Catatan Popular

Ahad, 9 Ogos 2015

KITAB FIHI MA FIHI :BAB 1 TUHAN BEKERJA DENGAN CARA YANG MISTERI



WACANA OLEH MAULANA SYEIKH JALALUDDIN AR RUMI (PENGASAS TAREKAT MALAUWIYYAH)

Nabi Muhammad saw. bersabda : “Seburuk-buruk Ulama adalah Ulama yang mengunjungi penguasa, dan sebaik-baik Penguasa adalah Penguasa yang mengunjungi Ulama. Berbahagialah seorang Penguasa yang berada di depan orang miskin, dan celakalah orang miskin yang berada di depan gerbang Penguasa.”

Seklias, hadis Nabi itu seakan-akan bermakna bahwa tidak layak bagi seorang Ulama mengunjungi Pemerintah. Perbuatan seperti itu menjadikan seorang Ulama menjadi Ulama terburuk. Tapi Hadis itu tidak bermakna sedemikian dangkal. Makna sebenarnya dari hadis itu adalah sebutuk-buruknya Ulama adalah Ulama yang menerima sokongan dari Penguasa. Dia melakukannya karena inign memperoleh penghidupan dari sang Penguasa. Anugerah serta pemberian penghidupan dari seorang Penguasa dijadikan tujuan utama kehidudpan dan pencarian ilmunya. Dida ingn agar sang penguasa memberinya berbagai hadiah. Dia selalu memuji Penguasa dan berkata kepadanya dengan berbagai penghargaan yang tinggi. Ketika menjadi Ulama, dia mempelajari tata cara untuk bisa melepaskan diri dari ketakutan dan kekuasaan setiap penguasa. Ulama-ulama seperti akan membiasakan dirinya dengan berbagai tingkah laku yang akan disukai oleh setiap Penguasa. Dalam kehidupan ini mungkin ada Ulama yang mengunjungi Penguasa dan ada pula penguasa yang mengunjungi Ulama. Tapi, Ulama-ulama buruk itu akan selalu menempatkan dirinya sebagai Tamu, dan selalu menganggap penguasa sebagai tuan rumah.

Pada sisi lain, keika seorang Ulama yang sudah mengenakan jubah keilmuannya, dia melakukannya bukan demi seorang penguasa, melainkan, pertama dan paling utama, karena Tuhan. Ketika seorang ulama berperilaku dan berjalan sepanjang jalur kebenaran, sebagaimana yang semestinya dilakukan oleh seorang ulama, dan tidak berperilaku untuk alasan lain, maka semua orang akan berdiri hormat terhadapnya. Semua orang merasa mendapatkan limpahan cahaya yang memantul darinya. Baik mereka sadar ataupun tidak. Segala perilaku ulama itu, selalu diatur oleh nalar dan naluri kebaikan. Dia hanya bisa hidup di dalam kebaikan, seperti ikan yang hanya dapat hidup di dalam air. Apabila ulama seperti itu pergi ke seorang penguasa, maka dialah yang bertindak sebagai tuan rumah dan Penguasa sebagai tamunya. Karena, sang penguasa akan memperoleh bantuan darinya dan bergantung padanya. Ulama seperti itu jiwanya merdeka dan tidak terikat kepada seorang penguasa. Dia akan selalu melimpahkan cahaya bagaikan amtahari. Hidupnya semata-mata untuk memberi dan memberkahi. Matahari mengubah bebatuan biasa menjadi rubi dan permata carnelin. Matahari akan mengubah gunung-gunung di bumi menjadi tambang tembaga, emas, perak dan timah-timah. Matahari membaut bumi hijau dan segar, menghasilkan bermacam buah-buahan dan berbagai tanaman. Tugasnya hanyalah memberi dan membekali; dia tidak mengambil apa-pun. Ada sebuah pepatah Arab yang berbunyi : “Kami telah belajar untuk memberi, tidak untuk mengambil>” Ulama seperti itu akan selalu menjadi tuan rumah dalam keadaan bagaimana pun. Dan penguasa akan selalu menjadi tamu mereka.

Suatu ketika aku pernah berhasrat untuk menafsirkan ayat Al-Qur’an, walau pun ayat tersebut tidak berhubungan dengan pokok perbincangan ini. Bagaimana pun, hasrat itu telah datang padaku. Aku harus melakukannya. Tuhan berfirman : “Hai Nabi, katakan kepada tawanan-tawananmu bahwa, Tuhan mengetahui kebaikan yang ada dalam hatimu. Dia akan memberimu suatu yang lebih baik  daripada yang telah diambil darimu; dan Dia akan mengampunimu, karena Tuhan Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS.8:70). Sebab turunnya ayat ini adalah sebagai berikut : Suatu ketika Nabi Muhammad berhasil mengalahkan orang-orang kafir. Banyak orang yang terbunuh dalam peperangan itu. Kaum Muslim mendapatkan banyak barang rampasan perang. Nabi memiliki banyak tawanan yang terikat kaki serta tangannya. Salah satu tawanan itu Abbas, Paman Nabi sendiri. Sepanjang malam para tawanan itu meratap dalam belenggu mereka berputus asa dan berhenti berharap. Tak ada lagi yang gmereka nantikan  kecuali tebasan pedang  di batang leher mereka. Nabi mengetahui hal itu lalu melihat mereka dan tertawa.

“Kalian lihat itu,” para tawanan itu berkata, “dia memiliki kemanusiaan dalam dirinya. Pernyataan bahwa dia bukanlah manusia tidaklah benar, karena di sini, ketika dia melihat kita terikat sebagai tawanannya, dia merasakan kenikmatan yang sangat seperti manusia lain bergembira dalam suka cita, apabila telah menaklukan musuhnya dan melihat mereka terkalahkan.”
Tapi, Nabi Muhammad mampu membaca pikiran mereka dan berkata : “Tidak”. Aku tertawa bukan karena melihat musuhku terkalahkan atau karena aku gembira melihat kalian kalah. Aku tertawa karena dengan amta batinku aku melihat ddiriku sendiri memaksa menarik dengan rantai dan belenggu sekelompok orang keluar dari api pembakaran dan asap hitam neraka ke dalam Taman Abadi  Surga yang amat menyenangkan. Mereka merintih dan menyesal, lalu berkata : “Kenaka Engkau mengeluarkan kami dari tempat celaka ini ke dalam lindungan, dan membawa kami ke Taman yang dipenuhi bunga mawar?”, Nabi Menjawab, “Karena itulah aku tertawa.” Aku tertawa karena kalian masih juga tidak memiliki daya pandang untuk memahami dan melihat deengan jernih terhadap ucapanku.” Kemudian Nabi melanjutkan : “Tuhan telah memerintahku untuk mengatakan ini kepada kalian, “Pertama-tama kalian mengumpulkan begitu banyak pelayan rumah dan tenaga, dan benar-benar yakin dengan kekuatan, 

kekukuhan, keberanian kalian. Kalian berkata kepada diri kalian sendiri bahwa kalian akan sanggup melakukan apa pun. Kalian sesumbar akan mengalahkan Kaum Muslim. Kalian pikir tidak ada yang lebih kuat dari pada kalian. Kalian tidak dapat membayangkan ada orang lain yang lebih kuat daripada kalian sendiri. Sekarang seluruh yang telah kalian rencanakan gagal total. Dan kini, kalian terbaring gemetar dalam ketakutan. Kalian tidak bertobat atas kegagalan dan kesalahan yang kalian lakukan. Kalian akan terus berada dalam kesukaran yang menciutkan nyali. Kalian masih tidak dapat memahami bahwa bisa jadi ada orang lain lebih berkuasa daripada kalian. Maka suatu keniscayaan ketika kini kalian melihatku memilih kekuatan serta kuasa. Dan diri kalian mungkin akan menjadi sasaran dari kutukanku. Tapi jangan berputus asa atas apa yang aku lakukan, karena aku mampu untuk mengeluarkan kalian dari ketakutan ini, dan membimbing kalian pada keselamatan. Dia Yang Maha Kuasa mampu untuk menciptakan seekor sapi hitam dari seekor sapi putih, dan mampu menciptakan sapi putih dari seekor sapi hitam. “Dia menciptakan malam untuk menggantikan siang, dan menciptakan siang untuk menggantikan malam (QS. 35:13). “Dia bisa menciptakan kehidupan dari kematian, dan Dia bisa menciptakan kematian dari kehidupan.” (QS.30:19). Sekarang, ketika kalian menjadi tawananku, jangan takut padaku karena aku mampu menghukum kalian. Karena tidak ada yang berputus asa dari kasih sayang Tuhan, kecuali orang kafir (QS.12:87).
Kemudian Nabi Muhammad berkata : “Sekarang Tuhan Berfirman : “Hai tawanan, jika engkau mengubah keyakinanmu yang dulu dan memahami-Ku, baik dalamr rasa takut ataupun dalam pengharapan, kemudian kalian menyadari bahwa kalian adalah sasaran kehendak-Ku pada setiap keadaan, Aku akan melepaskan kalian dari keadaan menakutkan ini. Aku pasti akan mengembalikan seluruh harta bendamu yang telah dirampas dan dihilangkan, dan Aku akan memaafkan kalian. Tidak hanya kebahagiaan di dunia ini yang akan Aku berikan, tapi juga kebahagiaan di kehidupan yang selanjutnya.”
“Aku bertobat,” Abbas berkata, “Aku berpaling dari keyakinanku yang lalu.”
“Tuhan membutuhkan bukti dari pengakuan yang engkau buat.” Kata Nabi.
Memang mudah untuk melemparkan pernyataan cinta,
Tetapi, bukti darinya akan selalu diminta.
Lalu Abbas bertanya : “Demi Nama Tuhan! Bukti apa yang Engkau butuhkan?”
“Berikan kepada bala tentara Islam,” Jawab Nabi Muhammad, “Seluruh kekayaan yang masih engkau tinggalkan. Apabila engkau memang benar-benar seorang Muslim dan berharap baik pada agama dan masyarakat Islam, berikan hartamu sehingga bala tentara Islam akan menjadi lebih kuat!”
“Wahai Rasulullah!” jawab Abbas : “Harta manalagi yang masih aku miliki? Sedangkan apa yang aku miliki sudah terampas. Aku tak lagi memiliki apa-apa. Hanya tikar jerami tua yang tertinggal atas namaku.”
“Lihat”, kata Nabi Muhammad : “Engkau masih belum berudi. Engkau belum berpaling dari keyakinanmu yang dulu. Biarkan aku katakan padamu, berapa banyak kekayaan yang engkau miliki, di mana engkau menyembunyikannya, kepada siapa engkau mempercayakannya, dan di mana engkau memendamnya.”
“Oh, tidak,” teriak Abbas.
“Apakah engkau tidak mempercayakan sejumlah harta kepada ibundamu? Tidakkah engkau memendam sejumlah harta lainnya di bawah dinding dan menetapkan bahwa apabila engkau kembali dia akan mengembalikannya kepadamu, dan apabila engkau tidak kembali hidup-hidup dia akan menggunakannya untuk membeli barang tertentu. Engkau juga memberikan sejumlah besar hartamu kepada orang tertentu, dan menyimpan sebagian yang lainnya dirinya sendiri?”

Kemudian Abbas mengacungkan jari-jarinya dan menyatakan Iman dengan sungguh-sungguh, lalu dia berkata : “Wahai Nabi, sejujurnya saya pernah berpikir bahwa Engkau memiliki keberuntungan melalui khayalan tentang nasib baik, sebagaimana yang dilakukan oleh banyak raja masa lalu seperti Haman, Syaddad, dan Namrud. Meski demikian, ketika engkau mengatakan kepadaku hal yeng Engkau sebutkan, aku tahu pasti bahwa nasib baik yang melingkupinya adalah sesuatu yang misterius dan sungguh-sungguh berasal dari Ilahi.”
“Engkau berkata benar,” kata Nabi Muhammad. “Saat ini aku mendengar lingkaran keraguan yang melingkupimu telah berderak patah dalam batinmu. Bunyi patahannya mencapai telingaku. Lenyap pada kedalam jiwaku. Kapan pun lingkaran keraguan, penyembahan berhala, atau kekafiran seseorang berderak patah, aku mendengar bunyi pacahannya dengan telinga batinku, telinga jiwaku. Sekarang engkau telah benar-benar menjadi orang yang berbudi dan menyatakan iman dengan segala kesungguhanmu.”

Semua ini aku kataka kepada Parwana. Aku berkata kepadanya “Engkau yang telah menjadi penghulu Umat Islam pernah berkata “Aku telah mengorban diriku, kecerdasanku serta seluruh kuasa pertimbangan dan penilaianku. Semuanaya akeulakukan demi melanjutkan keberasaan Islam dan menyebarkannya. Tetapi sejak engaku menyadarkan keyakinan pada dirimu, dan tidak berpaling pada Tuhan untuk menyadari bahwa  pap pun berasal dari-Nya, maka Tuhan menjadikan usaha keras kalian menjadi sebab kemunduruan Islamm. Engkau telah menyatukan diri kalian dengan Kaum Tartar. Engkau bantu mereka untuk meruntuhkan kaum Syria dan Mesir, kemudian membiarkan kerajaan Islam dalam kehancuran.”
Hal yang nyata-nyata telah menjadi sebab ekspansi Islam justru telah pula menjadi sebab bagi kemunduruannya. Maka, dalam keadaan yang amat menakutkan ini, kembalilah kepada Tuhan. Berikanlah sedekah agar Dia melindungi engkau dari keadaan jahat yang menakutkan. Janganlah berputus asa dari Dia, bahkan apabila Dia melemparkan engkau dari ketaatan ke dalam pembangkangan. Karena engkau selalu berpikir bahwa kepatuhanmu ada dalam dirimu. Jangan berputus asa , tetapi kembali kepada Tuhan dengan segala kerendahan hati, karena Dia Maha Kuasa. Sungguh, Dia mampu untuk mengubah-ubah kepatuhan menjadi pembangkangan. Dia juga mampu untuk mengubah pembangkangan menjadi kepatuhan dan Dia akan memberi kalian pengampunan. Dia mampu menyediakan kalian  jalan dan peralatan untuk berjuang dengan kerasa, sekali lagi demi Pengembangan Islam. Janganlah berputus asa, karena tidak ada yang berputus asa dari Kasih Sayang Tuhan, kecuali orang-orang kafir (QS.12:87).

Tujuanku adalah membuatnya bisa memahami, memberinya sedekah, dan merendahkan diri sendiri di depan Tuhan. Karena dari keadaan paling terpuji dia bisa berubah ke keadaan yang paling hina, bagaimana pun dia mesti selalu berharap.

Tuhan mencipta dengan cara yang misterius. Sebuah benda barangkali terlihat baik jika dilihat dari luar, tetapi mungkin di dalamnya terdapat kejahatan. Jangan sampai seorang pun terperdaya oleh rasa bangga. Kebangga yang selalu menganggap bahwa dia telah  menyerap suatu gagasan yang baik atau pun telah melakukan amal baik. Apabila segala sesuatu adalah sebagaimana tampaknya, Nabi Muhammad tidak akan memperingatkan ummatnya dengan peringatan yang keras dengan sabdanya : “Tunjukkan kepadaku suatu hal sebagaimana adanya. Engkau membuat suatu hal menjadi tampak indah, padahal kenyataannya buruk; engkau membuat suatu hal tampak buruk, padahal di dalam kenyataannya indah. Maka tunjukkan kepada kami suatu hal sebagaimana adanya, kalau tidak kami akan jatuh ke dalam perangkap dan akan selamanya salah.” Jadi, sejernih dan sebaik apa pun penilaianmu, betapa pun indah tampaknya, tidak akan lebih baik daripada penilaiannya, dia berbicara sebagaimana yang dia lakukan. Jangan selalu menyandarkan penilaian pada setiap pikiran dan pendapatmu, tetapi berendah hatilah dirimu di depan Tuhan dan takutlah kepada-Nya.
Demikianlah tujuanku berbicara seperti itu kepasa Parwana. Meski demikian, dia menerapkan ayat dan penafsiran ini dengan caranya sendiri. Dia berkata : “Pada saat ini, apabila kita hendak menggerakkan pasukan, janganlah menyandarkan kekuatan hanya kepada mereka. Bahkan apabila terkalahkan, kita mesti tidak berputus asa untu tetap mengharapkan Rahmat Tuhan. Kita tetap mengharapkan kasih-Nya di saat kita diliputi ketakutan dan keetidak-berdayaan.”  Dia menerapkan kata-kataku untuk tujuannya sendiri, sedangkan tujuanku telah aku jelaskan di atas

Tiada ulasan: