Oleh Ibn Qayyim Al Jauziyah
Ada tiga belas
kesaksian terhadap tindakan hamba:
1. Unsur
hewani dan mengumbar nafsu
2. Memenuhi
ilustrasi naluri dan tuntutan instink
3. Berbuat di
luar kehendak
4. Takdir
tidak mempunyai campur tangan
5. Hikmah
6. Taufik dan
penelantaran
7. Tauhid
8. Asma' dan
sifat
9. Iman dan
pendukung-pendukungnya
10.Rahmat
11.Kelemahan
dan ketidak berdayaan
12.Kehinaan,
kepasrahan dan kebutuhan
13.Kecintaan
dan ubudiyah
Empat yang
pertama merupakan kesaksian dari orang-orang yang
menyimpang,
delapan yang lainnya dari orang-orang yang istiqamah, dan
yang tertinggi
adalah kesaksian kesepuluh. Uraian tentang masalah ini
merupakan inti
kandungan buku ini dan paling bermanfaat bagi setiap
pembaca, yang
tak pernah saya bahas dalam buku-buku lain kecuali di
dalam Safarul-Hijratain
Fi Thariqil-Hijratain. Inilah uraian masingmasing.
1. Kesaksian Hewani dan Pemenuhan Nafsu
Kesaksian
unsur hewani dan pemuasan nafsu merupakan kesaksian
orang-orang
bodoh, yang membuat mereka tidak berbeda dengan semua
jenis hewan
kecuali dalam postur dan cara bicara. Hasrat mereka hanya
untuk
mendapatkan nafsu, entah dengan cara apa pun. Jiwa mereka adalah
jiwa hewan dan
tidak pernah naik ke derajat manusia, apalagi derajat
malaikat. Tapi
keadaan masing-masing orang di antara mereka berbedabeda
tergantung
dari perbedaan unsur hewani yang menjadi sifat dan tabiat
mereka.
Di antara
mereka ada yang memiliki unsur anjing. Andaikan dia
menemukan
bangkai yang bisa mengenyangkan seribu anjing, niscaya dia
akan
menguasainya dan tidak memberikan kesempatan kepada anjinganjing
lain untuk
mencicipinya. Dia akan menyalak untuk mengusir
anjing-anjing
yang lain. Sehingga anjing-anjing lain tidak bisa mendekati
bangkai itu
kecuali dengan cara paksa atau mengalahkannya. Hasratnya
yang
terpenting adalah mengenyangkan perutnya sendiri, entah dengan
makanan apa
pun, bangkai atau disembelih, baik atau buruk, dan dia tidak
perlu malu
karena mengkonsumsi makanan yang buruk. Jika engkau
membawanya
serta, maka dia akan mengulurkan lidah, dan jika engkau
meninggalkannya,
dia juga tetap akan mengulurkan lidah. jika engkau
memberinya
makanan, maka dia akan mengibas-ngibaskan ekor-nya dan
berputar-putar
di sekelilingmu, namun jika engkau tidak memberinya
makan, maka
dia akan menyalak di hadapanmu.
Di antara
mereka ada yang jiwanya seperti keledai, yang tidak diciptakan
kecuali untuk
diberi makan dan dipekerjakan. Jika porsi makanan-nya
bertambah,
maka porsi kerjanya juga harus bertambah. Keledai merupakan
hewan yang
paling sedikit bicaranya dan paling bodoh. Karena itu Allah
mengumpakan
orang bodoh ini dengan keledai yang membawa Al-Kitab.
Sekalipun dia
membawanya, tapi dia tidak mengetahui, mema-hami dan
tidak bisa
mengamalkannya. Sementara Allah mengumpamakan ulama
yang buruk
seperti anjing. Dia diberi pengetahuan tentang ayat-ayat
Allah, namun
dia menyingkirinya dan lebih suka mengikuti hawa
nafsunya.
Di antara
mereka ada yang jiwanya seperti hewan buas yang selalu
mengumbar
amarahnya. Hasratnya adalah bermusuhan dengan orangorang
lain, memaksa
mereka dengan kekuatannya.
Di antara
mereka ada yang jiwanya seperti tikus, yang memiliki
tabiat yang
kotor dan mendatangkan kerusakan bagi apa pun yang ada di
sekitarnya.
Di antara
mereka ada yang jiwanya seperti hewan yang beracun dan
menyengat,
seperti ular, kalajengking dan lain-lainnya. Bahkan dengan
matanya pun
dia bisa menimbulkan bencana bagi orang lain. Jiwanya
bergolak
karena amarah dan dorongan rasa dengki dan kesombong-an.
Sementara
korbannya dicari kelengahannya. Matanya menyengat seperti
ular yang
menyengat bagian tubuh manusia yang tidak tertutup. Setiap
orang bisa
menjadi korbannya, karena itu mereka harus melindungi
dirinya dengan
baju besi dan tameng, berupa dzikir-dzikir seperti yang
disebutkan di
dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Tapi jika seseorang merasa
bahwa dia akan
menimpakan bahaya kepada orang Iain yang terpancar
lewat matanya,
maka dia harus bisa menahan dan menguasainya. Karena
di antara jiwa
manusia itu ada yang seperti jiwa hewan, maka begitulah
penafsiran
Sufyan bin Uyainah terhadap surat Al-An'am: 38,
"Dan, tiadalah binatang-binatang yang
ada di bumi dan burung-burung
yang terbang dengan sayapnya, melainkan
umat-umat (juga) seperti
kalian."
Pengumpamaan
ini menjadi rujukan bagi para pena'wil mimpi,
karena orang
yang bermimpi melihat hewan tertentu dalam mimpinya.
Bahkan tidak
jarang mimpi-mimpi ini juga kita alami sendiri dan me-mang
ada kesesuaian
dengan kejadian sesungguhnya, dan ternyata ta'wil itu juga
sesuai dengan
karakter hewan yang dilihat dalam mimpi. Sewaktu perang
Uhud Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam bermimpi melihat sapi yang
disembelih.
Kejadian yang sesungguhnya, banyak orang Mukmin yang
dibunuh
orang-orang kafir. Sementara titik kesesuaiannya, sapi adalah
binatang yang
paling banyak manfaatnya bagi kehidupan di dunia, di
samping postur
badannya yang tinggi, besar, namun mudah dikendalikan
dan tunduk.
Sedangkan Umar bin Al-Khaththab bermimpi dirinya
dipatuki ayam
sebanyak tiga kali, hingga kemudian dia dibunuh Abu
Lu'lu'ah. Ayam
merupakan hewan peliharaan selain bangsa Arab, seperti
Abu Lu'lu'ah
yang bukan dari bangsa Arab.
Di antara
manusia ada yang jiwanya seperti babi. Dia melewati barang-
barang yang
bagus, tapi menoleh pun tidak. Namun jika ada orang
yang membuang
sampah, maka dia akan menyantapnya hingga habis.
Banyak orang
yang mendengar dan melihat hal-hal yang baik pada dirimu,
jauh lebih
banyak dari keburukan-keburukanmu. Namun dia tidak
menjaganya dan
tidak menceritakannya seperti kenyataannya. Tapi jika
dia melihat
sesuatu yang buruk atau aib, maka dia akan menjadikannya
sebagai
santapan yang empuk.
Di antara
mereka ada yang memiliki tabiat burung merak, yang
membungkus
dirinya dengan bulu-bulunya yang cantik dan menarik serta
besolek, namun
di dalamnya tidak ada apa-apa.
Di antara
mereka ada yang memiliki tabiat seperti onta, hewan yang
paling
pendengki dan paling kasat hatinya.
Di antara
mereka ada yang memiliki tabiat seperti beruang, tidak
banyak bicara
namun sangat jahat. Dan, masih banyak hewan-hewan lain
yang
mengindikasikan sifat manusia.
Namun di
antara tabiat hewan yang paling terpuji adalah tabiat
kuda, yang
jiwanya paling baik dan tabiatnya paling mulia. Begitu pula
kambing. Maka
siapa yang dirinya mempunyai kemiripan dengan hewanhewan
ini, maka
seakan-akan dia telah mengambil tabiat dan sifat
darinya. Jika
dia mengkonsumsi dagingnya, maka kemiripan itu tampak
lebih nyata.
Karena itu Allah mengharamkan daging hewan buas, karena
dengan memakan
dagingnya, bisa menimbulkan kemiripan dengannya.
Dengan kata
lain, siapa yang memiliki kesaksian-kesaksian ini,
maka mereka
tidak memiliki kesaksian selain kecenderungan terhadap
jiwa dan
nafsunya, sehingga mereka tidak mengenal yang selain itu.
2. Kesaksian Ilustrasi Naluri dan Tuntutan Instink
Seperti
kesaksian orang-orang zindiq dan filosof. Mereka
menganggap
ilustrasi naluri ini merupakan tuntutan diri manusia.
Komposisi diri
manusia itu terdiri dari empat tabiat yang kemudian
bercampur
sesuai dengan campuran masing-masing, sebagian bisa
mengalahkan
sebagian yang lain dan ada yang menyimpang dari
kewajarannya,
tergan-tung dari proses pencampuran itu. Komposisi
dirinya yang
terdiri dari badan, jiwa, naluri dan campuran-campuran
unsur hewan,
dikuasai oleh pengaruh naluri dan ilustrasi instink ini, yang
tidak bisa
diatur kecuali dengan pengatur tertentu, entah berasal dari
dirinya atau
dari luar dirinya. Sementara mayoritas manusia tidak
mempunyai
pengatur dari dirinya sendiri. Kebutuhannya terhadap
pengatur di
atas dirinya membuat dirinya berada di bawah kekuasaannya,
seperti
kebutuhan manusia terhadap makan, minum dan pakaian. Maka
selagi orang
yang berakal mempunyai pengatur dari dirinya, maka dia
tidak
memerlukan perintah, larangan dan kontrol dari orang selain dirinya.
kesaksian pada
diri mereka berasal dari aktivitas jiwa yang bisa memilih
apa pun yang
hendak dipilihnya sendiri, yang tentunya tidak lepas dari
kejahatan,
seperti aktivitas naluri yang memaksanya, yang tentunya harus
menerima
perubahan.
3. Kesaksian fabariyah
Mereka
mempersaksikan bahwa tindakan mereka sudah ditetap-kan,
sehingga semua
tindakan terjadi begitu saja di luar kekuasaan mereka.
Bahkan mereka
tidak mau mempersaksikan bahwa semua itu merupakan
tindakan
mereka sendiri. Mereka berkata, "Pada hakikatnya seseorang
bukanlah sang
pelaku dan juga tidak berkuasa. Pelakunya adalah orang
selain dirinya
dan siapa yang menggerakkannya. Dia hanya sekedar
sebagai alat,
dan tindakannya seperti angin yang berhembus atau seperti
gerakan pohon
yang dihembus angin. Jika tindakan mereka diingkari,
maka mereka
berhujjah dengan takdir. Bahkan mereka sangat berlebihan
dalam masalah
ini, sehingga menganggap semua tindakan mereka
merupakan
ketaatan, yang baik maupun yang buruk.
4. Kesaksian Qadariyah
Mereka mempersaksikan
bahwa semua tindak kejahatan dan dosa
berasal dari
diri manusia dan mutlak berdasarkan kehendaknya, semen-tara
Allah tidak
mempunyai kehendak apa pun dan tidak mempunyai
ketetapan
takdir terhadap tindakan manusia, tidak pula kuasa memberi
petunjuk
maupun menyesatkan, tidak kuasa memberikan ilham petun-juk
dan kesesatan.
Manusia menciptakan perbuataannya tanpa ada sangkut
pautnya dengan
kehendak Allah.
Kesaksian-kesaksian
berikut ini merupakan kesaksian orang-orang
yang
istiqamah.
5. Kesaksian Hikmah
Maksudnya
adalah kesaksian hikmah Allah dalam takdir-Nya terhadap
hamba,
berkaitan dengan hal-hal yang dibenci, dicela dan yang
mendatangkan
siksa-Nya. Andaikan Allah menghendaki, tentu Dia akan
menghalangi
dirinya untuk melakukan hal yang dibenci itu. Tidak ada
sesuatu pun di
alam ini melainkan berdasarkan kehendak-Nya.
Mereka
mempersaksikan bahwa Allah tidak menciptakan sesuatu
secara sia-sia
dan tanpa makna, Dia mempunyai hikmah dalam segala
kekuasaan dan
ketetapan-Nya, baik maupun buruk, ketaatan maupun
kedurhakaan.
Di sana banyak hikmah yang tidak bisa ditangkap akal dan
tidak bisa
digambarkan dengan perkataan. Sumber ketetapan dan kekuasaan-
Nya, apa yang
dibenci dan dimurkai-Nya adalah asma' Al-Hakim,
yang
hikmah-Nya bisa ditangkap orang-orang yang berakal. Ketika para
malaikat
mempertanyakan penciptaan manusia, maka Allah menjawab,
”Aku inengetahui apa yang kalian tidak
mengetahuinya."' Yang pertama kali
bisa dipersaksikan orang-orang yang memiliki
bashirah dengan mata
hatinya ialah, "Ya Rabb kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.
Maha-suci Engkau." (Ali Imran: 191).
Berapa banyak
tanda-tanda kekuasaan Allah di muka bumi yang
menunjukkan
keberadaan Allah dan kebenaran rasul-rasul-Nya, bahwa
penyebabnya
adalah kedurhakaan ana^k keturunan Adam dan dosa-dosanya,
seperti kaum
Nuh yang ditenggelamkan dan keselamatan para penolong
dan
pengikutnya. Begitu pula kebinasaan kaum Ad dan Tsamud atau
lain-lainnya
yang muncul di setiap zaman. Allah mempunyai tanda kekuasaan
pada diri
Fir'aun dan kaumnya, tatkala Musa diutus kepadanya. Andaikan
mereka tidak
durhaka dan tidak kufur, maka tanda-tanda kekuasaan
dan hal-hal
yang menakjubkan tidak akan terjadi. Di dalam Taurat disebutkan,
"Allah
befirman kepada Musa, 'Pergilah kepada Fir'aun karena aku
akan
mengeraskan hatinya dan menghalanginya untuk beriman, agar Aku
dapat
tanda-tanda kekuasaan dan kejaiban-Ku di Mesir'."
Begitu pula
apa yang diperlihatkan Allah, yang merubah api men-jadi
dingin dan
merupakan keselamatan bagi Ibrahim, karena dosa dan
kedurhakaan
kaumnya, hingga akhirnya beliau mendapatkan status
kekasih.
Ada satu
contoh yang sangat jelas tentang hal ini, yaitu kalau bukan
karena
kedurhakaan yang dilakukan bapak sekalian manusia, yang
memakan buah
pohon larangan, tentu tidak akan muncul hal-hal yang
dicintai di
mata Allah, yaitu berupa ujian terhadap hamba, kewajiban yang
dibebankan
kepadanya, para rasul yang diutus, berbagai kitab yang
diturunkan,
para wali yang dimuliakan, musuh-musuh yang dihinakan,
keadilan dan
karunia yang diperlihatkan. Taruklah bahwa Adam tidak
melakukan
kedurhakaan dan tidak dikeluarkan dari surga bersama anakanaknya,
tentu semua
ini tidak akan terjadi, kekuatan yang tersembunyi di
dalam hati
Iblis tidak diketahui lewat perbuatannya, hingga diketahui
Allah dan para
malaikat, manusia yang baik tidak bisa dibedakan dengan
manusia yang
buruk dan tidak tampak kesempurnaan malaikat, yang di
dunia mereka
tidak ada istilah kemuliaan, pahala, siksa, kebahagian,
kesengsaraan
dan lain-lainnya.
Ini merupakan
satu titik dari lautan hikmah Allah pada makhluk-
Nya. Orang
yang berilmu bisa melihat apa yang ada di balik semua itu
dengan
ilmunya, sehingga dia bisa mengetahui keajaiban hikmah Allah
yang tidak
bisa diungkap lewat kata-kata.
6. Tauhid
Seseorang
mempersaksikan kesendirian Allah dalam penciptaan dan
hikmah. Apa
pun yang dikehendaki-Nya pasti akan terjadi dan apa yang
tidak
dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Tidak ada satu atom pun yang
bergerak
kecuali dengan izin-Nya. Semua makhluk ada dalam genggaman-
Nya dan tidak
ada hati melainkan ada di antara dua jari Allah. Dia bisa
membalik dan
mengubahnya menurut kehendak-Nya. Dialah yang mendatangkan
ketakwaan ke
jiwa orang-orang Mukmin, Dialah yang menunjuki
dan
mensucikannya, Dialah yang mengilhamkan kesesatan orangorang
yang sesat dan
fasik. Firman-Nya,
"Dan, siapa yang disesatkan Allah, maka
baginya tidak ada orang yang
akan memberi petunjuk." (Al-A'raf: 186).
Ibnu Abbas Radhiyallahu
Anhu mengatakan, "Iman kepada qadar
merupakan
tatanan tauhid. Siapa yang mendustakan qadar, maka pendustaannya
ini telah
membatalkan tauhidnya. Siapa yang beriman kepada
qadar, maka
imannya itu telah membenarkan tauhid."
Dengan
kesaksian ini seorang hamba memiliki kemantapan dera-jat
iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in, dari segi ilmu dan
keadaan, sehingga
pijakan
kakinya pada tauhid Rububiyah menjadi mantap, lalu meningkat ke
tauhid
Uluhiyah. Siapa yang percayaijahwa mudharat dan manfaat,
pemberian dan
penahanan, petunjuk dan kesesatan, kebahagiaan dan
penderitaan
ada di Tangan Allah dan bukan di tangan selain-Nya, bahwa
Dialah yang
berbuat segala sesuatu menurut kehendak-Nya, berarti dia
adalah orang
yang menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan,
paling
dicintai, paling ditakuti dan paling diharapkan. Ini merupakan
tanda tauhid
Uluhiyah, yang masuk ke dalam hati lewat pintu tauhid
Rububiyah.
7. Taufik dan Penelantaran
Orang-orang
yang mengetahui tentang Allah sepakat bahwa yang
dimaksudkan
taufik di sini adalah: Allah tidak memasrahkanmu kepada
dirimu
sendiri. Sedangkan penelantaran ialah: Allah menyerahkanmu
kepada dirimu
sendiri. Seorang hamba berganti-ganti keadaan, terkadang
dalam
taufik-Nya dan terkadang dalam penelantaran-Nya. Bahkan pada
satu saat
seseorang bisa berada dalam taufik dan juga penelantaran-Nya.
Dia taat,
ridha dan mensyukuri taufik-Nya, kemudian dia durhaka, ma-rah
dan
melalaikan-Nya. Yang pasti dia berputar di antara taufik dan
penelantaran-Nya.
Allah memberinya taufik dengan karunia dan rahmat-
Nya,
menelantarkannya dengan keadilan dan hikmah-Nya. Allah tetap
terpuji dalam
dua keadaan ini dan Dia lebih tahu di mana meletakkan
masing-masing
pada tempatnya.
Dengan
kesaksian ini seorang hamba mempersaksikan taufik dan
penelantaran
Allah, sebagaimana dia mempersaksikan Rububiyah dan dan
penciptaan-Nya,
lalu memohon taufik-Nya dan berlindung dari
penelantaran-Nya
dengan penuh kepasrahan dan ketundukan, merasa
dirinya tidak
mampu mengatur mudharat dan manfaat, hidup dan mati.
Dengan kata
lain, taufik adalah kehendak Allah terhadap hamba untuk
melakukan
sesuatu yang bermaslahat baginya, seperti menjadi-kannya
mampu
melakukan sesuatu yang diridhai-Nya, yang dicintai-Nya dan lebih
mementingkan-Nya
daripada yang lain serta membenci apa yang dibenci
Allah. Ini
hanya sekedar perbuatannya, belum yang lain-lain. Firman-
Nya,
"Tetapi Allah menjadikan kalian cinta
kepada keimanan dan menjadikan
iman itu indah dalam hati kalian serta
menjadikan kalian benci kepada
kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka
itulah orang-orang
yang mengikuti jalan yang lurus, sebagai
karunia dan nikmat dari
Allah." (Al-Hujurat: 7-8).
Allah
befirman, "Kecintaan kalian kepada iman dan keindahan iman
itu di dalam
hati kalian, bukan berasal dari dari kalian, tetapi Allahlah
yang
menjadikan iman itu ada di dalam hati kalian, sehingga kalian lebih
mementingkannya
dan ridha kepadanya. karena itu janganlah kalian
berbuat
lancang di hadapan rasul-Ku, janganlah mengatakan sebelum dia
mengatakan dan
janganlah kalian berbuat sebelum dia memerintah-kan."
Perumpamaan
tentang taufik dan penelantaran ini seperti seorang
raja yang
mengirim utusan kepada segolongan orang dari rakyatnya. Dia
menulis surat
kepada mereka, yang berisi pemberitahuan tentang musuh
yang tak lama
lagi akan datang menyerbu dan slap menghancurkan tempat
mereka.
Bersamaan dengan itu raja juga menyiapkan kendaraan, bekal
dan segala
persiapan untuk pengungsian serta penunjuk jalan. Utusan itu
berkata,
"Pergilah kalian dari tempat ini dan ikutilah penunjuk jalan." Raja
itu juga
mengutus para pengawalnya untuk membawa orang-orang tertentu
dan
meninggalkan yang lain, karena kelompok yang terakhir ini memang
tidak layak
menjadi rakyatnya. Ketika musuh menyerang, maka orangorang
yang masih
tertinggal ada yang dibunuh dan ada pula yang ditawan.
Apakah raja
ini dianggap berbuat zhalim kepada mereka ataukah berbuat
adil? Dia
memberikan kemurahan hatinya kepada orang-orang tertentu
dan membiarkan
yang lain. Tentu saja Allah terlalu agung untuk
dimisalkan
seperti ini.
8. Asma' dan Sifat
Kesaksian ini
lebih tinggi dan lebih luas dari sebelumnya. Yang
terlihat dalam
kesaksian ini adalah pengetahuan tentang ketergan-tungan
makhluk
terhadap Asma'ul-husna dan sifat-sifat Allah yang tinggi serta
kesempurnaan-Nya.
Ini merupakan ma'rifat dan pengetahuan yang paling
agung dan
mulia. Setiap asma' Allah memiliki sifat khusus yang
menggambarkan
pujian dan kesempurnaan. Setiap sifat mempunyai
konsekuensi
dan tindakannya. Tindakan ini berkaitan dengan apa yang
ditindakkan,
sesuai dengan kelayakannya. Inilah yang berlaku pada
penciptaan dan
perintah-Nya, pahala dan siksaan-Nya. Semua itu merupakan
pengaruh dari
Asma'ul-husna dan keharusan-keharusannya.
Asma' Allah Al-Hamid,
Al-Majid, Al-Hakim menghalangi Allah untuk
membiarkan
manusia dalam keadaan sia-sia dan terabaikan, tidak
mendapat
perintah dan larangan, tidak diberi pahala dan siksa. Asma' Al-
Maliku, Al-Hayyu menghalangi Allah untuk menganggur tanpa berbuat
apa-apa,
karena hakikat hidup adalah berbuat dan setiap yang hidup tentu
berbuat. Asma'
As-Sami', Al-Bashir mengharuskan Allah untuk mendengar
dan melihat
segala apa pun, yang kecil maupun yang besar. Asma' Al-
Ghaffar, At-Tawwab, Al-Afuwwu mengharuskan adanya
kaitan-kaitan
dengan asma'
ini, seperti keharusan adanya kesalahan yang harus diampuni,
taubat yang
diterima dan kejahatan yang dimaafkan. Allah juga
mencintai
siapa pun yang berbuat sesuai dengan asma' dan sifat-sifat-Nya.
Allah yang Al-Alim
mencintai orang yang berilmu. Allah yang Al-Witru
mencintai
shalat witir. Allah yang Al-Jamil mencintai keindahan. Allah
yang Asy-Syakur
mencintai orang yang bersukur. Begitu pula dengan asma'
dan
sifat-sifat-Nya yang lain.
9. Tambahan Iman Pendukung-pendukungnya
Ini merupakan
kesaksian yang paling halus dan paling khusus bagi
orang-orang
yang memiliki ma'rifat. Boleh jadi orang yang mendengar-nya
akan menolak
kesaksian ini dengan berkata, "Bagaimana mungkin iman
bisa bertambah
karena ada dosa dan kedurhakaan? Bukanlah itu justru
mengurangi
iman? Sementara orang-orang salaf juga sudah sepakat, bahwa
iman bisa
bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kedurhakaan."
Kesaksian ini berasal
dari orang yang memiliki ma'rifat, yang jeli
melihat dosa
dan kedurhakaan pada dirinya maupun pada orang lain, serta
pengaruh yang
diakibatkannya. Hasilnya lebih lanjut, dia mendapatkan
salah satu
panji nubuwah dan keterangan yang jelas tentang kebenaran
para rasul
serta apa yang dibawa para rasul itu. Sementara para rasul
memerintahkan
manusia kepada perkara-perkara yang membawa
kebaikan
zhahir dan batinnya, mencegah mereka dari hal-hal yang mendatangkan
kerusakan
dalam kehidupannya. Mereka memberitahukan
bahwa Allah
mencintai ini dan itu, membenci ini dan itu, memberi pahala
ini dan itu,
menghukum ini dan itu. Jika Allah ditaati karena apa yang
diperintahkan-Nya,
maka Dia mensyukurinya dengan memberikan tambahan
ketaatan,
kenikmatan di badan dan hati, sehingga hamba merasakan
betul tambahan
ini. Jika Allah didurhakai, maka akan mengakibat-kan
munculnya
kelemahan, kerusakan dan kehinaan. Allah befirman tentang
dua fenomena
ini,
"Dan, hendaklah kalian meminta ampun
kepada Rabb kalian dan bertaubat
kepada-Nya. (Jika kalian mengerjakan yang
demikian), niscaya Dia
akan memberi kenikmatan yang baik
(terus-menerus) kepada kalian sampai
kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia
akan memberi kepada tiaptiap
orang yang mempunyai keutamaan (balasan)
keuta-maannya."
(Hud: 3).
"Dan, barangsiapa berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan Kami
akan menghimpunnya
pada hari kiamat dalam keadaan buta." (Thaha: 124).
Ada yang
menafsiri kehidupan yang sempit di dalam ayat ini adalah
siksa kubur.
Yang benar, hal ini berlaku di dunia dan juga di alam Barzakh
(kubur).
Dengan kata lain, siapa yang berpaling dari peringatan yang
diturunkan
Allah, niscaya dadanya akan terasa sesak, kehidupannya sulit,
selalu
dihantui perasaan takut, terlalu berat memikul beban kehidupan
dunia, merasa
merugi sebelum mendapatkan keduniaan dan setelah
mendapatkannya.
Hampir tak ada waktu dalam hidupnya yang tidak
diwarnai
kegelisahan dan penderitaan.
10. Rahmat
Jika seseorang
berbuat salah atau durhaka terhadap orang lain, maka
dari hati
orang yang didurhakai ini muncul sifat kekerasan, kekasaran dan
amarah. Bahkan
andaikan mampu, dia akan melibasnya dan berdoa
kepada Allah
untuk mencelakakan serta menghukumnya, karena dorongan
amarah di
dalam hatinya dan ambisinya agar tidak didurhakai. Di dalam
hatinya tidak
ada sedikit pun rasa belas kasihan terhadap orang yang bersalah
kepadanya, dia
memandangnya dengan pandangan mencemooh,
mencaci dan
mencelanya. Tapi jika karena satu sebab tertentu orang yang
bersalah ini
menghadap kepadanya layaknya seorang tawanan, merengekrengek
sambil meminta
belas kasihannya, memohon layaknya orang yang
terpaksa, maka
kekerasan hati itu akan berubah menjadi kelembutan dan
kasih sayang.
Yang tadinya dia mendoakan kecelakaan baginya, berubah
mendoakan
keselamatan baginya dan memohonkan ampunan kepada
Allah.
Ini merupakan
kesaksian yang nyata bagi manusia dan mengandung
pengertian
yang besar.
11. Kelemahan dan Ketidak berdayaan
Kesaksian yang
kesepuluh melahirkan kesaksian ini, bahwa hamba
terlalu lemah
dan terlalu tidak berdaya untuk menjaga dirinya sendiri,
bahwa dia
tidak mempunyai daya dan kekuatan kecuali yang datang dari
Allah. Hal ini
memberikan kesaksian kepada hatinya, bahwa dia seperti
sehelai bulu
yang jatuh di padang luas yang kosong, dihempas angin ke
kanan dan ke
kiri. Hal ini memberikan kesaksian kepadanya bahwa dia tak
ubahnya
penumpang perahu yang terombang-ambing di tengah laut-an
yang ganas,
yang dipermainkan gulungan ombak, kadang tenggelam dan
kadang muncul
ke permukaan, sehingga yang menyisa pada dirinya
tinggal tangan
takdir. Atau dia ibarat alat yang ada di tangan operator-nya,
tidak bisa
berbuat apa-apa terhadap dirinya, tidak bisa mendatang-kan
manfaat atau
menolak mudharat, tidak memiliki hidup dan mati. Yang dia
miliki
hanyalah kebodohan, kepasrahan dan ketidakberdayaan. Kematian
lebih dekat
kepadanya daripada tali selopnya, seperti seekor domba di
tengah
binatang-binatang buas, yang hanya bisa diselamatkan
penggembala.
Beginilah
keadaan hamba di hadapan Allah dan bahkan di hadap-an
musuh-musuhnya
dari syetan-syetan yang berupa jin dan manusia. Jika
Allah
melindungi dan menjaganya, maka mereka tidak akan mampu berbuat
apa pun
terhadap dirinya. Jika Allah membiarkan dan menelan-tarkannya,
walau sekejap
mata pun, maka dia akan menjadi bagian bagi siapa pun di
antara mereka
yang beruntung mendapatkan dirinya.
Dengan
kesaksian ini seorang hamba bisa mengetahui dirinya secara
hakiki dan
sekaligus mengetahui Rabb-nya. Ini merupakan salah satu
ta'wil dari
pepatah yang sudah terkenal, "Siapa yang mengetahui dirinya,
tentu
mengetahui Rabb-nya." Tapi perlu dicatat, ini hanya sekedar
perkataan
seseorang dan bukan hadits dari Rasulullah. Di sana ada pula
atsar Isra'iliyat dengan kalimat yang tak jauh berbeda,
"Wahai manusia,
kenalilah Rabb-mu,
niscaya engkau akan mengenali dirimu sendiri." Ada
tiga ta'wil
tentang pepatah ini:
1. Siapa yang
mengetahui kelemahan dirinya, tentu mengetahui kekuatan
Rabb-nya. Siapa yang mengetahui ketidakberdayaan dirinya, tentu
mengetahui
kekuasaan-Nya. Siapa yang mengetahui kehinaan dirinya,
tentu
mengetahui kemuliaan-Nya. Siapa yang mengetahui kebodohan
dirinya, tentu
mengetahui ilmu-Nya. Allah memiliki kesempurnaan,
pujian dan
kekayaan secara total, sedangkan hamba adalah yang miskin
dan serba
kurang serta selalu membutuhkan. Seberapa jauh seseorang
mengetahui
kadar kehinaan, kelemahan, kemiskinan dan kebodohan
dirinya, maka
sejauh itu pula dia bisa mengetahui sifat-sifat
kesempurnaan Rabb-nya.
2. Siapa yang
memandang sifat-sifat pujian, kehidupan, kekuatan dan
kehendak pada
dirinya, maka dia mengetahui bahwa yang memberi-nya
semua itu
lebih layak memiliki semua pemberian itu. Yang member!
kesempurnaan
lebih layak mempunyai kesempurnaan itu. Bagai-mana
mungkin
seorang hamba bisa hidup, berbicara, mendengar, melihat,
berkehendakdan
berilmu, sementara yang menciptakannya tidak mampu
melakukan
semua itu? Tentu saja ini mustahil. Yang membuat hamba
bisa
berbicara, lebih mampu berbicara. Siapa yang membuat hamba
bisa hidup,
berilmu, mendengar, melihat dan berbuat, lebih layak dan
lebih mampu
melakukan semua itu.
Ini merupakan
ta'wil dari sisi kelayakan, sedangkan ta'wil yang perta-ma
dari sisi
kebalikannya.
3. Ini
merupakan ta'wil dari sisi penafian. Artinya, andaikan engkau tidak
mengetahui
dirimu sendiri, padahal engkaulah yang paling dekat
dengan dirimu,
maka engkau pun tidak akan tahu hakikat dan seluk
beluk dirimu.
Jika seperti ini keadaannya, maka bagaimana mungkin
engkau tahu Rabb-mu,
seluk beluk dan sifat-sifat-Nya?
Kesaksian ini
membuat hamba tahu bahwa dirinya adalah lemah
dan tidak
berdaya, sehingga membuat dirinya tidak akan membual dan
tidak
mengandalkan kepada kemampuan diri sendiri, membuatnya tahu
bahwa dia
tidak berkuasa sedikit pun terhadap dirinya. Dari kesaksian
inilah lahir
kesaksian berikutnya.
12. Kehinaan, Kepasrahan dan Kebutuhan
Dengan setiap
atom lahir dan batinnya dia memberikan kesaksian
tentang
kebutuhannya kepada Penolong dan Rabb-nya, yang di Tangan-
Nyalah
terletak kemaslahatan, petunjuk, keberuntungan dan kebahagiaannya.
Keadaan yang
terasa di dalam hati ini tidak bisa diungkap
dengan
kata-kata, tapi bisa diketahui secara persis oleh orang yang be-narbenar
merasakannya.
Kepasrahan hatinya kepada Rabb tidak bisa
diserupakan
dengan apa pun. Dia melihat dirinya seperti secuil pecahan
kaca di tanah,
tidak dianggap, tidak dipedulikan dan tidak diminati siapa
pun. Dia
melihat kebaikan Rabb terhadap dirinya terlalu banyak dan
melimpah,
sementara ketaatan-ketaannya kepada Rabb terlihat terlalu sedikit.
Siapa yang
melihat pemenuhannya terhadap hak-hak Rabb terlalu
sedikit dan
melihat kedurhakaan dan dosanya terlalu banyak, maka akan
membuat
hatinya tunduk dan pasrah kepada-Nya.
Hati yang
paling dicintai adalah hati yang diisi kepasrahan, kehinaan
dan ketundukan
ini. Kepalanya merunduk di hadapan Rabb-nya,
tidak berani
mendongak kepada-Nya karena malu dan sungkan. Di antara
orang arif
pernah ditanya, "Apakah hati itu bisa bersujud?" Maka dia
menjawab,
"Bisa. Hati itu sujud dengan cara tidak mendongakkan kepalanya
hingga saat
berdua dengan-Nya. Inilah sujudnya hati."
Orang yang
mempunyai kesaksian ini melihat dirinya seakan seorang
anak yang ada
dalam pemeliharaan ayahnya. Sang ayah memberinya
makanan dan
minuman yang lezat, pakaian yang bagus, mendidiknya
dengan penuh
kasih sayang, memperhatikan pertumbuhannya dan
menangani
semua keperluannya. Suatu hari sang ayah menyuruhnya
untuk suatu
keperluan. Di tengah jalan ada musuh yang menculiknya lalu
membawanya ke
daerah musuh. Di sana dia diperlakukan layaknya
seorang
tawanan, didera dengan berbagai macam siksaan yang tak teperkirakan.
Betapa jauh
perbedaan perlakukan ayahnya dan musuh yang
menawannya.
Dia pun ingat bagaimana kasih sayang dan cinta sang ayah
kepada
dirinya. Hatinya mendesah penuh penyesalan memikirkan nasib
dirinya, yang
tak lama lagi dia akan dijatuhi hukuman mati. Selagi keadaannya
seperti itu,
dia melihat kehadiran ayahnya dari jauh. Dengan
menjulurkan
tangan ke arahnya dia berseru, "Ayah, ayah, ayah! Lihatlah
keadaan anakmu
saat ini!" Air matanya membasahi pipi. Setelah diselamatkan,
dia memeluk
ayahnya dan tak mau melepaskan diri darinya.
Dalam keadaan
seperti ini apakah engkau berkata, "Sang ayah akan menyerahkan
lagi anaknya
kepada musuh dan membiarkan mereka berbuat
sesuka hati
terhadap anaknya?" Lalu apa perkiraanmu tentang Dzat yang
lebih Pengasih
terhadap hamba-Nya daripada kasih sayang ayah kepada
anaknya atau
kasih sayang ibu kepada anaknya?
Begitulah
keadaan Allah, jika ada seorang hamba yang lari menghampiri-
Nya, setelah
hamba itu dapat membebaskan diri dari cengkeraman
musuh, lalu
memasrahkan diri sambil tersungkur di ambang pintu-
Nya, sambil
menitikkan air mata dia berkata, "Ya Rabbi, wahai Rabb-ku,
kasihilah aku
yang tiada pengasih selain Engkau dan yang tiada penolong,
penjaga dan
pelindung selain Engkau. Akulah orang yang miskin dan
fakir, yang
memohon dan mengharapkan-Mu. Tidak ada tempat berlindung
dan tempat
kembali kecuali kepada Engkau."
Dikatakan
dalam sebuah syair,
"Wahai yang paling layak diharapkan
perlindungan yang dijadikan
tempat berlindung dari kesalahan Dialah
yang berkuasa menghinakan
manusia Dia pula yang memuliakan jika
menghendakinya."
Jika kesaksian
ini sudah diketahui dan bersemayam di dalam hati
seorang hamba,
bisa menyatu dengannya dan dia merasakan manisnya,
maka kesaksian
ini menanjak ke kesaksian yang lebih tinggi lagi.
13. Ubudiyah dan Cinta
Kesaksian
ubudiyah, cinta dan kerinduan untuk bersua dengan Allah ini
merupakan
sasaran yang dituju orang-orang yang meniti jalan kepa-da
Allah. Dengan
kesaksian ini hatinya menjadi senang dan anggota tubuhnya
merasa
tentram. Dzikir senantiasa membasahi lidah dan hatinya.
Cinta dan
taqarrub menggantikan tempat kedurhakaan dan pembangkangan
kepada-Nya.
Hati diisi dengan cinta dan lidah dibasahi dzikir
kepada-Nya.
Memang ketundukan yang khusus ini mempunyai pengaruh
yang sangat
menakjubkan terhadap cinta, yang tak bisa diungkap dengan
kata-kata.
Seorang arif
berkata, "Aku mencoba masuk ke tempat Allah dari
berbagai macam
pintu ketaatan. Namun aku tidak bisa masuk karena
semua pintu
penuh dengan kerumunan orang yang juga ingin masuk.
Maka aku
mencoba masuk dari pintu kehinaan. Ternyata pintu ini justru
lebih dekat
dan lebih luas untuk sampai ke tempat Allah, tidak ada kerumunan
dan tidak
berdesak-desakan. Ketika aku menapakkan kaki, Allah
menghela tanganku
dan menuntunku masuk."
Syaikhul-Islam
Ibnu Taimiyah berkata, "Siapa yang menghendaki
kebahagiaan
yang abadi, maka hendaklah dia masuk dari pintu ubudiyah."
Seorang arif
berkata, "Tidak ada jalan yang lebih dekat untuk sampai
kepada Allah
selain dari ubudiyah, tidak ada penghalang yang lebih kokoh
selain dari
bualan, tidak ada gunanya amal dan usaha yang disertai ujub
dan takabur,
tidak ada mudharat merendahkan diri sekalipun tanpa amal,
yakni setelah
semua kewajiban dilaksanakan."
Inilah yang
bisa dirasakan sebagian dari pengaruh cinta Allah kepada
hamba dan
kegembiraan-Nya terhadap taubat hamba. Sebab Allah
mencintai
orang-orang yang bertaubat dan sangat gembira karena taubat
mereka.
Selagi seorang
hamba mengetahui kemurahan hati Allah sebelum
dia berbuat
dosa, ketika berbuat dosa dan sesudahnya, melihat kebaikan
dan kasih
sayang-Nya, tentu di dalam hatinya bergolak rasa cinta dan
kerinduan
untuk bersua dengan-Nya. Sebab hati itu diciptakan untuk
mencintai
siapa yang berbuat baik kepadanya. Lalu kebaikan macam
apakah yang
lebih besar daripada Dzat yang mengetahui kedurhakaan
hamba, lalu
justru memberinya nikmat, memperlakukannya dengan lemah
lembut,
menutupi aibnya, menjaganya dari serangan musuh yang selalu
mengintainya
dan menjadi penghalang di antara keduanya? Semua ada
dalam
pengamatan dan penglihatan-Nya. Padahal langit sudah meminta
izin untuk
menindihnya, bumi sudah meminta izin untuk menelannya dan
laut sudah
meminta izin untuk menenggelamkannya.
Di dalam Musnad
Al-Imam Ahmad telah disebutkan dari Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
"Tidak
ada satu hari pun yang berlalu melainkan laut meminta izin
kepada Rabbnya untuk menenggelamkan Bani
Adam. Para malaikat
juga meminta izin kepada-Nya untuk segera
menangani dan
memati-kan mereka. Sementara Allah befirman,
'Biarkanlah
hamba-Ku. Aku lebih tahu tentang dirinya
ketika Aku
menciptakannya dari tanah. Andaikan ia hamba
kalian, maka
urusannya terserah kalian. Karena ia
hamba-Ku, maka ia berasal
dari-Ku dan urusannya terserah kepada-Ku.
Demi kemuliaan dan
keagungan-Ku, jika hamba-Ku datang kepada-Ku
pada malam hari,
maka Aku menerimanya. Jika ia datang
kepada-Ku pada siang hari,
maka Aku menerimanya. Jika ia mendekat
kepada-Ku sejengkal,
maka Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia
mendekat kepada-Ku
sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa.
Jika ia berjalan
kepada-Ku, maka Aku berlari-lari kecil
kepadanya. Jika ia meminta
ampun kepada-Ku, maka Aku mengampuninya.
Jika ia meminta
maaf kepada-Ku, maka Aku memaafkannya. Jika
ia bertaubat kepada-
Ku, maka Aku menerima taubatnya. Siapakah
yang lebih murah
hati dan mulia dari-Ku, padahal Akulah yang
paling murah hati
dan mulia? Pada malam hari hamba-hamba-Ku
menampakkan
dosa-dosa besar kepada-Ku, padahal Akulah
yang melindungi
mereka di tempat tidurnya dan Akulah yang
menjaga mereka di
kasurnya. Siapa yang menghadap kepada-Ku,
maka Aku
menyambutnya dari jauh. Siapa yang tidak
beramal karena Aku,
maka Aku memberinya lebih dari tam-bahan.
Siapa yang berbuat
dengan daya dan kekuatan-Ku, maka Aku
melunakkan besi baginya.
Siapa yang menginginkan seperti yang
Ku-inginkan, maka Aku pun
menginginkan seperti apa yang ia inginkan.
Orang-orang yang
berdzikir kepada-Ku adalah mereka yang ada
dalam majlis-Ku.
Orang-orang yang bersyukur kepada-Ku adalah mereka
yang
menginginkan tambahan dari-Ku. Orang-orang
yang taat kepada-
Ku adalah mereka yang mendapat kemuliaan-Ku.
Orang-orang yang
durha-ka kepada-Ku tidak Kubuatputus asa
terhadap rahmat-Ku.
Jika mereka bertaubat kepada-Ku, maka Aku
adalah kekasih
mereka, dan jika mereka tidak mau bertaubat
kepada-Ku, maka Aku
adalah tabib mereka. Aku akan menguji mereka
dengan musibahmusibah,
agar Aku mensucikan mereka dari
noda-noda'."
Tiada ulasan:
Catat Ulasan