Catatan Popular

Sabtu, 15 Ogos 2015

KITAB MADARIJUS SALIKIN SIRI 23 : KESAKSIAN ATAS TINDAKAN HAMBA



Oleh Ibn Qayyim Al Jauziyah



Ada tiga belas kesaksian terhadap tindakan hamba:

1. Unsur hewani dan mengumbar nafsu
2. Memenuhi ilustrasi naluri dan tuntutan instink
3. Berbuat di luar kehendak
4. Takdir tidak mempunyai campur tangan
5. Hikmah
6. Taufik dan penelantaran
7. Tauhid
8. Asma' dan sifat
9. Iman dan pendukung-pendukungnya
10.Rahmat
11.Kelemahan dan ketidak berdayaan
12.Kehinaan, kepasrahan dan kebutuhan
13.Kecintaan dan ubudiyah


Empat yang pertama merupakan kesaksian dari orang-orang yang
menyimpang, delapan yang lainnya dari orang-orang yang istiqamah, dan
yang tertinggi adalah kesaksian kesepuluh. Uraian tentang masalah ini
merupakan inti kandungan buku ini dan paling bermanfaat bagi setiap
pembaca, yang tak pernah saya bahas dalam buku-buku lain kecuali di
dalam Safarul-Hijratain Fi Thariqil-Hijratain. Inilah uraian masingmasing.


1. Kesaksian Hewani dan Pemenuhan Nafsu

Kesaksian unsur hewani dan pemuasan nafsu merupakan kesaksian
orang-orang bodoh, yang membuat mereka tidak berbeda dengan semua
jenis hewan kecuali dalam postur dan cara bicara. Hasrat mereka hanya
untuk mendapatkan nafsu, entah dengan cara apa pun. Jiwa mereka adalah
jiwa hewan dan tidak pernah naik ke derajat manusia, apalagi derajat
malaikat. Tapi keadaan masing-masing orang di antara mereka berbedabeda
tergantung dari perbedaan unsur hewani yang menjadi sifat dan tabiat
mereka.
Di antara mereka ada yang memiliki unsur anjing. Andaikan dia
menemukan bangkai yang bisa mengenyangkan seribu anjing, niscaya dia
akan menguasainya dan tidak memberikan kesempatan kepada anjinganjing
lain untuk mencicipinya. Dia akan menyalak untuk mengusir
anjing-anjing yang lain. Sehingga anjing-anjing lain tidak bisa mendekati
bangkai itu kecuali dengan cara paksa atau mengalahkannya. Hasratnya
yang terpenting adalah mengenyangkan perutnya sendiri, entah dengan
makanan apa pun, bangkai atau disembelih, baik atau buruk, dan dia tidak
perlu malu karena mengkonsumsi makanan yang buruk. Jika engkau
membawanya serta, maka dia akan mengulurkan lidah, dan jika engkau
meninggalkannya, dia juga tetap akan mengulurkan lidah. jika engkau
memberinya makanan, maka dia akan mengibas-ngibaskan ekor-nya dan
berputar-putar di sekelilingmu, namun jika engkau tidak memberinya
makan, maka dia akan menyalak di hadapanmu.
Di antara mereka ada yang jiwanya seperti keledai, yang tidak diciptakan
kecuali untuk diberi makan dan dipekerjakan. Jika porsi makanan-nya
bertambah, maka porsi kerjanya juga harus bertambah. Keledai merupakan
hewan yang paling sedikit bicaranya dan paling bodoh. Karena itu Allah
mengumpakan orang bodoh ini dengan keledai yang membawa Al-Kitab.
Sekalipun dia membawanya, tapi dia tidak mengetahui, mema-hami dan
tidak bisa mengamalkannya. Sementara Allah mengumpamakan ulama
yang buruk seperti anjing. Dia diberi pengetahuan tentang ayat-ayat
Allah, namun dia menyingkirinya dan lebih suka mengikuti hawa
nafsunya.
Di antara mereka ada yang jiwanya seperti hewan buas yang selalu
mengumbar amarahnya. Hasratnya adalah bermusuhan dengan orangorang
lain, memaksa mereka dengan kekuatannya.
Di antara mereka ada yang jiwanya seperti tikus, yang memiliki
tabiat yang kotor dan mendatangkan kerusakan bagi apa pun yang ada di
sekitarnya.
Di antara mereka ada yang jiwanya seperti hewan yang beracun dan
menyengat, seperti ular, kalajengking dan lain-lainnya. Bahkan dengan
matanya pun dia bisa menimbulkan bencana bagi orang lain. Jiwanya
bergolak karena amarah dan dorongan rasa dengki dan kesombong-an.
Sementara korbannya dicari kelengahannya. Matanya menyengat seperti
ular yang menyengat bagian tubuh manusia yang tidak tertutup. Setiap
orang bisa menjadi korbannya, karena itu mereka harus melindungi
dirinya dengan baju besi dan tameng, berupa dzikir-dzikir seperti yang
disebutkan di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Tapi jika seseorang merasa
bahwa dia akan menimpakan bahaya kepada orang Iain yang terpancar
lewat matanya, maka dia harus bisa menahan dan menguasainya. Karena
di antara jiwa manusia itu ada yang seperti jiwa hewan, maka begitulah
penafsiran Sufyan bin Uyainah terhadap surat Al-An'am: 38,

"Dan, tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung
yang terbang dengan sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti
kalian."

Pengumpamaan ini menjadi rujukan bagi para pena'wil mimpi,
karena orang yang bermimpi melihat hewan tertentu dalam mimpinya.
Bahkan tidak jarang mimpi-mimpi ini juga kita alami sendiri dan me-mang
ada kesesuaian dengan kejadian sesungguhnya, dan ternyata ta'wil itu juga
sesuai dengan karakter hewan yang dilihat dalam mimpi. Sewaktu perang
Uhud Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bermimpi melihat sapi yang
disembelih. Kejadian yang sesungguhnya, banyak orang Mukmin yang
dibunuh orang-orang kafir. Sementara titik kesesuaiannya, sapi adalah
binatang yang paling banyak manfaatnya bagi kehidupan di dunia, di
samping postur badannya yang tinggi, besar, namun mudah dikendalikan
dan tunduk. Sedangkan Umar bin Al-Khaththab bermimpi dirinya
dipatuki ayam sebanyak tiga kali, hingga kemudian dia dibunuh Abu
Lu'lu'ah. Ayam merupakan hewan peliharaan selain bangsa Arab, seperti
Abu Lu'lu'ah yang bukan dari bangsa Arab.
Di antara manusia ada yang jiwanya seperti babi. Dia melewati barang-
barang yang bagus, tapi menoleh pun tidak. Namun jika ada orang
yang membuang sampah, maka dia akan menyantapnya hingga habis.
Banyak orang yang mendengar dan melihat hal-hal yang baik pada dirimu,
jauh lebih banyak dari keburukan-keburukanmu. Namun dia tidak
menjaganya dan tidak menceritakannya seperti kenyataannya. Tapi jika
dia melihat sesuatu yang buruk atau aib, maka dia akan menjadikannya
sebagai santapan yang empuk.
Di antara mereka ada yang memiliki tabiat burung merak, yang
membungkus dirinya dengan bulu-bulunya yang cantik dan menarik serta
besolek, namun di dalamnya tidak ada apa-apa.
Di antara mereka ada yang memiliki tabiat seperti onta, hewan yang
paling pendengki dan paling kasat hatinya.
Di antara mereka ada yang memiliki tabiat seperti beruang, tidak
banyak bicara namun sangat jahat. Dan, masih banyak hewan-hewan lain
yang mengindikasikan sifat manusia.
Namun di antara tabiat hewan yang paling terpuji adalah tabiat
kuda, yang jiwanya paling baik dan tabiatnya paling mulia. Begitu pula
kambing. Maka siapa yang dirinya mempunyai kemiripan dengan hewanhewan
ini, maka seakan-akan dia telah mengambil tabiat dan sifat
darinya. Jika dia mengkonsumsi dagingnya, maka kemiripan itu tampak
lebih nyata. Karena itu Allah mengharamkan daging hewan buas, karena
dengan memakan dagingnya, bisa menimbulkan kemiripan dengannya.
Dengan kata lain, siapa yang memiliki kesaksian-kesaksian ini,
maka mereka tidak memiliki kesaksian selain kecenderungan terhadap
jiwa dan nafsunya, sehingga mereka tidak mengenal yang selain itu.


2. Kesaksian Ilustrasi Naluri dan Tuntutan Instink

Seperti kesaksian orang-orang zindiq dan filosof. Mereka
menganggap ilustrasi naluri ini merupakan tuntutan diri manusia.
Komposisi diri manusia itu terdiri dari empat tabiat yang kemudian
bercampur sesuai dengan campuran masing-masing, sebagian bisa
mengalahkan sebagian yang lain dan ada yang menyimpang dari
kewajarannya, tergan-tung dari proses pencampuran itu. Komposisi
dirinya yang terdiri dari badan, jiwa, naluri dan campuran-campuran
unsur hewan, dikuasai oleh pengaruh naluri dan ilustrasi instink ini, yang
tidak bisa diatur kecuali dengan pengatur tertentu, entah berasal dari
dirinya atau dari luar dirinya. Sementara mayoritas manusia tidak
mempunyai pengatur dari dirinya sendiri. Kebutuhannya terhadap
pengatur di atas dirinya membuat dirinya berada di bawah kekuasaannya,
seperti kebutuhan manusia terhadap makan, minum dan pakaian. Maka
selagi orang yang berakal mempunyai pengatur dari dirinya, maka dia
tidak memerlukan perintah, larangan dan kontrol dari orang selain dirinya.
kesaksian pada diri mereka berasal dari aktivitas jiwa yang bisa memilih
apa pun yang hendak dipilihnya sendiri, yang tentunya tidak lepas dari
kejahatan, seperti aktivitas naluri yang memaksanya, yang tentunya harus
menerima perubahan.


3. Kesaksian fabariyah

Mereka mempersaksikan bahwa tindakan mereka sudah ditetap-kan,
sehingga semua tindakan terjadi begitu saja di luar kekuasaan mereka.
Bahkan mereka tidak mau mempersaksikan bahwa semua itu merupakan
tindakan mereka sendiri. Mereka berkata, "Pada hakikatnya seseorang
bukanlah sang pelaku dan juga tidak berkuasa. Pelakunya adalah orang
selain dirinya dan siapa yang menggerakkannya. Dia hanya sekedar
sebagai alat, dan tindakannya seperti angin yang berhembus atau seperti
gerakan pohon yang dihembus angin. Jika tindakan mereka diingkari,
maka mereka berhujjah dengan takdir. Bahkan mereka sangat berlebihan
dalam masalah ini, sehingga menganggap semua tindakan mereka
merupakan ketaatan, yang baik maupun yang buruk.


4. Kesaksian Qadariyah

Mereka mempersaksikan bahwa semua tindak kejahatan dan dosa
berasal dari diri manusia dan mutlak berdasarkan kehendaknya, semen-tara
Allah tidak mempunyai kehendak apa pun dan tidak mempunyai
ketetapan takdir terhadap tindakan manusia, tidak pula kuasa memberi
petunjuk maupun menyesatkan, tidak kuasa memberikan ilham petun-juk
dan kesesatan. Manusia menciptakan perbuataannya tanpa ada sangkut
pautnya dengan kehendak Allah.
Kesaksian-kesaksian berikut ini merupakan kesaksian orang-orang
yang istiqamah.


5. Kesaksian Hikmah

Maksudnya adalah kesaksian hikmah Allah dalam takdir-Nya terhadap
hamba, berkaitan dengan hal-hal yang dibenci, dicela dan yang
mendatangkan siksa-Nya. Andaikan Allah menghendaki, tentu Dia akan
menghalangi dirinya untuk melakukan hal yang dibenci itu. Tidak ada
sesuatu pun di alam ini melainkan berdasarkan kehendak-Nya.
Mereka mempersaksikan bahwa Allah tidak menciptakan sesuatu
secara sia-sia dan tanpa makna, Dia mempunyai hikmah dalam segala
kekuasaan dan ketetapan-Nya, baik maupun buruk, ketaatan maupun
kedurhakaan. Di sana banyak hikmah yang tidak bisa ditangkap akal dan
tidak bisa digambarkan dengan perkataan. Sumber ketetapan dan kekuasaan-
Nya, apa yang dibenci dan dimurkai-Nya adalah asma' Al-Hakim,
yang hikmah-Nya bisa ditangkap orang-orang yang berakal. Ketika para
malaikat mempertanyakan penciptaan manusia, maka Allah menjawab,

Aku inengetahui apa yang kalian tidak mengetahuinya."' Yang pertama kali
bisa dipersaksikan orang-orang yang memiliki bashirah dengan mata
hatinya ialah, "Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.
Maha-suci Engkau." (Ali Imran: 191).

Berapa banyak tanda-tanda kekuasaan Allah di muka bumi yang
menunjukkan keberadaan Allah dan kebenaran rasul-rasul-Nya, bahwa
penyebabnya adalah kedurhakaan ana^k keturunan Adam dan dosa-dosanya,
seperti kaum Nuh yang ditenggelamkan dan keselamatan para penolong
dan pengikutnya. Begitu pula kebinasaan kaum Ad dan Tsamud atau
lain-lainnya yang muncul di setiap zaman. Allah mempunyai tanda kekuasaan
pada diri Fir'aun dan kaumnya, tatkala Musa diutus kepadanya. Andaikan
mereka tidak durhaka dan tidak kufur, maka tanda-tanda kekuasaan
dan hal-hal yang menakjubkan tidak akan terjadi. Di dalam Taurat disebutkan,
"Allah befirman kepada Musa, 'Pergilah kepada Fir'aun karena aku
akan mengeraskan hatinya dan menghalanginya untuk beriman, agar Aku
dapat tanda-tanda kekuasaan dan kejaiban-Ku di Mesir'."
Begitu pula apa yang diperlihatkan Allah, yang merubah api men-jadi
dingin dan merupakan keselamatan bagi Ibrahim, karena dosa dan
kedurhakaan kaumnya, hingga akhirnya beliau mendapatkan status
kekasih.
Ada satu contoh yang sangat jelas tentang hal ini, yaitu kalau bukan
karena kedurhakaan yang dilakukan bapak sekalian manusia, yang
memakan buah pohon larangan, tentu tidak akan muncul hal-hal yang
dicintai di mata Allah, yaitu berupa ujian terhadap hamba, kewajiban yang
dibebankan kepadanya, para rasul yang diutus, berbagai kitab yang
diturunkan, para wali yang dimuliakan, musuh-musuh yang dihinakan,
keadilan dan karunia yang diperlihatkan. Taruklah bahwa Adam tidak
melakukan kedurhakaan dan tidak dikeluarkan dari surga bersama anakanaknya,
tentu semua ini tidak akan terjadi, kekuatan yang tersembunyi di
dalam hati Iblis tidak diketahui lewat perbuatannya, hingga diketahui
Allah dan para malaikat, manusia yang baik tidak bisa dibedakan dengan
manusia yang buruk dan tidak tampak kesempurnaan malaikat, yang di
dunia mereka tidak ada istilah kemuliaan, pahala, siksa, kebahagian,
kesengsaraan dan lain-lainnya.
Ini merupakan satu titik dari lautan hikmah Allah pada makhluk-
Nya. Orang yang berilmu bisa melihat apa yang ada di balik semua itu
dengan ilmunya, sehingga dia bisa mengetahui keajaiban hikmah Allah
yang tidak bisa diungkap lewat kata-kata.


6. Tauhid

Seseorang mempersaksikan kesendirian Allah dalam penciptaan dan
hikmah. Apa pun yang dikehendaki-Nya pasti akan terjadi dan apa yang
tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Tidak ada satu atom pun yang
bergerak kecuali dengan izin-Nya. Semua makhluk ada dalam genggaman-
Nya dan tidak ada hati melainkan ada di antara dua jari Allah. Dia bisa
membalik dan mengubahnya menurut kehendak-Nya. Dialah yang mendatangkan
ketakwaan ke jiwa orang-orang Mukmin, Dialah yang menunjuki
dan mensucikannya, Dialah yang mengilhamkan kesesatan orangorang
yang sesat dan fasik. Firman-Nya,

"Dan, siapa yang disesatkan Allah, maka baginya tidak ada orang yang
akan memberi petunjuk." (Al-A'raf: 186).

Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu mengatakan, "Iman kepada qadar
merupakan tatanan tauhid. Siapa yang mendustakan qadar, maka pendustaannya
ini telah membatalkan tauhidnya. Siapa yang beriman kepada
qadar, maka imannya itu telah membenarkan tauhid."
Dengan kesaksian ini seorang hamba memiliki kemantapan dera-jat
iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in, dari segi ilmu dan keadaan, sehingga
pijakan kakinya pada tauhid Rububiyah menjadi mantap, lalu meningkat ke
tauhid Uluhiyah. Siapa yang percayaijahwa mudharat dan manfaat,
pemberian dan penahanan, petunjuk dan kesesatan, kebahagiaan dan
penderitaan ada di Tangan Allah dan bukan di tangan selain-Nya, bahwa
Dialah yang berbuat segala sesuatu menurut kehendak-Nya, berarti dia
adalah orang yang menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan,
paling dicintai, paling ditakuti dan paling diharapkan. Ini merupakan
tanda tauhid Uluhiyah, yang masuk ke dalam hati lewat pintu tauhid
Rububiyah.


7. Taufik dan Penelantaran

Orang-orang yang mengetahui tentang Allah sepakat bahwa yang
dimaksudkan taufik di sini adalah: Allah tidak memasrahkanmu kepada
dirimu sendiri. Sedangkan penelantaran ialah: Allah menyerahkanmu
kepada dirimu sendiri. Seorang hamba berganti-ganti keadaan, terkadang
dalam taufik-Nya dan terkadang dalam penelantaran-Nya. Bahkan pada
satu saat seseorang bisa berada dalam taufik dan juga penelantaran-Nya.
Dia taat, ridha dan mensyukuri taufik-Nya, kemudian dia durhaka, ma-rah
dan melalaikan-Nya. Yang pasti dia berputar di antara taufik dan
penelantaran-Nya. Allah memberinya taufik dengan karunia dan rahmat-
Nya, menelantarkannya dengan keadilan dan hikmah-Nya. Allah tetap
terpuji dalam dua keadaan ini dan Dia lebih tahu di mana meletakkan
masing-masing pada tempatnya.
Dengan kesaksian ini seorang hamba mempersaksikan taufik dan
penelantaran Allah, sebagaimana dia mempersaksikan Rububiyah dan dan
penciptaan-Nya, lalu memohon taufik-Nya dan berlindung dari
penelantaran-Nya dengan penuh kepasrahan dan ketundukan, merasa
dirinya tidak mampu mengatur mudharat dan manfaat, hidup dan mati.
Dengan kata lain, taufik adalah kehendak Allah terhadap hamba untuk
melakukan sesuatu yang bermaslahat baginya, seperti menjadi-kannya
mampu melakukan sesuatu yang diridhai-Nya, yang dicintai-Nya dan lebih
mementingkan-Nya daripada yang lain serta membenci apa yang dibenci
Allah. Ini hanya sekedar perbuatannya, belum yang lain-lain. Firman-
Nya,

"Tetapi Allah menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan
iman itu indah dalam hati kalian serta menjadikan kalian benci kepada
kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang
yang mengikuti jalan yang lurus, sebagai karunia dan nikmat dari
Allah." (Al-Hujurat: 7-8).

Allah befirman, "Kecintaan kalian kepada iman dan keindahan iman
itu di dalam hati kalian, bukan berasal dari dari kalian, tetapi Allahlah
yang menjadikan iman itu ada di dalam hati kalian, sehingga kalian lebih
mementingkannya dan ridha kepadanya. karena itu janganlah kalian
berbuat lancang di hadapan rasul-Ku, janganlah mengatakan sebelum dia
mengatakan dan janganlah kalian berbuat sebelum dia memerintah-kan."
Perumpamaan tentang taufik dan penelantaran ini seperti seorang
raja yang mengirim utusan kepada segolongan orang dari rakyatnya. Dia
menulis surat kepada mereka, yang berisi pemberitahuan tentang musuh
yang tak lama lagi akan datang menyerbu dan slap menghancurkan tempat
mereka. Bersamaan dengan itu raja juga menyiapkan kendaraan, bekal
dan segala persiapan untuk pengungsian serta penunjuk jalan. Utusan itu
berkata, "Pergilah kalian dari tempat ini dan ikutilah penunjuk jalan." Raja
itu juga mengutus para pengawalnya untuk membawa orang-orang tertentu
dan meninggalkan yang lain, karena kelompok yang terakhir ini memang
tidak layak menjadi rakyatnya. Ketika musuh menyerang, maka orangorang
yang masih tertinggal ada yang dibunuh dan ada pula yang ditawan.
Apakah raja ini dianggap berbuat zhalim kepada mereka ataukah berbuat
adil? Dia memberikan kemurahan hatinya kepada orang-orang tertentu
dan membiarkan yang lain. Tentu saja Allah terlalu agung untuk
dimisalkan seperti ini.


8. Asma' dan Sifat

Kesaksian ini lebih tinggi dan lebih luas dari sebelumnya. Yang
terlihat dalam kesaksian ini adalah pengetahuan tentang ketergan-tungan
makhluk terhadap Asma'ul-husna dan sifat-sifat Allah yang tinggi serta
kesempurnaan-Nya. Ini merupakan ma'rifat dan pengetahuan yang paling
agung dan mulia. Setiap asma' Allah memiliki sifat khusus yang
menggambarkan pujian dan kesempurnaan. Setiap sifat mempunyai
konsekuensi dan tindakannya. Tindakan ini berkaitan dengan apa yang
ditindakkan, sesuai dengan kelayakannya. Inilah yang berlaku pada
penciptaan dan perintah-Nya, pahala dan siksaan-Nya. Semua itu merupakan
pengaruh dari Asma'ul-husna dan keharusan-keharusannya.
Asma' Allah Al-Hamid, Al-Majid, Al-Hakim menghalangi Allah untuk
membiarkan manusia dalam keadaan sia-sia dan terabaikan, tidak
mendapat perintah dan larangan, tidak diberi pahala dan siksa. Asma' Al-
Maliku, Al-Hayyu menghalangi Allah untuk menganggur tanpa berbuat
apa-apa, karena hakikat hidup adalah berbuat dan setiap yang hidup tentu
berbuat. Asma' As-Sami', Al-Bashir mengharuskan Allah untuk mendengar
dan melihat segala apa pun, yang kecil maupun yang besar. Asma' Al-
Ghaffar, At-Tawwab, Al-Afuwwu mengharuskan adanya kaitan-kaitan
dengan asma' ini, seperti keharusan adanya kesalahan yang harus diampuni,
taubat yang diterima dan kejahatan yang dimaafkan. Allah juga
mencintai siapa pun yang berbuat sesuai dengan asma' dan sifat-sifat-Nya.
Allah yang Al-Alim mencintai orang yang berilmu. Allah yang Al-Witru
mencintai shalat witir. Allah yang Al-Jamil mencintai keindahan. Allah
yang Asy-Syakur mencintai orang yang bersukur. Begitu pula dengan asma'
dan sifat-sifat-Nya yang lain.


9. Tambahan Iman Pendukung-pendukungnya

Ini merupakan kesaksian yang paling halus dan paling khusus bagi
orang-orang yang memiliki ma'rifat. Boleh jadi orang yang mendengar-nya
akan menolak kesaksian ini dengan berkata, "Bagaimana mungkin iman
bisa bertambah karena ada dosa dan kedurhakaan? Bukanlah itu justru
mengurangi iman? Sementara orang-orang salaf juga sudah sepakat, bahwa
iman bisa bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kedurhakaan."
Kesaksian ini berasal dari orang yang memiliki ma'rifat, yang jeli
melihat dosa dan kedurhakaan pada dirinya maupun pada orang lain, serta
pengaruh yang diakibatkannya. Hasilnya lebih lanjut, dia mendapatkan
salah satu panji nubuwah dan keterangan yang jelas tentang kebenaran
para rasul serta apa yang dibawa para rasul itu. Sementara para rasul
memerintahkan manusia kepada perkara-perkara yang membawa
kebaikan zhahir dan batinnya, mencegah mereka dari hal-hal yang mendatangkan
kerusakan dalam kehidupannya. Mereka memberitahukan
bahwa Allah mencintai ini dan itu, membenci ini dan itu, memberi pahala
ini dan itu, menghukum ini dan itu. Jika Allah ditaati karena apa yang
diperintahkan-Nya, maka Dia mensyukurinya dengan memberikan tambahan
ketaatan, kenikmatan di badan dan hati, sehingga hamba merasakan
betul tambahan ini. Jika Allah didurhakai, maka akan mengakibat-kan
munculnya kelemahan, kerusakan dan kehinaan. Allah befirman tentang
dua fenomena ini,

"Dan, hendaklah kalian meminta ampun kepada Rabb kalian dan bertaubat
kepada-Nya. (Jika kalian mengerjakan yang demikian), niscaya Dia
akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepada kalian sampai
kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiaptiap
orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keuta-maannya."
(Hud: 3).

"Dan, barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya
pada hari kiamat dalam keadaan buta." (Thaha: 124).

Ada yang menafsiri kehidupan yang sempit di dalam ayat ini adalah
siksa kubur. Yang benar, hal ini berlaku di dunia dan juga di alam Barzakh
(kubur). Dengan kata lain, siapa yang berpaling dari peringatan yang
diturunkan Allah, niscaya dadanya akan terasa sesak, kehidupannya sulit,
selalu dihantui perasaan takut, terlalu berat memikul beban kehidupan
dunia, merasa merugi sebelum mendapatkan keduniaan dan setelah
mendapatkannya. Hampir tak ada waktu dalam hidupnya yang tidak
diwarnai kegelisahan dan penderitaan.


10. Rahmat

Jika seseorang berbuat salah atau durhaka terhadap orang lain, maka
dari hati orang yang didurhakai ini muncul sifat kekerasan, kekasaran dan
amarah. Bahkan andaikan mampu, dia akan melibasnya dan berdoa
kepada Allah untuk mencelakakan serta menghukumnya, karena dorongan
amarah di dalam hatinya dan ambisinya agar tidak didurhakai. Di dalam
hatinya tidak ada sedikit pun rasa belas kasihan terhadap orang yang bersalah
kepadanya, dia memandangnya dengan pandangan mencemooh,
mencaci dan mencelanya. Tapi jika karena satu sebab tertentu orang yang
bersalah ini menghadap kepadanya layaknya seorang tawanan, merengekrengek
sambil meminta belas kasihannya, memohon layaknya orang yang
terpaksa, maka kekerasan hati itu akan berubah menjadi kelembutan dan
kasih sayang. Yang tadinya dia mendoakan kecelakaan baginya, berubah
mendoakan keselamatan baginya dan memohonkan ampunan kepada
Allah.
Ini merupakan kesaksian yang nyata bagi manusia dan mengandung
pengertian yang besar.


11. Kelemahan dan Ketidak berdayaan

Kesaksian yang kesepuluh melahirkan kesaksian ini, bahwa hamba
terlalu lemah dan terlalu tidak berdaya untuk menjaga dirinya sendiri,
bahwa dia tidak mempunyai daya dan kekuatan kecuali yang datang dari
Allah. Hal ini memberikan kesaksian kepada hatinya, bahwa dia seperti
sehelai bulu yang jatuh di padang luas yang kosong, dihempas angin ke
kanan dan ke kiri. Hal ini memberikan kesaksian kepadanya bahwa dia tak
ubahnya penumpang perahu yang terombang-ambing di tengah laut-an
yang ganas, yang dipermainkan gulungan ombak, kadang tenggelam dan
kadang muncul ke permukaan, sehingga yang menyisa pada dirinya
tinggal tangan takdir. Atau dia ibarat alat yang ada di tangan operator-nya,
tidak bisa berbuat apa-apa terhadap dirinya, tidak bisa mendatang-kan
manfaat atau menolak mudharat, tidak memiliki hidup dan mati. Yang dia
miliki hanyalah kebodohan, kepasrahan dan ketidakberdayaan. Kematian
lebih dekat kepadanya daripada tali selopnya, seperti seekor domba di
tengah binatang-binatang buas, yang hanya bisa diselamatkan
penggembala.
Beginilah keadaan hamba di hadapan Allah dan bahkan di hadap-an
musuh-musuhnya dari syetan-syetan yang berupa jin dan manusia. Jika
Allah melindungi dan menjaganya, maka mereka tidak akan mampu berbuat
apa pun terhadap dirinya. Jika Allah membiarkan dan menelan-tarkannya,
walau sekejap mata pun, maka dia akan menjadi bagian bagi siapa pun di
antara mereka yang beruntung mendapatkan dirinya.
Dengan kesaksian ini seorang hamba bisa mengetahui dirinya secara
hakiki dan sekaligus mengetahui Rabb-nya. Ini merupakan salah satu
ta'wil dari pepatah yang sudah terkenal, "Siapa yang mengetahui dirinya,
tentu mengetahui Rabb-nya." Tapi perlu dicatat, ini hanya sekedar
perkataan seseorang dan bukan hadits dari Rasulullah. Di sana ada pula
atsar Isra'iliyat dengan kalimat yang tak jauh berbeda, "Wahai manusia,
kenalilah Rabb-mu, niscaya engkau akan mengenali dirimu sendiri." Ada
tiga ta'wil tentang pepatah ini:

1. Siapa yang mengetahui kelemahan dirinya, tentu mengetahui kekuatan
Rabb-nya. Siapa yang mengetahui ketidakberdayaan dirinya, tentu
mengetahui kekuasaan-Nya. Siapa yang mengetahui kehinaan dirinya,
tentu mengetahui kemuliaan-Nya. Siapa yang mengetahui kebodohan
dirinya, tentu mengetahui ilmu-Nya. Allah memiliki kesempurnaan,
pujian dan kekayaan secara total, sedangkan hamba adalah yang miskin
dan serba kurang serta selalu membutuhkan. Seberapa jauh seseorang
mengetahui kadar kehinaan, kelemahan, kemiskinan dan kebodohan
dirinya, maka sejauh itu pula dia bisa mengetahui sifat-sifat
kesempurnaan Rabb-nya.

2. Siapa yang memandang sifat-sifat pujian, kehidupan, kekuatan dan
kehendak pada dirinya, maka dia mengetahui bahwa yang memberi-nya
semua itu lebih layak memiliki semua pemberian itu. Yang member!
kesempurnaan lebih layak mempunyai kesempurnaan itu. Bagai-mana
mungkin seorang hamba bisa hidup, berbicara, mendengar, melihat,
berkehendakdan berilmu, sementara yang menciptakannya tidak mampu
melakukan semua itu? Tentu saja ini mustahil. Yang membuat hamba
bisa berbicara, lebih mampu berbicara. Siapa yang membuat hamba
bisa hidup, berilmu, mendengar, melihat dan berbuat, lebih layak dan
lebih mampu melakukan semua itu.
Ini merupakan ta'wil dari sisi kelayakan, sedangkan ta'wil yang perta-ma
dari sisi kebalikannya.

3. Ini merupakan ta'wil dari sisi penafian. Artinya, andaikan engkau tidak
mengetahui dirimu sendiri, padahal engkaulah yang paling dekat
dengan dirimu, maka engkau pun tidak akan tahu hakikat dan seluk
beluk dirimu. Jika seperti ini keadaannya, maka bagaimana mungkin
engkau tahu Rabb-mu, seluk beluk dan sifat-sifat-Nya?
Kesaksian ini membuat hamba tahu bahwa dirinya adalah lemah
dan tidak berdaya, sehingga membuat dirinya tidak akan membual dan
tidak mengandalkan kepada kemampuan diri sendiri, membuatnya tahu
bahwa dia tidak berkuasa sedikit pun terhadap dirinya. Dari kesaksian
inilah lahir kesaksian berikutnya.


12. Kehinaan, Kepasrahan dan Kebutuhan

Dengan setiap atom lahir dan batinnya dia memberikan kesaksian
tentang kebutuhannya kepada Penolong dan Rabb-nya, yang di Tangan-
Nyalah terletak kemaslahatan, petunjuk, keberuntungan dan kebahagiaannya.
Keadaan yang terasa di dalam hati ini tidak bisa diungkap
dengan kata-kata, tapi bisa diketahui secara persis oleh orang yang be-narbenar
merasakannya. Kepasrahan hatinya kepada Rabb tidak bisa
diserupakan dengan apa pun. Dia melihat dirinya seperti secuil pecahan
kaca di tanah, tidak dianggap, tidak dipedulikan dan tidak diminati siapa
pun. Dia melihat kebaikan Rabb terhadap dirinya terlalu banyak dan
melimpah, sementara ketaatan-ketaannya kepada Rabb terlihat terlalu sedikit.
Siapa yang melihat pemenuhannya terhadap hak-hak Rabb terlalu
sedikit dan melihat kedurhakaan dan dosanya terlalu banyak, maka akan
membuat hatinya tunduk dan pasrah kepada-Nya.
Hati yang paling dicintai adalah hati yang diisi kepasrahan, kehinaan
dan ketundukan ini. Kepalanya merunduk di hadapan Rabb-nya,
tidak berani mendongak kepada-Nya karena malu dan sungkan. Di antara
orang arif pernah ditanya, "Apakah hati itu bisa bersujud?" Maka dia
menjawab, "Bisa. Hati itu sujud dengan cara tidak mendongakkan kepalanya
hingga saat berdua dengan-Nya. Inilah sujudnya hati."
Orang yang mempunyai kesaksian ini melihat dirinya seakan seorang
anak yang ada dalam pemeliharaan ayahnya. Sang ayah memberinya
makanan dan minuman yang lezat, pakaian yang bagus, mendidiknya
dengan penuh kasih sayang, memperhatikan pertumbuhannya dan
menangani semua keperluannya. Suatu hari sang ayah menyuruhnya
untuk suatu keperluan. Di tengah jalan ada musuh yang menculiknya lalu
membawanya ke daerah musuh. Di sana dia diperlakukan layaknya
seorang tawanan, didera dengan berbagai macam siksaan yang tak teperkirakan.
Betapa jauh perbedaan perlakukan ayahnya dan musuh yang
menawannya. Dia pun ingat bagaimana kasih sayang dan cinta sang ayah
kepada dirinya. Hatinya mendesah penuh penyesalan memikirkan nasib
dirinya, yang tak lama lagi dia akan dijatuhi hukuman mati. Selagi keadaannya
seperti itu, dia melihat kehadiran ayahnya dari jauh. Dengan
menjulurkan tangan ke arahnya dia berseru, "Ayah, ayah, ayah! Lihatlah
keadaan anakmu saat ini!" Air matanya membasahi pipi. Setelah diselamatkan,
dia memeluk ayahnya dan tak mau melepaskan diri darinya.
Dalam keadaan seperti ini apakah engkau berkata, "Sang ayah akan menyerahkan
lagi anaknya kepada musuh dan membiarkan mereka berbuat
sesuka hati terhadap anaknya?" Lalu apa perkiraanmu tentang Dzat yang
lebih Pengasih terhadap hamba-Nya daripada kasih sayang ayah kepada
anaknya atau kasih sayang ibu kepada anaknya?
Begitulah keadaan Allah, jika ada seorang hamba yang lari menghampiri-
Nya, setelah hamba itu dapat membebaskan diri dari cengkeraman
musuh, lalu memasrahkan diri sambil tersungkur di ambang pintu-
Nya, sambil menitikkan air mata dia berkata, "Ya Rabbi, wahai Rabb-ku,
kasihilah aku yang tiada pengasih selain Engkau dan yang tiada penolong,
penjaga dan pelindung selain Engkau. Akulah orang yang miskin dan
fakir, yang memohon dan mengharapkan-Mu. Tidak ada tempat berlindung
dan tempat kembali kecuali kepada Engkau."
Dikatakan dalam sebuah syair,

"Wahai yang paling layak diharapkan perlindungan yang dijadikan
tempat berlindung dari kesalahan Dialah yang berkuasa menghinakan
manusia Dia pula yang memuliakan jika menghendakinya."

Jika kesaksian ini sudah diketahui dan bersemayam di dalam hati
seorang hamba, bisa menyatu dengannya dan dia merasakan manisnya,
maka kesaksian ini menanjak ke kesaksian yang lebih tinggi lagi.


13. Ubudiyah dan Cinta

Kesaksian ubudiyah, cinta dan kerinduan untuk bersua dengan Allah ini
merupakan sasaran yang dituju orang-orang yang meniti jalan kepa-da
Allah. Dengan kesaksian ini hatinya menjadi senang dan anggota tubuhnya
merasa tentram. Dzikir senantiasa membasahi lidah dan hatinya.
Cinta dan taqarrub menggantikan tempat kedurhakaan dan pembangkangan
kepada-Nya. Hati diisi dengan cinta dan lidah dibasahi dzikir
kepada-Nya. Memang ketundukan yang khusus ini mempunyai pengaruh
yang sangat menakjubkan terhadap cinta, yang tak bisa diungkap dengan
kata-kata.
Seorang arif berkata, "Aku mencoba masuk ke tempat Allah dari
berbagai macam pintu ketaatan. Namun aku tidak bisa masuk karena
semua pintu penuh dengan kerumunan orang yang juga ingin masuk.
Maka aku mencoba masuk dari pintu kehinaan. Ternyata pintu ini justru
lebih dekat dan lebih luas untuk sampai ke tempat Allah, tidak ada kerumunan
dan tidak berdesak-desakan. Ketika aku menapakkan kaki, Allah
menghela tanganku dan menuntunku masuk."
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Siapa yang menghendaki
kebahagiaan yang abadi, maka hendaklah dia masuk dari pintu ubudiyah."
Seorang arif berkata, "Tidak ada jalan yang lebih dekat untuk sampai
kepada Allah selain dari ubudiyah, tidak ada penghalang yang lebih kokoh
selain dari bualan, tidak ada gunanya amal dan usaha yang disertai ujub
dan takabur, tidak ada mudharat merendahkan diri sekalipun tanpa amal,
yakni setelah semua kewajiban dilaksanakan."
Inilah yang bisa dirasakan sebagian dari pengaruh cinta Allah kepada
hamba dan kegembiraan-Nya terhadap taubat hamba. Sebab Allah
mencintai orang-orang yang bertaubat dan sangat gembira karena taubat
mereka.
Selagi seorang hamba mengetahui kemurahan hati Allah sebelum
dia berbuat dosa, ketika berbuat dosa dan sesudahnya, melihat kebaikan
dan kasih sayang-Nya, tentu di dalam hatinya bergolak rasa cinta dan
kerinduan untuk bersua dengan-Nya. Sebab hati itu diciptakan untuk
mencintai siapa yang berbuat baik kepadanya. Lalu kebaikan macam
apakah yang lebih besar daripada Dzat yang mengetahui kedurhakaan
hamba, lalu justru memberinya nikmat, memperlakukannya dengan lemah
lembut, menutupi aibnya, menjaganya dari serangan musuh yang selalu
mengintainya dan menjadi penghalang di antara keduanya? Semua ada
dalam pengamatan dan penglihatan-Nya. Padahal langit sudah meminta
izin untuk menindihnya, bumi sudah meminta izin untuk menelannya dan
laut sudah meminta izin untuk menenggelamkannya.
Di dalam Musnad Al-Imam Ahmad telah disebutkan dari Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,

"Tidak ada satu hari pun yang berlalu melainkan laut meminta izin
kepada Rabbnya untuk menenggelamkan Bani Adam. Para malaikat
juga meminta izin kepada-Nya untuk segera menangani dan
memati-kan mereka. Sementara Allah befirman, 'Biarkanlah
hamba-Ku. Aku lebih tahu tentang dirinya ketika Aku
menciptakannya dari tanah. Andaikan ia hamba kalian, maka
urusannya terserah kalian. Karena ia hamba-Ku, maka ia berasal
dari-Ku dan urusannya terserah kepada-Ku. Demi kemuliaan dan
keagungan-Ku, jika hamba-Ku datang kepada-Ku pada malam hari,
maka Aku menerimanya. Jika ia datang kepada-Ku pada siang hari,
maka Aku menerimanya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal,
maka Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku
sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia berjalan
kepada-Ku, maka Aku berlari-lari kecil kepadanya. Jika ia meminta
ampun kepada-Ku, maka Aku mengampuninya. Jika ia meminta
maaf kepada-Ku, maka Aku memaafkannya. Jika ia bertaubat kepada-
Ku, maka Aku menerima taubatnya. Siapakah yang lebih murah
hati dan mulia dari-Ku, padahal Akulah yang paling murah hati
dan mulia? Pada malam hari hamba-hamba-Ku menampakkan
dosa-dosa besar kepada-Ku, padahal Akulah yang melindungi
mereka di tempat tidurnya dan Akulah yang menjaga mereka di
kasurnya. Siapa yang menghadap kepada-Ku, maka Aku
menyambutnya dari jauh. Siapa yang tidak beramal karena Aku,
maka Aku memberinya lebih dari tam-bahan. Siapa yang berbuat
dengan daya dan kekuatan-Ku, maka Aku melunakkan besi baginya.
Siapa yang menginginkan seperti yang Ku-inginkan, maka Aku pun
menginginkan seperti apa yang ia inginkan. Orang-orang yang
berdzikir kepada-Ku adalah mereka yang ada dalam majlis-Ku.
Orang-orang yang bersyukur kepada-Ku adalah mereka yang
menginginkan tambahan dari-Ku. Orang-orang yang taat kepada-
Ku adalah mereka yang mendapat kemuliaan-Ku. Orang-orang yang
durha-ka kepada-Ku tidak Kubuatputus asa terhadap rahmat-Ku.
Jika mereka bertaubat kepada-Ku, maka Aku adalah kekasih
mereka, dan jika mereka tidak mau bertaubat kepada-Ku, maka Aku
adalah tabib mereka. Aku akan menguji mereka dengan musibahmusibah,
agar Aku mensucikan mereka dari noda-noda'."



Tiada ulasan: