IMAM IBN
QAYYIM AL JAUZIYAH
Hakikat firar
adalah melarikan diri dari sesuatu ke sesuatu yang lain.
Firar ini ada dua macam:
- Firar-nya
orang-orang yang bahagia, yaitu firar kepada Allah.
- Firar-nya
orang-orang yang menderita, yaitu firar dari Allah
kepada selain
Allah.
Sedangkan firar
dari Allah kepada Allah adalah firar-nya wali-wali
Allah. Dalam
menafsiri firman Allah
"Maka larilah kepada Allah"
,
IbnuAbbas
berkata, "Artinya, larilah dari Allah kepada Allah dan taatlah kepada-
Nya."
Sedangkan Sahl bin Abdullah berkata, "Artinya, larilah dari selain
Allah kepada
Allah." Yang lain lagi berkata, "Larilah dari adzab Allah ke
pahala-Nya,
dengan iman dan ketaatan."
Pengarang Manazilus-Sa'irin
berkata, "Artinya lari dari sesuatu yang
tidak ada ke
sesuatu yang senantiasa ada.
Ada tiga derajat untuk firar ini:
1. Firar-nya
orang-orang awam, dari kebodohan ke ilmu, dengan disertai
keyakinan dan
usaha, dari kemalasan ke kerajinan yang disertai
kesungguhan
dan tekad, dari kesempitan ke kelapangan yang disertai
harapan.
Tentang firar
dari kebodohan ke ilmu, kebodohan itu sendiri ada dua
macam:
Pertama, tidak mengetahui kebenaran yang bermanfaat. Kedua,
tidak beramal
menurut keharusan dan kelazimannya. Kedua-duanya
sudah
mendefinisikan makna kebodohan menurut bahasa, istilah,
syariat dan
hakikat. Maka Musa berkata,
"Aku berlindung kepada Allah agar tidak
menjadi salah seorang dari
orang-orang yang bodoh." (Al-Baqarah: 67).
Beliau berkata
seperti itu setelah kaumnya berkata, "Apakah kamu
hendak
menjadikan kami buah ejekan?" Berarti, Musa berlindung kepada
Allah agar
tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang suka
mengejek.
Yusuf juga berkata,
"Dan, jika tidak Engkau hindarkan
daripadaku tipu daya mereka, tentu
aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan
mereka) dan tentulah
aku termasuk orang-orang yang bodoh." (Yusuf: 33).
Artinya, agar
beliau tidak termasuk orang-orang yang melakukan apaapa
yang
diharamkan kepada mereka. Allah befirman,
"Sesungguhnya taubat di sisi Allah
hanyalah taubat bagi orang-orang
yang mengerjakan kejahatan lantaran
kebodohan." (An-Nisa': 17).
Qatadah
berkata, "Para shahabat sudah sepakat bahwa apa pun ben-tuk
kedurhakaan
terhadap Allah disebut kebodohan." Ada pula yang
berkata,
"Para shahabat sudah sepakat bahwa siapa pun yang durhaka
kepada Allah
adalah orang yang bodoh."
Seorang
penyair berkata,
"Tak ada gunanya seseorang membodohi
kami hingga kita lebih bodoh
dari jahily."
Orang yang
tidak mendalami ilmu disebut bodoh, entah karena dia
tidak bisa
mengambil manfaat dari ilmu itu, hingga dia disebut orang
bodoh, entah
karena ketidaktahuannya terhadap akibat dari perbuatannya.
Firar ini merupakan firar dari dua macam kebodohan:
Kebodohan
terhadap ilmu
yang harus didapatkan dan diyakini, dan kebodohan terhadap
pengamalannya.
Firar dari kemalasan ke kerajinan yang disertai kesungguhan
dan tekad,
artinya
meninggalkan belenggu kemalasan lalu berbuat dan berusaha,
dengan
kesungguhan dan tekad, tidak asal-asalan, tidak meremeh-kan
dan tidak
berandai-andai. Kesungguhan artinya kebenaran dalam
beramal dan
berusaha, sedangkan tekad merupakan kesungguhan dalam
kehendak. Maka
Allah befirman kepada Yahya,
"Hai Yahya, ambillah Al-Kitab (Taurat)
itu dengan sungguh-sungguh."
(Maryam: 12).
Quwwah dalam ayat ini berarti kesungguhan yang disertai tekad
dan
usaha, tidak
seperti orang yang mengambil perintah-Nya dengan ragu-ragu
dan setengah
hati.
Firar dari kesempitan ke kelapangan yang disertai harapan
artinya lari
dari dada yang
terasa sesak dan penat karena kekhawatiran, kegelisahan,
kesedihan dan
ketakutan yang dirasakan hamba dari dalam dirinya,
dan juga yang
datang dari luar dirinya, seperti hal-hal yang berkaitan
dengan
sebab-sebab kemaslahatan hidupnya di dunia ini, baik dalam masalah
harta, badan,
keluarga, masyarakat atau musuhnya. Dia harus lari
dari semua
jenis kesempitan yang menghimpit dada, lalu beralih ke kelapangan
keyakinan
kepada Allah, tawakal dan harapan kepada-Nya.
"Dan, barangsiapa yang bertakwa kepada
Allah, niscaya Dia akan
mengadakan baginyajalan keluar, dan
memberinya rezki dari arah yang
tiada disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq: 2-3).
Ar-Rabi' bin
Khutsaim berkata, "Artinya, Allah menjadikan baginya
jalan keluar
dari hal-hal yang biasanya membuat manusia merasa sesak
dadanya."
Abul-Aliyah
berkata, "Artinya, Allah menjadikan baginya jalan keluar
dari segala
kekerasan, baik kekerasan di dunia maupun di akhirat. Allah
pasti
memberikan kelapangan bagi orang Mukmin dari segala hal yang
biasanya
membuat manusia merasa sempit dan sesak dadanya."
Selagi seorang
hamba mempunyai persangkaan yang baik terhadap Allah,
berpengharapan
yang baik kepada-Nya dan tawakkal secara sung-guhsungguh,
maka Allah
tidak akan menelantarkannya dan tidak akan
mengabaikan
harapannya. Keyakinan dan baik sangka terhadap Allah
ini merupakan
istilah lain dari kelapangan hati. Sebab tidak ada yang
lebih membuat
dada terasa lapang setelah iman, selain dari keyakinan,
mengharapkan
yang baik dan berbaik sangka kepada Allah.
2. Firar-nya
orang-orang yang khusus, yaitu dari pengabaran ke kesaksian,
dari rupa ke
inti, dari bagian untuk diri sendiri ke pelepasan.
Artinya,
mereka tidak ridha jika iman mereka hanya sekedar dari
pengabaran.
Mereka ingin naik lebih tinggi agar bisa menyaksikan siapa
pemberi kabar
itu. Mereka ingin naik dari ilmul-yaqin lewat pengabaran
ke ainul-yaqin
lewat kesaksian, seperti yang diinginkan Ibrahim Alaihis-
Salam dari Allah.
"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, 'Ya Rabbi, perlihatkanlah
padaku
bagaimana Engkau menghidupkan orang mati!' Allah befirman, 'Belum
yakinkah kamu?' Ibrahim menjawab, 'Aku telah meyakininya, tetapi
agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)'." (Al-Baqarah: 260).
Ibrahim
menuntut agar keyakinannya nyata di depan mata dan apa yang
ingin
diketahui dapat disaksikan. Inilah makna yang diungkapkan Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang kesangsian,
dalam sabda beliau,
"Kita
lebih layak untuk sangsi daripada Ibrahim yang berkata, 'Ya
Rabbi,
perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang
mati!'"
Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam tidak pernah sangsi, begitu pula
Ibrahim. Tapi
memang begitulah beliau mengungkapkan makna ini. Apa
yang dituntut
Ibrahim itu bukan karena sangsi atau ragu-ragu, tapi
karena beliau
menuntut kemantapan.
Ada tiga
tingkatan tentang hal ini: Ilmul-yaqin yang diperoleh dari
pengabaran,
kemudian hati mendapatkan kejelasan hakikat pemberi
kabar. Ilmu
tentang pemberi kabar ini berubah menjadi ainul-yaqin, setelah
itu menyatu
menjadi haqqul-yaqin. Ilmu kita tentang surga dan neraka
pada saat ini
disebut ilmul-yaqin. Jika surga ditampakkan kepada orangorang
yang bertakwa
dan neraka diperlihatkan kepada orang-orang
yang durhaka,
artinya mereka melihat dengan mata kepala sendiri,
maka hal itu
disebut ainul-yaqin. Jika penghuni surga sudah masuk surga
dan peng-huni
neraka masuk ke neraka, maka itu disebut haqqul-yaqin.
Firar dari rupa ke inti, artinya keluar dari ilmu dan
amal-amal yang
tampak, lalu
beralih ke hakikat iman dan mu'amalah hati. Orang-orang
yang mempunyai
tekad yang besar tidak puas hanya dengan rupa-rupa
amal yang
tampak mata. Mereka tidak mempedulikannya kecuali
dengan ruh dan
hakikatnya. Pengetahuan tentang Allah tidak
mengharuskan
seseorang untuk meninggalkan perintah seperti
anggapan
orang-orang zindiq dan sufi. Bahkan seharusnya mereka bisa
menyimpulkan
hakikat perintah, rahasia ubudiyah dan ruh amaliyah.
Mereka
memposisikan diri di hadapan perintah seperti posisi orang
yang
mengetahui maksud per-kataan orang lain yang berbicara
dengannya,
entah yang tersamar, yang jelas atau yang berupa isyarat.
Sedangkan
posisi selain orang-orang sufi seperti orang yang mengikut di
belakang orang
yang berilmu itu dan hanya menghapal semata, tanpa
memahami dan
mengerti maksudnya. Mereka ini lebih membutuhkan
kepada
perintah, sebab mereka tidak sampai kepada pengertian dan
hakikat itu
kecuali dengan adanya perintah, di samping harus ada
hapalan,
pengetahuan dan pengamalan.
Orang-orang
sufi ini mengartikan hakikat perintah yang dituntut adalah
ruhnya, bukan
rupa dan zhahimya. Karena itu mereka berkata, "Kami
menghimpun
hasrat pada tujuan dan hakikat, dan kami tidak membutuhkan
rupa dan
zhahimya. Siapa yang menyibukkan diri dengan rupa
berarti
melalaikan tujuan dengan suatu sarana."
Mereka
tertipu, seperti halnya orang-orang yang hanya memperhatikan
rupa amal dan
zhahimya tanpa memperhatikan hakikat, ruh dan
tujuannya.
Golongan yang kedua mengabaikan rahasia amal, tujuan dan
hakikatnya,
sedangkan golongan pertama mengabaikan rupa dan zhahimya.
Mereka
menganggap telah sampai kepada hakikat amal sekalipun
tanpa zhahir
amal itu. Padahal mereka hanya sampai kepada zindiq dan
kekufuran,
mengingkari apa yang seharusnya diketahui tentang diutusnya
para rasul.
Mereka adalah orang-orang kafir, zindiq dan munafik,
sedangkan golongan
selain mereka juga tidak sempuma. Hati itu mempunyai
ubudiyah
sebagaimana anggota badan. Mengabaikan ubudiyah
hati sama
dengan mengabaikan ubudiyah anggota tubuh. Kesempurnaan
ibadah ialah
dengan menerapkan ubudiyah untuk masing-masing pasukan,
pasukan hati
dan pasukan anggota tubuh.
Firar dari bagian untuk diri sendiri ke pelepasan bagian itu
ada
beberapa
tingkatan, yang tidak diketahui kecuali oleh orang yang benarbenar
memiliki
ma'rifat tentang hak-hak Allah dan apa yang diinginkan-
Nya serta
hak-hak hamba-Nya, mengetahui diri sendiri, amal dan penghalangnya.
Secara umum,
bagian ini artinya apa pun selain yang dikehendaki Allah
darimu, entah
yang hukumnya haram, makruh, mubah atau sunat.
Semua ini
tidak akan diketahui kecuali dengan memiliki ilmu yang mendalam
tentang Allah
dan perintah-Nya, tentang nafsu dan sifat-sifatnya.
Sebenarnya di
sana ada bagian yang bisa didapatkan seorang hamba sebagai
haknya. Namun
dia lari dari bagian ini untuk melepaskannya.
Namun jarang
manusia yang mampu melakukan hal ini, karena mereka
beribadah
kepada Allah justru untuk mendapatkan bagian dari apa yang
dikehendakinya.
Kalau pun ada, maka itu adalah kedudukan para nabi
dan shiddiqin.
3. Adapun
firar-nya orang-orang yang lebih khusus dari orang-orang yang
khusus ialah lari
dari selain kebenaran kepada kebenaran, dari kesaksian
firar kepada kebenaran, kemudian firar dari kesaksian
firar. Uraian
tentang
masalah ini tidak jauh berbeda dengan uraian yang terdahulu.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan