itu. Seseorang manusia
itu mungkin membawa ke akhirat hati yang gelap dan bengkok, dan dengan itu pandangan
yang menjadi puncak kedamaian dan kebahagiaan kepada orang lain, akan menjadi
sumber kesengsaraan dan kedukaan kepadanya. Orang yang Menyintai Allh sepenuh
hati dan Cintanya kepada Allah melebihi Cintanya kepada yang lain akan
memperolehi lebih banyak kebahagiaan daripada pandangan melebihi daripada
mereka yang dalam hatinya tidak ada pandangan ini.
Umpama dua orang yang kekuatan matanya sama saja
memandang kepada wajah yang cantik. Orangyang telah ada cintanya kepada orang
yang memiliki wajah itu akan merasa tertarik dan bahagia memandang wajah itu
melebihi dari orang yang tidak ada cintanya kepada orangyang mempunyai wajah
itu.Untuk kebahagiaan yang sempurna, ilmu saja tidak tidaklah cukup. Hendaklah
disertakan dengan Cinta. Cinta kepada Allah itu tidak akan tercapai selagi hati
itu tidak dibersihkan daripada cinta kepada dunia. Pembersihan ini dapat
dilakukan dengan menahan diri darihawa nafsu yang rendah dan bersikap zuhud. Semasa
dalam dunia ini, keadaan seseorang itu terhadap Memandang Allah‖ adalah ibarat orang
yang cinta yang melihat muka orang yang yang dicintai dalam waktu senja kala
dan pakaiannya penuh dengan penyengat dan kalajengking yang senatiasa
menggigitnya.
Tetapi sekiranya matahari terbit dan menunjukkan muka
yang dicintai dengan segala keindahannya, dan penyengat serta kala itu telah
pergi darinya, maka kebahagiaan orang yang cinta itu adalah seperti hamba Allah
yang terlepas dari gelap senja dan azab cobaandi dunia ini, lalu melihat dia
tanpa hijab lagi .
Abu Sulaiman berkata;
“Siapa yang sibuk dengan dirinya sendiri saja di dunia ini, akan
sibuk juga dengan dirinyadi akhirat kelak, dan siapa yang sibuk dengan Alloh di
dunia ini akan sibuk juga dengan Alloh di akhirat kelak‖.
Yahya bin Mu‘adz
menceritakan;
“Saya lihat Abu
Yazid Bustomin sembahyang sepanjang malam. apabila beliau telah habis sembahyang,
beliau berdoa dan berkata :
“Oh Tuhan!!! Setengah dari hambaMu meminta padaMu kuasa
untuk membuat sesuatu yang luar biasa (karamat) seperti berjalan di atas air,
terbang di udara, tetapi aku tidakmeminta itu; ada pula yang meminta harta
karun, tetapi aku tidak meminta itu, kemudian ia memalingkan mukanya dan
setelah dilihatnya saya, ia berkata; “Kamu di situYahya?‖ Saya menjawab; “Ya!‖
Beliau bertanya lagi; “Sejak bila?‖ Saya menjawab;”Telah lama saya di sini‖
Kemudian saya bertanya dan beliau menceritakan kepada sayasetengah daripada
pengalaman keruhaniannya.
“Saya akan menceritakan‖ Jawab beliau. Apa yang boleh saya ceritakan kepadamu, Allah Subhahahuwa
Taala menunjukkan aku kerajaanNya dari yang paling tinggi hingga ke
palingrendah. DiangkatNya saya melampaui Arash dan Kursi dan tujuh petala
langitnya, kemudian Ia (Allah) berkata;”Pintalah
kepadaKu apa saja yang engkau kehendaki‖.
Saya menjawab; “Ya
Alloh!!! tidak akan saya minta apa pun melainkan Engkau‖.
JawabNya (Allah) :
“Sesungguhnya engkau hambaKu yang sebenar benarnya‖.
Pada suatu ketika
pula Abu Yazid berkata:
“Sekiranya Allah mengkaruniakan engkau kemiripan
denganNya seperti Ibrahim, kekuasaan Sholat Musa, keruhanian Isa, namun wajahmu hadapkanlah kepada Dia saja
karena ia ada harta yang melampaui segala-galanya itu‖
Suatu hari seorang
sahabatnya berkata kepada beliau; “Selama tiga puluh tahun saya puasa di siang
hari dan sembahyang di malam hari tetapi saya tidak dapati kenikmatan keruhanian
yang engkau katakan itu‖.
Abu Yazid
menjawab; “Jika engkau puasa dan
sembahyang selama tiga ratus tahun pun,engkau tidak akan mendapatkannya‖.
Sahabatnnya
berkata; “Bagaimanakah itu?‖
Kata Abu Yazid; “obatnya
ada tetapi engkau tidak akan sanggup menelannya obat itu‖.
Tetapi oleh karena sahabatnya itu bersungguh-sungguh
benar meminta supaya diceritakan,Abu Yazid pun berkata;
“Pergilah kepada tukang gunting dan cukurlah janggutmu
itu; buanglah pakaianmu itukecuali seluar dalam saja. Ambil satu kampit penuh
yang berisi Siapa yang mau menempeleng kuduk leherku dia akan mendapat buah
ini‖ Kemudian dalam keadaan inipergilah kepada Kadi dan ahli syariat dan berkata;
“Berkatilah Ruhku‖.
Kata sahabatnya;
―Tidak sanggup saya berbuat demikian, berilah saya cara yang lain‖.
Abu Yazid pun berkata; “Inilah saja caranya, tetapi seperti yang telah saya katakan kamu ini
tidak dapat diobat lagi‖.
Sebab Abu Yazid berkata demikian kepada orang itu ialah
karena orang itu sebenarnya pencari pangkat dan kedudukan. Bercita-cita hendak
pangkat dan kedudukan seperti bersikap sombong dan bangga adalah penyakit yang
hanya dapat diobat dengan cara yang demikian itu.Allah berfirman : “Hai
orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong (agama)
Allahsebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya
yang setia: “Siapakah yang akan menjadi penolong -penolongku (untuk menegakkan
agama) Allah?‖
Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: “Kami lah
penolong -penolong agama Allah‖, lalu segolongan dari Bani Israel beriman dan
segolongan (yang lain) kafir; maka kami berikankekuatan kepada orang-orang yang
beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu merekamenjadi orang-orang yang
menang. (Ash Shaff:14)
Apabila orang bertanya kepada Nabi Isa; “Apakah kerja
yang paling tinggi sekali derajatnya?‖ Beliau menjawab; “Mencintai Allah dan tunduk kepadaNya‖.
Suatu ketika orang
bertanya kepada Wali Allah bernama Rabi‘atul Adawiyah sama ada beliau cinta
kepada Nabi Muhammad SAW. Beliau menjawab; ‖ Cinta kepada Allah menghalang aku
cinta kepada makhluk‖.
Ibrahim bin Adham
dalam doanya berkata; ―Ya Allah! pada mataku syurga itu sendiri lebih kecil
dari unggas jika dibandingkan dengan Cintaku terhadapMu dan kenikmatan mengingatiMu
yang Engkau telah kurniakan kepadaku‖.
Siapa yang menganggap ada kemungkinan menikmati
kebahagiaan di akhirat tanpa mencintai Allah adalah orang yang telah jauh sesat
anggapannya, karena segala-galanya diakhirat itu adalah kembali kepada Allah
dan Allah itulah alamat yang dituju dan dicapaisetelah melalui halangan yang
tidak terhingga banyaknya. Nikmat memandang Allah itu adalah kebahagiaan. Jika
seseorang itu tidak suka kepada Allah di sini, maka di sana pun iatidak suka
juga kepada Alloh. Jika sedikit saja sukanya kepada Allah di sini, maka sedikit
jugalah sukanya kepada Allah di sana .
Pendeknya, kebahagiaan kita di akhirat adalah tergantung
pada kadar Cintanya kita kepada Allah di dunia ini. Sebaliknya jika dalam hati
manusia itu ada tumbuh cinta kepada apa saja yang berlawanan dengan Allah, maka
keadaan hidup di akhirat sana akan berlainan dan ganjil sekali kepadanya dan
dengan ini apa saja yang mendatangkan kebahagiaan kepada orang lain, akan
mendatangkan azab sengsara kepadanya. Mudah-mudahan Allah lindungi kita dari terjadi
sedemikian itu.Ini bolehlah kita gambarkan dengan misalnya seperti berikut :
Seorang pengangkut sampah pergi ke kedai yang menjual minyak
wangi. Apabila beliau membawa bau-bauan yang harum wangi itu, ia pun jatuh dan
tidak sadar diri. Orang pun datang hendak memberi pertolongan kepadanya. Air
dipercikkan kemukanya dan dihidungnya diletakkan kasturi. Tetapi beliau
bertambah parah. Akhirnya datanglah seorang pengangkut sampah juga, lalu
diletakkan sedikit sampah kotor di bawah hidung orang yang pingsan itu. Dengan
segera orang itu pun sadar semula sambil berseru dengan rasa puas hati, ―Wah!
Inilah sebenarnya wangi!‖
Demikian jugalah,
ahli dunia tidak akan menjumpai lagi karat dan kotor dunia ini diakhirat.
Kenikmatan keruhaniah alam sana berlainan sekali dan tidak sesuai dengan kehendaknya.
Maka ini menjadikannya bertambah parah dan sengsara lagi. karena alam sana itu
adalah alam ruhaniah dan penzhahiran Jamal (keindahan) Allah SubhanahuwaTaala.
Berbahagialah mereka yang ingin mencapai kebahagiaan di
sana itu dan menyesuaikan dirinya dengan alam itu. Semua sikap zahud, menahan
diri ibadah, menuntut ilmu adalah bertujuan untuk mencapai penyesuaian itu dan
penyesuaian itu adalah cintanya. Inilah maksud Al-Quran:
…….., Sesungguhnya Allah menyukai orang -orang yang tobat dan
menyukai orang-orang yang menyucikan diri.(Al Baqarah:222)
Dosa dan maksiat sangat bertentang dengan masalah ini. Oleh
karena itulah tercantum dalam Al-Quran: Dan hanya kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi. Dan
pada hari terjadinya kebangkitan, akan rugilah pada hari itu orang-orang yang
mengerjakan kebatilan. (Al Jaatsiyah:27)
Orang yang dikaruniai dengan mata keruhanian telah nampak
hakikat ini dalam rasa pengalaman mereka bukan hanya kata-kata yang diterima
turun-menurun sejak dahulu lagi.
Pandangan mereka itu membawa kepercayaan bahwa orang yang berkata demikian adalah
sebenarnya Nabi, ibarat orang yang mengkaji ilmu pengobatan, akan tahu adakah orang
yang berbicara berkenaan pengobatan itu sebenarnya dokter ataupun bukan. Ini adalah
jenis keyakinan yang tidak perlu dibantu dengan mukjizat atau perbuatan yang diluar
kebiasaan karena yang demikian pun dapat dilakukan juga oleh tukang sihir atau tukang
silap mata.
Apa yang Tuhan inginkan Ada sebuah fase ketika seorang
pejalan dan orang-orang yang percaya mesti sejenak berhenti, barangkali di
antara jeda-jeda nafas ini: apa yang sebenarnya Tuhan inginkan? Apakah diam
saja bagai emas atau berbicara? Apakah tetap tinggal atau hijrah? Apakah mesti
ke dokter atau biarkan saja? Apakah sekolah lagi atau bekerja? Apakah mesti memberinya
atau membiarkannya? Yang mana yang Ia maui? Pertanyaan serupa diajukan di
sebuah diskusi bersama Bawa Muhaiyaddeen (seorang sufi asal Srilanka), terekam
di (dan diterjemahkan dengan semena-mena tanpa ijin dari) buku.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan