WACANA OLEH MAULANA SYEIKH JALALUDDIN AR RUMI (PENGASAS
TAREKAT MALAUWIYYAH)
Nabi Muhammad saw. bersabda : “Seburuk-buruk Ulama adalah Ulama yang mengunjungi penguasa, dan
sebaik-baik Penguasa adalah Penguasa yang mengunjungi Ulama. Berbahagialah
seorang Penguasa yang berada di depan orang miskin, dan celakalah orang miskin
yang berada di depan gerbang Penguasa.”
Seklias, hadis Nabi itu seakan-akan bermakna bahwa tidak
layak bagi seorang Ulama mengunjungi Pemerintah. Perbuatan seperti itu
menjadikan seorang Ulama menjadi Ulama terburuk. Tapi Hadis itu tidak bermakna
sedemikian dangkal. Makna sebenarnya dari hadis itu adalah sebutuk-buruknya
Ulama adalah Ulama yang menerima sokongan dari Penguasa. Dia melakukannya
karena inign memperoleh penghidupan dari sang Penguasa. Anugerah serta
pemberian penghidupan dari seorang Penguasa dijadikan tujuan utama kehidudpan
dan pencarian ilmunya. Dida ingn agar sang penguasa memberinya berbagai hadiah.
Dia selalu memuji Penguasa dan berkata kepadanya dengan berbagai penghargaan
yang tinggi. Ketika menjadi Ulama, dia mempelajari tata cara untuk bisa
melepaskan diri dari ketakutan dan kekuasaan setiap penguasa. Ulama-ulama
seperti akan membiasakan dirinya dengan berbagai tingkah laku yang akan disukai
oleh setiap Penguasa. Dalam kehidupan ini mungkin ada Ulama yang mengunjungi
Penguasa dan ada pula penguasa yang mengunjungi Ulama. Tapi, Ulama-ulama buruk
itu akan selalu menempatkan dirinya sebagai Tamu, dan selalu menganggap
penguasa sebagai tuan rumah.
Pada sisi lain, keika seorang Ulama yang sudah mengenakan
jubah keilmuannya, dia melakukannya bukan demi seorang penguasa, melainkan,
pertama dan paling utama, karena Tuhan. Ketika seorang ulama berperilaku dan
berjalan sepanjang jalur kebenaran, sebagaimana yang semestinya dilakukan oleh
seorang ulama, dan tidak berperilaku untuk alasan lain, maka semua orang akan
berdiri hormat terhadapnya. Semua orang merasa mendapatkan limpahan cahaya yang
memantul darinya. Baik mereka sadar ataupun tidak. Segala perilaku ulama itu,
selalu diatur oleh nalar dan naluri kebaikan. Dia hanya bisa hidup di dalam
kebaikan, seperti ikan yang hanya dapat hidup di dalam air. Apabila ulama
seperti itu pergi ke seorang penguasa, maka dialah yang bertindak sebagai tuan
rumah dan Penguasa sebagai tamunya. Karena, sang penguasa akan memperoleh
bantuan darinya dan bergantung padanya. Ulama seperti itu jiwanya merdeka dan
tidak terikat kepada seorang penguasa. Dia akan selalu melimpahkan cahaya
bagaikan amtahari. Hidupnya semata-mata untuk memberi dan memberkahi. Matahari
mengubah bebatuan biasa menjadi rubi dan permata carnelin. Matahari akan
mengubah gunung-gunung di bumi menjadi tambang tembaga, emas, perak dan
timah-timah. Matahari membaut bumi hijau dan segar, menghasilkan bermacam
buah-buahan dan berbagai tanaman. Tugasnya hanyalah memberi dan membekali; dia
tidak mengambil apa-pun. Ada sebuah pepatah Arab yang berbunyi : “Kami telah
belajar untuk memberi, tidak untuk mengambil>” Ulama seperti itu akan selalu
menjadi tuan rumah dalam keadaan bagaimana pun. Dan penguasa akan selalu
menjadi tamu mereka.
Suatu ketika aku pernah berhasrat untuk menafsirkan ayat
Al-Qur’an, walau pun ayat tersebut tidak berhubungan dengan pokok perbincangan
ini. Bagaimana pun, hasrat itu telah datang padaku. Aku harus melakukannya.
Tuhan berfirman : “Hai Nabi, katakan kepada tawanan-tawananmu bahwa, Tuhan
mengetahui kebaikan yang ada dalam hatimu. Dia akan memberimu suatu yang lebih
baik daripada yang telah diambil darimu;
dan Dia akan mengampunimu, karena Tuhan Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”
(QS.8:70). Sebab turunnya ayat ini adalah sebagai berikut : Suatu ketika Nabi Muhammad
berhasil mengalahkan orang-orang kafir. Banyak orang yang terbunuh dalam
peperangan itu. Kaum Muslim mendapatkan banyak barang rampasan perang. Nabi
memiliki banyak tawanan yang terikat kaki serta tangannya. Salah satu tawanan
itu Abbas, Paman Nabi sendiri. Sepanjang malam para tawanan itu meratap dalam
belenggu mereka berputus asa dan berhenti berharap. Tak ada lagi yang gmereka
nantikan kecuali tebasan pedang di batang leher mereka. Nabi mengetahui hal
itu lalu melihat mereka dan tertawa.
“Kalian lihat itu,” para tawanan itu berkata, “dia
memiliki kemanusiaan dalam dirinya. Pernyataan bahwa dia bukanlah manusia
tidaklah benar, karena di sini, ketika dia melihat kita terikat sebagai
tawanannya, dia merasakan kenikmatan yang sangat seperti manusia lain
bergembira dalam suka cita, apabila telah menaklukan musuhnya dan melihat
mereka terkalahkan.”
Tapi, Nabi Muhammad mampu membaca pikiran mereka dan
berkata : “Tidak”. Aku tertawa bukan karena melihat musuhku terkalahkan atau
karena aku gembira melihat kalian kalah. Aku tertawa karena dengan amta batinku
aku melihat ddiriku sendiri memaksa menarik dengan rantai dan belenggu
sekelompok orang keluar dari api pembakaran dan asap hitam neraka ke dalam
Taman Abadi Surga yang amat
menyenangkan. Mereka merintih dan menyesal, lalu berkata : “Kenaka Engkau
mengeluarkan kami dari tempat celaka ini ke dalam lindungan, dan membawa kami
ke Taman yang dipenuhi bunga mawar?”, Nabi Menjawab, “Karena itulah aku
tertawa.” Aku tertawa karena kalian masih juga tidak memiliki daya pandang
untuk memahami dan melihat deengan jernih terhadap ucapanku.” Kemudian Nabi
melanjutkan : “Tuhan telah memerintahku untuk mengatakan ini kepada kalian,
“Pertama-tama kalian mengumpulkan begitu banyak pelayan rumah dan tenaga, dan
benar-benar yakin dengan kekuatan,
kekukuhan, keberanian kalian. Kalian berkata
kepada diri kalian sendiri bahwa kalian akan sanggup melakukan apa pun. Kalian
sesumbar akan mengalahkan Kaum Muslim. Kalian pikir tidak ada yang lebih kuat
dari pada kalian. Kalian tidak dapat membayangkan ada orang lain yang lebih
kuat daripada kalian sendiri. Sekarang seluruh yang telah kalian rencanakan
gagal total. Dan kini, kalian terbaring gemetar dalam ketakutan. Kalian tidak
bertobat atas kegagalan dan kesalahan yang kalian lakukan. Kalian akan terus
berada dalam kesukaran yang menciutkan nyali. Kalian masih tidak dapat memahami
bahwa bisa jadi ada orang lain lebih berkuasa daripada kalian. Maka suatu
keniscayaan ketika kini kalian melihatku memilih kekuatan serta kuasa. Dan diri
kalian mungkin akan menjadi sasaran dari kutukanku. Tapi jangan berputus asa
atas apa yang aku lakukan, karena aku mampu untuk mengeluarkan kalian dari
ketakutan ini, dan membimbing kalian pada keselamatan. Dia Yang Maha Kuasa
mampu untuk menciptakan seekor sapi hitam dari seekor sapi putih, dan mampu
menciptakan sapi putih dari seekor sapi hitam. “Dia menciptakan malam untuk
menggantikan siang, dan menciptakan siang untuk menggantikan malam (QS. 35:13).
“Dia bisa menciptakan kehidupan dari kematian, dan Dia bisa menciptakan
kematian dari kehidupan.” (QS.30:19). Sekarang, ketika kalian menjadi
tawananku, jangan takut padaku karena aku mampu menghukum kalian. Karena tidak
ada yang berputus asa dari kasih sayang Tuhan, kecuali orang kafir (QS.12:87).
Kemudian Nabi Muhammad berkata : “Sekarang Tuhan
Berfirman : “Hai tawanan, jika engkau mengubah keyakinanmu yang dulu dan
memahami-Ku, baik dalamr rasa takut ataupun dalam pengharapan, kemudian kalian
menyadari bahwa kalian adalah sasaran kehendak-Ku pada setiap keadaan, Aku akan
melepaskan kalian dari keadaan menakutkan ini. Aku pasti akan mengembalikan
seluruh harta bendamu yang telah dirampas dan dihilangkan, dan Aku akan
memaafkan kalian. Tidak hanya kebahagiaan di dunia ini yang akan Aku berikan,
tapi juga kebahagiaan di kehidupan yang selanjutnya.”
“Aku bertobat,” Abbas berkata, “Aku berpaling dari
keyakinanku yang lalu.”
“Tuhan membutuhkan bukti dari pengakuan yang engkau
buat.” Kata Nabi.
Memang mudah untuk melemparkan pernyataan cinta,
Tetapi, bukti darinya akan selalu diminta.
Lalu Abbas bertanya : “Demi Nama Tuhan! Bukti apa yang
Engkau butuhkan?”
“Berikan kepada bala tentara Islam,” Jawab Nabi Muhammad,
“Seluruh kekayaan yang masih engkau tinggalkan. Apabila engkau memang
benar-benar seorang Muslim dan berharap baik pada agama dan masyarakat Islam,
berikan hartamu sehingga bala tentara Islam akan menjadi lebih kuat!”
“Wahai Rasulullah!” jawab Abbas : “Harta manalagi yang
masih aku miliki? Sedangkan apa yang aku miliki sudah terampas. Aku tak lagi
memiliki apa-apa. Hanya tikar jerami tua yang tertinggal atas namaku.”
“Lihat”, kata Nabi Muhammad : “Engkau masih belum berudi.
Engkau belum berpaling dari keyakinanmu yang dulu. Biarkan aku katakan padamu,
berapa banyak kekayaan yang engkau miliki, di mana engkau menyembunyikannya,
kepada siapa engkau mempercayakannya, dan di mana engkau memendamnya.”
“Oh, tidak,” teriak Abbas.
“Apakah engkau tidak mempercayakan sejumlah harta kepada
ibundamu? Tidakkah engkau memendam sejumlah harta lainnya di bawah dinding dan
menetapkan bahwa apabila engkau kembali dia akan mengembalikannya kepadamu, dan
apabila engkau tidak kembali hidup-hidup dia akan menggunakannya untuk membeli
barang tertentu. Engkau juga memberikan sejumlah besar hartamu kepada orang
tertentu, dan menyimpan sebagian yang lainnya dirinya sendiri?”
Kemudian Abbas mengacungkan jari-jarinya dan menyatakan
Iman dengan sungguh-sungguh, lalu dia berkata : “Wahai Nabi, sejujurnya saya
pernah berpikir bahwa Engkau memiliki keberuntungan melalui khayalan tentang
nasib baik, sebagaimana yang dilakukan oleh banyak raja masa lalu seperti
Haman, Syaddad, dan Namrud. Meski demikian, ketika engkau mengatakan kepadaku
hal yeng Engkau sebutkan, aku tahu pasti bahwa nasib baik yang melingkupinya
adalah sesuatu yang misterius dan sungguh-sungguh berasal dari Ilahi.”
“Engkau berkata benar,” kata Nabi Muhammad. “Saat ini aku
mendengar lingkaran keraguan yang melingkupimu telah berderak patah dalam
batinmu. Bunyi patahannya mencapai telingaku. Lenyap pada kedalam jiwaku. Kapan
pun lingkaran keraguan, penyembahan berhala, atau kekafiran seseorang berderak
patah, aku mendengar bunyi pacahannya dengan telinga batinku, telinga jiwaku.
Sekarang engkau telah benar-benar menjadi orang yang berbudi dan menyatakan
iman dengan segala kesungguhanmu.”
Semua ini aku kataka kepada Parwana. Aku berkata
kepadanya “Engkau yang telah menjadi penghulu Umat Islam pernah berkata “Aku
telah mengorban diriku, kecerdasanku serta seluruh kuasa pertimbangan dan
penilaianku. Semuanaya akeulakukan demi melanjutkan keberasaan Islam dan
menyebarkannya. Tetapi sejak engaku menyadarkan keyakinan pada dirimu, dan
tidak berpaling pada Tuhan untuk menyadari bahwa pap pun berasal dari-Nya, maka Tuhan
menjadikan usaha keras kalian menjadi sebab kemunduruan Islamm. Engkau telah
menyatukan diri kalian dengan Kaum Tartar. Engkau bantu mereka untuk
meruntuhkan kaum Syria dan Mesir, kemudian membiarkan kerajaan Islam dalam
kehancuran.”
Hal yang nyata-nyata telah menjadi sebab ekspansi Islam
justru telah pula menjadi sebab bagi kemunduruannya. Maka, dalam keadaan yang
amat menakutkan ini, kembalilah kepada Tuhan. Berikanlah sedekah agar Dia
melindungi engkau dari keadaan jahat yang menakutkan. Janganlah berputus asa
dari Dia, bahkan apabila Dia melemparkan engkau dari ketaatan ke dalam
pembangkangan. Karena engkau selalu berpikir bahwa kepatuhanmu ada dalam
dirimu. Jangan berputus asa , tetapi kembali kepada Tuhan dengan segala
kerendahan hati, karena Dia Maha Kuasa. Sungguh, Dia mampu untuk mengubah-ubah
kepatuhan menjadi pembangkangan. Dia juga mampu untuk mengubah pembangkangan
menjadi kepatuhan dan Dia akan memberi kalian pengampunan. Dia mampu
menyediakan kalian jalan dan peralatan
untuk berjuang dengan kerasa, sekali lagi demi Pengembangan Islam. Janganlah
berputus asa, karena tidak ada yang berputus asa dari Kasih Sayang Tuhan,
kecuali orang-orang kafir (QS.12:87).
Tujuanku adalah membuatnya bisa memahami, memberinya
sedekah, dan merendahkan diri sendiri di depan Tuhan. Karena dari keadaan
paling terpuji dia bisa berubah ke keadaan yang paling hina, bagaimana pun dia
mesti selalu berharap.
Tuhan mencipta dengan cara yang misterius. Sebuah benda
barangkali terlihat baik jika dilihat dari luar, tetapi mungkin di dalamnya
terdapat kejahatan. Jangan sampai seorang pun terperdaya oleh rasa bangga.
Kebangga yang selalu menganggap bahwa dia telah
menyerap suatu gagasan yang baik atau pun telah melakukan amal baik.
Apabila segala sesuatu adalah sebagaimana tampaknya, Nabi Muhammad tidak akan
memperingatkan ummatnya dengan peringatan yang keras dengan sabdanya :
“Tunjukkan kepadaku suatu hal sebagaimana adanya. Engkau membuat suatu hal
menjadi tampak indah, padahal kenyataannya buruk; engkau membuat suatu hal
tampak buruk, padahal di dalam kenyataannya indah. Maka tunjukkan kepada kami
suatu hal sebagaimana adanya, kalau tidak kami akan jatuh ke dalam perangkap
dan akan selamanya salah.” Jadi, sejernih dan sebaik apa pun penilaianmu,
betapa pun indah tampaknya, tidak akan lebih baik daripada penilaiannya, dia
berbicara sebagaimana yang dia lakukan. Jangan selalu menyandarkan penilaian
pada setiap pikiran dan pendapatmu, tetapi berendah hatilah dirimu di depan
Tuhan dan takutlah kepada-Nya.
Demikianlah tujuanku berbicara seperti itu kepasa
Parwana. Meski demikian, dia menerapkan ayat dan penafsiran ini dengan caranya
sendiri. Dia berkata : “Pada saat ini, apabila kita hendak menggerakkan
pasukan, janganlah menyandarkan kekuatan hanya kepada mereka. Bahkan apabila
terkalahkan, kita mesti tidak berputus asa untu tetap mengharapkan Rahmat
Tuhan. Kita tetap mengharapkan kasih-Nya di saat kita diliputi ketakutan dan
keetidak-berdayaan.” Dia menerapkan
kata-kataku untuk tujuannya sendiri, sedangkan tujuanku telah aku jelaskan di
atas
Tiada ulasan:
Catat Ulasan