TERDAPAT ENAM (6) FASAL:
BERSUCI DARI
HADATS
Diantara cara besuci daripada hadats itu, ialah wudlu,
mandi dan tayammum. Semuanya itu didahului oleh istinja’. Maka akan kami
bentangkan semuanya itu secara berturut-turut, serta dengan adab dan sunatnya.
Dimulai dengan sebabnya berwudlu’ dan adab melakukan qodo hajat (membuang air
besar dan air kecil), insya Allah Ta’ala
FASAL SATU : MENGENAI ADAB QODO HAJAT.
Seyogyalah
menjauhkan dari pandangan mata orang banyak, apabila berqodo hajat di lapangan
lepas. Dan seharusnyalah menutupkan dirinya dengan sesuatu jika diperolehnya.
Dan tidak membuka aurat, sebelum sampai ke tempat duduk berqodo hajat itu.
Tidak menghadap matahari dan bulan. Tidak menghadap qiblat dan membelakanginya,
kecuali berada di dalam kakus (bangunan). Tetapi mengelakkan dirinya dari
qiblat itu, adalah lebih baik juga, meskipun di dalam kakus. Dan kalau ia
menutupkan dirinya pada lapangan lepas dengan kendaraannya, maka itu boleh.
Demikian juga dengan tepi kain sarungnya. Dan menjaga benar-benar, daripada
duduk berqodo hajat pada tempat yang dipakai orang untuk bercakap-cakap. Dan
tidak membuang air kecil (kencing) pada air tenang, di bawah pohon kayu yang
berbuah dan di dalam lobang. Dan menjaga daripada membuang air kecil itu pada
tempat keras dan arah hembusan angin karena menjaga daripada terperciknya air
kecil itu. Dan bahwa tertekan pada duduknya atas kaki kiri. Dan jikalau berqodo
hajat dalam bangunan (kakus), maka mendahulukan kaki kiri waktu masuk dan kaki
kanan waktu keluar. Dan tidaklah membuang air kecil sedang berdiri. Berkata
‘Aisyah: “Siapa yang menerangkan kepadamu bahwa Nabi saw membuang air kecil
dengan berdiri, maka janganlah kamu membenarkannya !”. Berkata Umar ra:
“Rasulullah saw melihat saya membuang air kecil dengan berdiri, lalu bersabda:
“Hai Umar, janganlah membuang air kecil dengan berdiri”. Lalu Umar ra
menyambung: “Maka tidaklah lagi aku membuang air kecil dengan berdiri sesudah
itu”. Dalam pada itu, ada juga keringanan, karena Hudzaifah ra meriwayatkan:
“Bahwa Nabi saw membuang air kecil dengan berdiri, maka aku bawa kepadanya air
wudlu. Lalu beliau berwudlu dan menyapu kedua alas kakinya”. Dan tidaklah
membuang air kecil pada tempat mandi. Bersabda Nabi saw: “Umumnya kebimbangan
(waswas) itu, dari membuang air kecil pada tempat mandi”. Berkata
Ibnul-Mubarak: “Diberi kelapangan membuang air kecil di tempat mandi, apabila
dilalukan air (disiram)”, demikian diterangkan oleh At-Tirmidzi. Bersabda Nabi
saw: “Janganlah membuang air kecil seorang kamu pada tempat permandian,
kemudian berwudlu padanya. Karena, umumnya kebimbangan hati itu daripadanya”.
Berkata
Ibnul-Mubarak: “Kalau air itu mengalir, maka tidak mengapa”. Dan tidaklah
membawa ke tempat berqodo hajat, sesuatu yang ada padanya nama Allah atau nama
Rasul saw. Dan tidaklah memasuki kakus dengan kepala terbuka. Dan membaca
ketika masuk: “Dengan nama Allah, aku berlindung dengan Allah dari najis yang
kotor, lagi keji yang dikejikan setan yang terkutuk”. Dan membaca ketika
keluar: “Segala pujian bagi Allah yang telah menghilangkan daripadaku, apa yang
menyakitkan aku dan mengekalkan bagiku apa yang bermanfaat kepadaku”. Dan
adalah pembacaan ini ketika berada di luar tempat membuang air. Dan menyediakan
batu untuk istinja’ sebelum duduk dan tidak beristinja’ dengan air pada tempat
melakukan qodo hajat. Dan berusahalah menghabiskan keluar air kecil dengan
berdehem-dehem dan bersin 3 kali dan melakukan tangan di bawah kemaluan.
Dan tidaklah
membanyakkan berfikir habis dan tidaknya keluar air kecil itu, karena dapat
menimbulkan kebimbangan hati dan menyukarkan kepadanya urusan membuang air
kecil itu. Dan apa yang dirasakannya ada basah, maka hendaklah diperkirakannya
itu sisa air. Kalau tidak juga menyenangkan hatinya, maka hendaklah diperciknya
air ke tempat itu, sehingga kuatlah keyakinannya yang demikian. Tidaklah
kiranya ia dipengaruhi setan dengan kebimbangan hati itu. Pada hadits tersebut,
bahwa Nabi saw: “Berbuat demikian, yaitu memercikkan air”. Yang paling mudah
membuang air kecil, ialah orang yang lebih berpaham. Maka kebimbangan hati itu,
menunjukkan kepada kekurangan paham. Pada hadits yang diriwayatkan Salman ra
tersebut: “Bahwa kami diajarkan oleh Rasulullah saw tiap-tiap perkara, sampai
kepada bersuci daripada hadats. Maka disuruhnya kami, tidak beristinja’ dengan
tulang dan berak keras. Dilarangnya kami menghadap qiblat waktu membuang air
besar atau air kecil”. Berkata seorang laki-laki kepada setengah sahabat Nabi
saw dari orang Arab, yang telah berselisih paham dengan dia: “Aku tidak
menyangka engkau pandai bersuci dari hadats”. Maka menjawab sahabat itu: “Ya,
saya pandai. Sungguh-sungguh saya pandai dan mengetahui betul. Saya jauhkan
bekas-bekasnya, saya sediakan alat pembersihannya, saya menghadap ke asy-syih,
saya membelakangkan angin, saya iq’a’ seperti iq’a’nya kijang dan saya ijfaal
seperti ijfaalnya unta”. Asy-syih ialah tumbuh-tumbuhan yang harum baunya,
tumbuh di desa, Iq’a’ disini, ialah menjongkok ke depan dua tapak kakinya. Dan
ijfaal, ialah mengangkat punggungnya. Diantara keringanan, ialah bahwa manusia
itu membuang air kecilnya dekat temannya, dengan menutupkan diri daripada teman
itu. Rasulullah saw telah berbuat demikian, meskipun dengan perasaan malu yang
sangat berat, gunanya untuk menerangkan kepada orang banyak, bolehnya demikian.
FASAL DUA: CARA ISTINJA’
Kemudian
beristinja’ pada tempatnya dengan 3 buah batu. Kalau bersih dengan 3 buah batu
itu, maka mencukupilah. Dan jikalau tidak, maka hendaklah dipakai batu yang
keempat. Kalau sudah bersih dengan batu yang keempat itu, maka ditambahilah
dengan memakai batu yang kelima. Karena membersihkan itu wajib dan
mengganjilkan itu sunat. Bersabda Nabi saw: “Barangsiapa beristinja’ dengan
batu, maka hendaklah mengganjilkan batu itu”. Batu itu diambil dengan tangan kirinya
dan diletakkan di muka tempat keluar najis sebelum tempat najis dan
dilakukanlah batu itu dengan menyapu dan memutarkannya sampai ke ujung tempat
najis. Kemudian diambil batu kedua dan diletakkan di ujung tempat najis tadi
dan dilalukan ke muka. Kemudian diambil batu ketiga lalu diputarkan dikeliling
tempat keluar najis sekali putar saja. Kalau sukar diputar dan disapu dari
depan ke belakang, maka mencukupilah yang demikian. Kemudian diambil batu yang
agak besar dengan tangan kanan dan dipegang kemaluan dengan tangan kiri dan
disapukan batu dengan kemaluan dan digerakkan tangan kiri. Lalu menyapu 3 kali,
pada 3 tempat dari sebuah batu atau pada 3 batu atau pada 3 tempat dari dinding
(maksudnya menyapu kemaluan pada dinding sebagai alat istinja’). Sehingga tiada
kelihatan lagi basah pada tempat yang disapu itu. Apabila berhasil yang
demikian dengan 2 kali, maka ditambah dengan kali ketiga. Dan wajiblah yang
demikian, kalau ia bermaksud menyingkatkan dengan batu saja. Dan kalau berhasil
dengan 4 kali, maka disunatkan kali kelima supaya ganjil. Kemudian berpindahlah
ke tempat lain dari tempat itu dan beristinja’lah dengan air, dengan
menuangkannya dengan tangan kanan ke tempat yang diistinja’kan itu. Serta
digosokkan dengan tangan kiri, sehingga tidak tinggal lagi bekasnya, yang
dirasakan oleh tapak tangan dengan perasaan disentuh.
Dan tidak
dilakukan istinja’ itu dengan bersangatan benar, sampai-sampai ke dalamnya.
Karena yang demikian itu adalah sumber kebimbangan. Dan hendaklah diketahui
bahwa yang tidak sampai air kepadanya, maka itu adalah bathin (bahagian dalam).
Dan tidaklah dihukum najis lendir-lendir yang di dalam badan sebelum lagi nyata
keluar. Dan tiap-tiap yang sudah nyata keluar maka tetaplah baginya hukum
najis. Batas ukuran sudah nyata keluar, ialah sampai air kepadanya. Maka air
itu menghilangkannya. Dan tidak ada arti bagi kebimbangan. Dibacakan setelah
selesai daripada istinja’: Ya Allah, ya Tuhanku ! sucikanlah hatiku daripada
nifaq dan peliharakanlah kemaluanku dari kekejian !”. Digosokkannya tangannya
pada dinding atau pada tanah, untuk menghilangkan bau kalau masih ada.
Mengumpulkan antara air dan batu itu sunat. Diriwayatkan, bahwa tatkala turun
firman Allah Ta’ala: “Di dalamnya ada beberapa orang yang ingin membersihkan
diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih”. S 9 At Taubah ayat 108. Lalu
bertanya Rasulullah saw kepada penduduk Quba’: “Bersuci yang manakah yang
dipuji Allah akan kamu dengan sebab bersuci itu ?”. Maka mereka itu menjawab:
“Kami kumpulkan diantara air dan batu”.
FASAL KETIGA : CARA
WUDHU
Apabila
telah selesai daripada istinja’, maka dikerjakan wudlu. Tidak pernah
sekali-kali Rasulullah saw dilihat keluar dari kakus, melainkan terus berwudlu.
Dimulai dengan menggosok gigi (bersugi), bersabda Nabi saw: “Mulutmu itu adalah
jalan Alquran, maka buatkanlah dia baik dengan bersugi”. Seyogyalah diniatkan
ketika menggosok gigi itu, membersihkan mulut untuk membaca Alquran dan
berdzikir kepada Allah (menyebutkan nama Allah) di dalam shalat. Bersabda Nabi
saw: “Satu shalat sesudah bersugi, adalah lebih utama daripada 75 shalat dengan
tidak bersugi”. Dan bersabda Nabi saw: “Jikalau tidak aku takut kesukaran
kepada umatku, niscaya aku suruh mereka dengan bersugi tiap-tiap shalat”.
Bersabda Nabi saw: “Aku tidak ingin melihat kamu masuk ke tempatku dengan gigi
kuning. Dari itu bersugilah !”. “Adalah Nabi saw bersugi pada malam hari
beberapa kali”. Dari Ibnu Abbas ra diriwayatkan bahwa ia menerangkan:
“Selalulah Rasulullah saw menyuruh kamu menggosok gigi, sehingga kami menyangka
akan turun sesuatu mengenai bersugi itu kepadanya”. Bersabda Nabi saw:
“Haruslah kamu bersugi, karena bersugi itu menyucikan mulut dan membawakan
kerelaan Tuhan”. Berkata Ali bin Abi Thalib ra: “Bersugi itu menambah
terpelihara kesehatan dan menghilangkan dahak”. Adalah sahabat-sahabat Nabi saw
berjalan-jalan dan sugi itu pada telinga mereka.
Caranya: ialah bersugi itu dengan kayu arak
atau dengan ranting kayu-kayu yang lain, di mana kayu itu kesat dan
menghilangkan daki gigi. Bersugi itu pada lintang dan menurut panjang dari
gigi. Jika diringkaskan, maka menurut lintangnya saja. Disunnahkan bersugi pada
tiap-tiap shalat dan pada tiap-tiap wudlu, meskipun tidak melakukan shalat
sesudah wudlu itu. Dan ketika berobah bau mulut dengan sebab tidur atau lama berdiam
diri atau memakan sesuatu yang tiada enak baunya. Kemudian, setelah selesai
daripada bersugi, duduklah untuk berwudlu, dengan menghadap qiblat dan
membacakan: “Bismillaahirrahmaanirrahiim”. Bersabda Nabi saw: “Tiada wudlu bagi
siapa yang tiada membaca: “Bismillah”. Artinya: tiada wudlu yang sempurna. Dan
membaca doa ketika itu, yaitu: Aku berlindung dengan Engkau daripada gangguan
setan dan aku berlindung dengan Engkau ya Tuhan, daripada kedatangan setan itu
kepadaku !”.
Kemudian membasuh kedua tangan 3 kali, sebelum
memasukkannya ke dalam bejana (tempat air). Dan membacakan doa, yang bunyinya:
“Ya Allah ya Tuhanku ! aku bermohon kepadaMu kebahagiaan dan keberkatan, aku
berlindung dengan Engkau daripada kecelakaan dan kebinasaan”. Kemudian
diniatkan mengangkat hadats atau membolehkan shalat dan mengekalkan niat itu
sampai kepada membasuh muka. Jikalau lupa berniat ketika pada muka, niscaya
tidak boleh.
Kemudian, mengambil air dengan tangan kanan untuk
mulut, maka berkumur-kumurlah dengan air tadi 3 kali dan memasukkannya ke
lobang mulut. Kecuali berpuasa, maka hendaklah dengan pelan-pelan saja. Dan
bacakan doa, yang bunyinya: “Ya Allah, ya Tuhanku ! tolonglah aku untuk membaca
KitabMu dan membanyakkan dzikir kepadaMu”.
Kemudian, mengambil lagi air untuk hidung dan
memasukkannya ke hidung (istinsyaq) 3 kali, lalu menaikkan air itu dengan nafas
ke rongga hidung, seraya membaca ketika menghisapkan air tadi, doa yang
berbunyi: “Ya Allah, ya Tuhanku ! adakanlah untukku bau sorga dan Engkau rela
kepadaku”. Dan ketika mengeluarkan kotoran di dalam hidung, maka membaca doa,
yang berbunyi: “Ya Allah, ya Tuhanku ! sesungguhnya aku berlindung dengan
Engkau dari bau neraka dan dari buruknya negeri tempat tinggal”. Karena
menghisap ialah menyampaikan air ke dalam dan membersihkan ialah menghilangkan
sesuatu yang ada di dalam hidung.
Kemudian mengambil air untuk muka, maka membasuhkan
muka itu dari permulaan dahi sampai ke penghabisan yang di hadapan dari dagu,
menurut panjangnya dan dari telinga ke telinga menurut lebarnya. Dan tidak
termasuk dalam batasan muka dua sulah yang terletak pada pinggir dua pelipis.
Kedua sulah itu adalah bahagian dari kepala. Dan air itu disampaikan ke tempat
andam, yaitu apa yang dibiasakan kaum wanita memotongnya. Yakni sekedar yang
ada pada tepi muka, dimana diletakkan ujung benang atas puncak telinga dan
ujungnya yang kedua pada sudut pelipis. Dan disampaikan air kepada tempat
tumbuh bulu yang 4: dua alis mata, dua kumis, dua jambang dan bulu-bulu mata,
karena bulu-bulu tersebut adalah biasanya tipis. Dan dua bulu jambang yaitu
yang setentang dengan dua telinga dari permulaan janggut.
Dan wajiblah disampaikan air kepada pangkal-pangkal
janggut yang tipis, yakni yang termasuk bahagian muka. Adapun janggut yang
tebal maka tidak diwajibkan. Dan bulu yang tumbuh diantara bibir bawah dan dagu
dihukum seperti hukum janggut tentang tebal dan tipisnya. Kemudia diperbuat
yang demikian itu 3 kali atau ditumpahkan air ke atas yang zhahir dari janggut
yang terurai. Dan dimasukkan anak-anak jari ke dalam lobang mata, tempat
pangkal mata, tempat penghimpunan celak dan dibersihkan kedua mata itu. Dan
bercita-cita dengan penuh pengharapan ketika itu akan keluar segala kesalahan
dari kedua mata. Dan seperti itu pula pada tiap-tiap anggota yang lain. Dan dibacakan
ketika membasuh muka itu doa, yang bunyinya: “Ya Allah, ya Tuhanku !
putihkanlah mukaku dengan nur Engkau, pada hari yang putih segala muka-muka
wali-wali Engkau. Dan janganlah Engkau hitamkan mukaku dengan kegelapan Engkau,
pada hari hitam segala muka musuh Engkau”. Dan digosok-gosokkan janggut yang
tebal ketika membasuh muka, karena yang demikian itu adalah sunat.
Kemudian dibasuhkan kedua tangan, sampai kedua siku, 3
kali. Digerak-gerakkan cincin, dipanjangkan
penyapuan tangan dan diratakan air sampai ke bahagian atas pangkal
lengan. Karena yang berbuat demikian, dikumpulkan pada hari qiamat dengan
cahaya yang gemilang pada pangkal lengannya dari bekasan wudlu. Begitulah telah
datang hadits, di mana Nabi saw bersabda: “Siapa yang sanggup memanjangkan
pemakaian air sampai ke pangkal lengan (qhurrah), maka hendaklah
dikerjakannya”. Dan diriwayatkan bahwa: “Pakaian itu, sampai ke segala tempat
wudlu”. Dimulai dengan tangan kanan, seraya dibacakan doa yang bunyinya: “Ya
Allah, ya Tuhanku ! berikanlah akan daku kitabku pada tangan kananku dan
hitunglah kiranya amalanku (hisab) dengan kiraan yang mudah”. Dan dibacakan
ketika membasuh tangan kiri, doa yang bunyinya: “Ya Allah, ya Tuhanku !
sesungguhnya aku, berlindung dengan Engkau daripada Engkau berikan kepadaku
kitabku pada tangan kiriku atau dari belakang punggungku”.
Kemudian diratakan kepala dengan menyapu, di mana
dibasuhkan kedua tangan dan dipertemukan ujung anak-anak jari kedua tangan,
yang kanan dengan yang kiri. Dan diletakkan kedua tangan itu pada hadapan
kepala, lalu ditarikkan kedua tangan itu ke kuduk, kemudian dikembalikan ke
hadapan kepala kembali. Dan ini adalah sekali sapu, di mana diperbuat yang
demikian itu sampai 3 kali, seraya dibacakan doa yang artinya: “Ya Allah, ya
Tuhanku ! tolonglah aku dengan rahmat Engkau, turunkanlah kepadaku segala
berkat Engkau, naungilah aku di bawah naungan ‘Arasy Engkau, pada hari yang tak
ada naungan selain dari naungan Engkau”.
Kemudian disapukan kedua telinga, luar dan dalamnya
dengan air yang baru, dengan memasukkan kedua telunjuk ke dalam lobang kedua
telinga itu dan diputar-putarkan kedua ibu jari pada luar kedua telinga.
Kemudian diletakkan tapak tangan ke atas dua telinga itu sebagai tanda
melahirkan ratanya air. Dan diulangi 3 kali serta dibacakan doa yang artinya:
“Ya Allah, ya Tuhanku ! jadikanlah aku sebahagian dari mereka yang mendengar
perkataan maka mengikuti yang baik daripadanya ! Ya Allah, ya Tuhanku !
perdengarkanlah kepadaku seruan penyeru sorga bersama orang baik-baik”.
Kemudian disapukan leher dengan air yang baru karena
sabda Nabi saw: “Menyapu leher adalah menyelamatkan daripada rantai neraka pada
hari qiamat”. Dan dibacakan doa yang artinya: “Ya Allah, ya Tuhanku !
lepaskanlah leherku dari api neraka ! dan aku berlindung dengan Engkau daripada
rantai dan kalung api neraka”.
Kemudian dibasuhkan kaki yang kanan 3 kali dan
diselang-selangi dengan tangan kiri dari bawah jari-jari kaki kanan. Dan
dimulai dengan jari kelingking dari kaki kanan dan disudahi dengan kelingking
dari kaki kiri. Dan dibacakan doa, yang artinya: “Ya Allah, ya Tuhanku !
tetapkanlah tapakku di atas titian yang lurus (ash-shiraathal mustaqiim) pada
hari yang tergelincir segala tapak kaki ke dalam api neraka”. Dan dibacakan
ketika membasuh kaki kiri, doa yang artinya: “Aku berlindung dengan Engkau
daripada tergelincirnya tapakku dari titian, pada hari yang tergelincir padanya
segala tapak kaki munafiq”. Dan naikkan air sampai ke tengah-tengah dua betis.
Apabila telah selesai wudlu maka diangkatlah kepala ke
arah langit, seraya membaca doa yang bunyinya: “Aku mengaku bahwa tiada yang
disembah melainkan Allah Yang Maha Esa, yang tiada sekutu bagiNya. Aku mengaku
bahwa Muhammad hambaNya dan utusanNya. Maha suci Engkau hai Tuhanku dan dengan
memuji Engkau tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku telah perbuat yang jahat dan
aku telah perbuat aniaya kepada diriku. Aku meminta ampun pada Engkau wahai
Allah dan aku bertobat kepada Engkau. Maka ampunilah aku dan berilah taubat
kepadaku, sesungguhnya Engkau menerima taubat dan Maha Penyayang. Ya Allah, ya
Tuhanku ! jadikanlah aku daripada orang yang bertaubat dan jadikanlah aku
daripada orang-orang yang bersih dan jadikanlah aku daripada hambaMu yang
shalih. Dan jadikanlah aku hamba yang sabar, tahu berterima kasih dan
jadikanlah aku banyak berdzikir kepada Engkau dan bertasbih kepada Engkau pada
pagi dan pada petang”. Diriwayatkan bahwa siapa yang membaca doa ini sesudah
wudlu, maka dicapkan wudlunya dengan suatu cap dan diangkatkan cap itu untuknya
di bawah ‘Arasy. Maka senantiasalah cap itu bertasbih dan mengquduskan Allah
dan dituliskan pahala itu untuknya sampai kepada hari qiamat. Dimakruhkan pada
wudlu beberapa perkara: Diantaranya melebihkan dari 3 kali. Barangsiapa
melebihkannya, maka telah berbuat aniaya. Juga termasuk makruh,
berlebih-lebihan memakai air. Adalah Nabi saw berwudlu tiga-tiga kali dan
bersabda: “Barangsiapa melebihkannya maka telah berbuat aniaya dan berbuat
jahat”. Dan bersabda lagi: Akan ada suatu kaum daripada umat ini, melampaui
batas di dalam berdoa dan bersuci”. Dan diriwayatkan sabda Nabi saw: “Diantara
kelemahan ilmu seseorang itu, ialah suka benar membanyakkan air di dalam
bersuci”. Berkata Ibrahim bin Adham: “Dikatakan bahwa kejadian yang pertama
tadi orang yang berwudlu ialah, kebimbangan hati sebelum bersuci”. Berkata
Al-Hasan: “Bahwa setan itu menertawakan orang yang di dalam wudlunya.
Setan itu bernama Al-Walham”. Dimakruhkan
menggoyang-goyangkan tangan, maka terperciklah air. Dimakruhkan berbicara
sedang berwudlu, menamparkan muka dengan air. Segolongan ulama memandang makruh
mengeringkan air wudlu, dan kata mereka: air wudlu itu ditimbang, demikian
menurut Sa’id bin Al-Musayyab dan Az-Zuhri. Tetapi diriwayatkan oleh Ma’az ra
bahwa: “Nabi saw menyapu mukanya dengan tepi kainnya”. Dan diriwayatkan oleh
‘Aisyah: “Bahwa Nabi saw mempunyai kain untuk mengeringkan air”. Tetapi riwayat
ini dibantah benar-benar daripada ‘Aisyah”. Dimakruhkan berwudlu dari bejana
air tembaga kuning dan dengan air yang panas dengan matahari. Makruhnya itu
dipandang dari segi kedokteran. Diriwayatkan daripada Ibnu Umar dan Abu
Hurairah ra akan makruhnya bejana tembaga kuning itu. Dan berkata setengah
mereka: “Aku serahkan kepada Syu’bah, air di dalam bejana tembaga kuning, maka
enggan ia berwudlu daripadanya”. Dinukilkan makruh yang demikian itu, dari Ibnu
Umar dan Abu Hurairah ra. Tatkala telah selesailah daripada berwudlu dan menuju
kepada shalat, maka hendaklah terlintas di hati bahwa ia telah suci
zhahiriyahnya. Dan zhahiriyah itu adalah tempat pandangan orang ramai. Maka seyogyalah
ia merasa malu bermunajah (berbicara dengan berbisik) dengan Allah Ta’ala tanpa
mensucikan hatinya, yang menjadi tempat pandangan Tuhan Yang Maha Suci. Dan
hendaklah ia yakin bahwa kesucian hati itu dengan bertaubat, menjauhkan diri
daripada budi pekerti yang tercela. Dan bertingkah laku dengan budi pekerti
terpuji, adalah lebih utama. Orang yang menyingkatkan kepada kesucian
zhahiriyah saja, adalah seumpama orang yang bemaksud mengundang seorang raja ke
rumahnya, dimana rumahnya itu dibiarkan penuh dengan kotoran dan hanya bergiat
mencat pintu luar dari rumah. Alangkah tepatnya orang yang seperti lelaki ini
mendapat cacian dan makian !.
FASAL EMPAT : KEUTAMAAN WUDHU
Bersabda
Rasulullah saw: “Barangsiapa berwudlu, lalu dibaguskannya wudlunya dan dikerjakannya
shalat dua rakaat di mana ia tidak berbicara dengan dirinya dalam wudlu dan
shalat itu, sesuatu dari hal duniawi, niscaya keluarlah dia daripada segala
dosanya seperti hari, ia dilahirkan oleh ibunya”. Dan pada riwayat yang lain.
Dan ia tiada lalai di dalam wudlu dan shalat itu, niscaya diampunkan apa yang
telah terdahulu daripada dosanya. Bersabda Nabi saw pula: “Adakah tidak aku
kabarkan kepadamu, dengan apa yang ditutupkan oleh Allah segala kesalahan dan
diangkat ke derajat tinggi ? yaitu: melengkapkan wudlu dengan terpeliharanya
daripada yang makruh, mengangkatkan tapak kaki ke masjid dan menunggu shalat
sesudah shalat. Maka kelengkapan wudlu itu tiga-tiga kali”. Dan Nabi saw
berwudlu sekali-sekali, seraya bersabda: “Inilah wudlu yang tidak diterima oleh
Allah shalat selain dengan ini”. Dan Nabi saw berwudlu dua-dua kali, seraya
bersabda: “Barangsiapa berwudlu dua-dua kali, niscaya didatangkan oleh Allah
kepadanya pahala dua kali”. Dan Nabi saw berwudlu tiga-tiga kali, seraya
bersabda: “Inilah wudluku dan wudlu nabi-nabi sebelumku dan wudlu kesayangan
Tuhan, Ibrahim as”. Bersabda Nabi saw: “Barangsiapa mengingati Allah ketika
berwudlu, niscaya disucikan oleh Allah tubuhnya seluruhnya. Dan barangsiapa
tiada mengingati Allah, niscaya tiada disucikan oleh Allah daripada tubuhnya
selain yang kena air saja”. Bersabda Nabi saw: “Barangsiapa berwudlu, di mana
ia masih di dalam suci (wudlu), niscaya dituliskan Allah baginya 10 kebaikan”.
Bersabda Nabi saw: “Berwudlu di atas wudlu (artinya, masih lagi ada wudlu),
maka itu adalah nur di atas nur”. Hadits-hadits tadi semuanya adalah mengajak
supaya membaharukan wudlu, meskipun masih ada wudlu. Bersabda Nabi saw:
“Apabila berwudlulah seorang hamba muslim, lalu ia berkumur-kumur, niscaya
keluarlah segala kesalahan dari mulutnya. Dan apabila ia membersihkan
hidungnya, maka keluarlah segala kesalahan dari hidungnya. Apabila ia membasuh
mukanya, maka keluarlah segala kesalahan dari mukanya, sehingga keluarlah
segala kesalahan itu dari pinggir bawah kedua matanya. Apabila ia membasuh
kedua tangannya, niscaya keluarlah segala kesalahan dari kedua tangannya,
sehingga keluarlah segala kesalahan itu dari bawah kuku-kukunya.
Apabila ia menyapu kepalanya, niscaya
keluarlah segala kesalahan dari kepalanya, sehingga keluarlah segala kesalahan
itu dari bawah kedua telinganya. Dan apabila ia membasuh kedua kakinya, niscaya
keluarlah segala kesalahan dari kedua kakinya, sehingga keluarlah dari bawah
kuku-kuku kedua kakinya itu. Kemudian, adalah perjalanannya ke masjid dan shalatnya
itu sunat baginya”. Diriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya orang
yang bersuci itu adalah seperti orang yang berpuasa”. Bersabda Nabi saw:
“Barangsiapa berwudlu, lalu dibaguskannya wudlu itu, kemudian diangkatkannya
matanya ke langit, lalu membaca: “Aku mengaku bahwasanya tiada yang disembah
melainkan Allah Yang Maha Esa, yang tiada sekutu bagiNya. Dan aku mengaku bahwa
Muhammad hambaNya dan RasulNya”, niscaya dibukakan baginya pintu sorga 8, ia
masuk ke mana yang disukainya”. Berkata Umar ra: “Sesungguhnya wudlu yang baik,
mengusirkan setan daripada engkau”. Berkata Mujahid: “Barangsiapa sanggup tiada
tidur malam, selain dia di dalam keadaan suci, berdzikir dan bermohon keampunan
Allah, maka hendaklah ia berbuat. Maka sesungguhnya segala nyawa itu
dibangkitkan, di dalam keadaan waktu dia diambil dahulu”.
FASAL LIMA :
CARA MANDI
Yaitu:
meletakkan tempat air di sebelah kanan, kemudian membaca Bismillah, membasuhkan
kedua tangan 3 kali, kemudian beristinja’, seperti yang telah diterangkan
dahulu caranya. Dan membuang najis pada badan jikalau ada, kemudian berwudlu
seperti wudlunya untuk shalat, sebagaimana telah kami terangkan dahulu. Kecuali
membasuh kedua tapak kaki, maka dikemudiankan. Karena membasuh kedua tapak kaki
itu, kemudian meletakkan di atas tanah, adalah membuang-buang air saja.
Kemudian menuangkan air ke atas kepala 3 kali, kemudian ke pihak kanan 3 kali,
kemudian ke pihak kiri 3 kali, kemudian menggosok bahagian depan dan bahagian
belakang dari badan dan menyelang-nyelangi dengan anak jari, rambut kepala dan
janggut. Dan menyampaikan air kepada pangkalnya, baik yang tebal atau yang
tipis. Dan tidak diwajibkan atas wanita membuka sanggulnya, kecuali apabila
diketahuinya, bahwa air itu tiada sampai ke celah-celah rambutnya. Dan hendaklah
diusahakan menyampaikan air kepada segala lipatan badan. Dan hendaklah dijaga
jangan sampai tersentuh kemaluan waktu sedang mandi itu. Jikalau terjadi yang
demikian, maka hendaklah wudlunya diulangi. Kalau sudah berwudlu sebelum mandi
maka tidak usah diulangi lagi sesudah mandi. Maka inilah sunnah-sunnah wudlu
dan mandi. Kami sebutkan daripadanya, apa yang tak boleh tidak bagi orang yang
berjalan di jalan akhirat, dari ilmunya dan amalnya. Dan masalah-masalah yang
lain, yang diperlukan di dalam keadaan mendatang, maka hendaklah diperiksa di
dalam kitab-kitab fiqih. Dan yang wajib dari keseluruhan yang kami sebutkan
tentang mandi itu, ialah dua perkara: niat dan meratakan air pada badan dengan
mandi.
Dan yang diwajibkan pada wudlu ialah: niat,
membasuh muka, membasuh kedua tangan sampai kedua siku, menyapu apa yang
termasuk di dalam nama kepala; membasuh kedua kaki sampai kedua tumit dan
dengan tertib (yang dahulu didahulukan dan yang kemudian di kemudiankan).
Adapun berturut-turut (muwalah), maka tidak diwajibkan. Mandi wajib adalah
dengan 4 sebab: dengan keluar mani, bertemu dua khatan (bersetubuh), haid
(datang bulan bagi wanita), dan nifas (darah yang keluar dari wanita setelah
bersalin). Selain daripada mandi-mandi tadi adalah sunat, seperti: mandi dua
hari raya, mandi Jum’at, mandi pada hari-hari besar, mandi ihram, mandi wuquf
di ‘Arafah dan di Muzdalifah, mandi karena masuk Makkah, mandi pada 3 hari
tasyriq, mandi untuk thawaf wada’ menurut kata sebahagian ulama, mandi bagi
kafir apabila masuk Islam, yang belum pernah berjunub, mandi orang gila apabila
telah sembuh daripada gilanya dan mandi bagi orang yang memandikan mayat. Maka
semuanya itu, adalah sunat hukumnya.
FASAL ENAM : CARA
TAYAMMUM
Orang yang
berhalangan memakai air, karena ketiadaan air setelah dicari atau ada halangan
daripada berwudlu, karena binatang buas atau orang yang menahan atau air yang
ada padanya diperlukan untuk diminum karena kehausannya sendiri atau kawannya
atau air itu kepunyaan orang lain dan tidak dijualnya kecuali dengan harga yang
tidak pantas atau ada padanya luka atau penyakit, yang ditakuti daripada
memakai air itu akan kerusakan anggota tubuh atau bertambah penyakitnya. Maka
seyogyalah bersabar, sampai masuklah waktu shalat fardlu. Kemudian menujulah
pada tanah yang baik, di mana bahagian atasnya ada debu yang suci bersih dan
halus, kira-kira debu dapat beterbangan daripadanya. Lalu ditepukkan kedua
tapak tangannya atas debu itu, dengan anak-anak jarinya yang dirapatkan.
Kemudian disapukan dengan kedua tapak tangannya akan seluruh mukanya satu kali
dan diniatkan ketika itu membolehkan shalat (istibahah). Dan tidak diberatkan
dengan menyampaikan debu itu ke bawah bulu-bulu, baik yang tipis atau yang
tebal. Dan hendaklah diusahakan supaya meratalah kulit mukanya dengan debu. Dan
yang demikian itu berhasil dengan sekali tepukan tangan saja, karena lebar muka
itu tiada lebih daripada lebar kedua tapak tangan. Dan mencukupilah pada
meratanya debu itu dengan berat dugaan (dhan) saja. Kemudian membuka cincin
(kalau ada di jari), lalu menepuk kali kedua, dengan merenggangkan anak-anak
jari. Kemudian mempertemukan punggung anak-anak jari tangan kanan dengan perut
anak-anak jari tangan kiri, kira-kira tidak melewati tepi ujung anak-anak jari
itu dari satu pihak, daripada telunjuk dari pihak yang satu lagi. Kemudian
melalukan tangannya yang kiri, di mana diletakkannya itu, di atas lengannya
yang kanan sampai ke siku. Kemudian membalikkan perut tapak tangannya yang kiri
di bahagian bawah lengannya yang kanan dan melalukannya sampai ke pergelangan
dan melalukan perut ibu jarinya yang kiri ke atas ibu jarinya yang kanan.
Kemudian diperbuatkan dengan yang kiri begitupula. Kemudian disapukan kedua
tapak tangannya dan diselang-selangi diantara anak-anak jarinya. Maksudnya
disuruh begini ialah supaya debu itu rata sampai kepada kedua siku dengan
sekali tepukan. Apabila sukar yang demikian, maka tiada mengapa diratakan debu
itu dengan dua kali tepukan atau lebih. Apabila telah bershalat satu shalat
fardlu dengan tayammum itu, maka bolehlah baginya bershalat sunat sekehendak
hatinya. Kalau ia menjama’ (menghimpunkan) antara dua shalat fardlu, maka
hendaklah mengulangi tayammum bagi shalat fardlu yang kedua. Begitulah,
masing-masing fardlu itu dengan satu tayammum. Wallaahu a’lam ! Allah Yang Maha
Tahu !.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan