Catatan Popular

Jumaat, 14 Ogos 2015

KITAB BERSUCI IHYA ULUMUDDIN : BERSUCI DARI HADATS (BAHAGIAN 2)



TERDAPAT ENAM (6) FASAL:

BERSUCI  DARI HADATS

Diantara cara besuci daripada hadats itu, ialah wudlu, mandi dan tayammum. Semuanya itu didahului oleh istinja’. Maka akan kami bentangkan semuanya itu secara berturut-turut, serta dengan adab dan sunatnya. Dimulai dengan sebabnya berwudlu’ dan adab melakukan qodo hajat (membuang air besar dan air kecil), insya Allah Ta’ala



FASAL SATU :  MENGENAI ADAB QODO HAJAT.

Seyogyalah menjauhkan dari pandangan mata orang banyak, apabila berqodo hajat di lapangan lepas. Dan seharusnyalah menutupkan dirinya dengan sesuatu jika diperolehnya. Dan tidak membuka aurat, sebelum sampai ke tempat duduk berqodo hajat itu. Tidak menghadap matahari dan bulan. Tidak menghadap qiblat dan membelakanginya, kecuali berada di dalam kakus (bangunan). Tetapi mengelakkan dirinya dari qiblat itu, adalah lebih baik juga, meskipun di dalam kakus. Dan kalau ia menutupkan dirinya pada lapangan lepas dengan kendaraannya, maka itu boleh. Demikian juga dengan tepi kain sarungnya. Dan menjaga benar-benar, daripada duduk berqodo hajat pada tempat yang dipakai orang untuk bercakap-cakap. Dan tidak membuang air kecil (kencing) pada air tenang, di bawah pohon kayu yang berbuah dan di dalam lobang. Dan menjaga daripada membuang air kecil itu pada tempat keras dan arah hembusan angin karena menjaga daripada terperciknya air kecil itu. Dan bahwa tertekan pada duduknya atas kaki kiri. Dan jikalau berqodo hajat dalam bangunan (kakus), maka mendahulukan kaki kiri waktu masuk dan kaki kanan waktu keluar. Dan tidaklah membuang air kecil sedang berdiri. Berkata ‘Aisyah: “Siapa yang menerangkan kepadamu bahwa Nabi saw membuang air kecil dengan berdiri, maka janganlah kamu membenarkannya !”. Berkata Umar ra: “Rasulullah saw melihat saya membuang air kecil dengan berdiri, lalu bersabda: “Hai Umar, janganlah membuang air kecil dengan berdiri”. Lalu Umar ra menyambung: “Maka tidaklah lagi aku membuang air kecil dengan berdiri sesudah itu”. Dalam pada itu, ada juga keringanan, karena Hudzaifah ra meriwayatkan: “Bahwa Nabi saw membuang air kecil dengan berdiri, maka aku bawa kepadanya air wudlu. Lalu beliau berwudlu dan menyapu kedua alas kakinya”. Dan tidaklah membuang air kecil pada tempat mandi. Bersabda Nabi saw: “Umumnya kebimbangan (waswas) itu, dari membuang air kecil pada tempat mandi”. Berkata Ibnul-Mubarak: “Diberi kelapangan membuang air kecil di tempat mandi, apabila dilalukan air (disiram)”, demikian diterangkan oleh At-Tirmidzi. Bersabda Nabi saw: “Janganlah membuang air kecil seorang kamu pada tempat permandian, kemudian berwudlu padanya. Karena, umumnya kebimbangan hati itu daripadanya”.

Berkata Ibnul-Mubarak: “Kalau air itu mengalir, maka tidak mengapa”. Dan tidaklah membawa ke tempat berqodo hajat, sesuatu yang ada padanya nama Allah atau nama Rasul saw. Dan tidaklah memasuki kakus dengan kepala terbuka. Dan membaca ketika masuk: “Dengan nama Allah, aku berlindung dengan Allah dari najis yang kotor, lagi keji yang dikejikan setan yang terkutuk”. Dan membaca ketika keluar: “Segala pujian bagi Allah yang telah menghilangkan daripadaku, apa yang menyakitkan aku dan mengekalkan bagiku apa yang bermanfaat kepadaku”. Dan adalah pembacaan ini ketika berada di luar tempat membuang air. Dan menyediakan batu untuk istinja’ sebelum duduk dan tidak beristinja’ dengan air pada tempat melakukan qodo hajat. Dan berusahalah menghabiskan keluar air kecil dengan berdehem-dehem dan bersin 3 kali dan melakukan tangan di bawah kemaluan.

Dan tidaklah membanyakkan berfikir habis dan tidaknya keluar air kecil itu, karena dapat menimbulkan kebimbangan hati dan menyukarkan kepadanya urusan membuang air kecil itu. Dan apa yang dirasakannya ada basah, maka hendaklah diperkirakannya itu sisa air. Kalau tidak juga menyenangkan hatinya, maka hendaklah diperciknya air ke tempat itu, sehingga kuatlah keyakinannya yang demikian. Tidaklah kiranya ia dipengaruhi setan dengan kebimbangan hati itu. Pada hadits tersebut, bahwa Nabi saw: “Berbuat demikian, yaitu memercikkan air”. Yang paling mudah membuang air kecil, ialah orang yang lebih berpaham. Maka kebimbangan hati itu, menunjukkan kepada kekurangan paham. Pada hadits yang diriwayatkan Salman ra tersebut: “Bahwa kami diajarkan oleh Rasulullah saw tiap-tiap perkara, sampai kepada bersuci daripada hadats. Maka disuruhnya kami, tidak beristinja’ dengan tulang dan berak keras. Dilarangnya kami menghadap qiblat waktu membuang air besar atau air kecil”. Berkata seorang laki-laki kepada setengah sahabat Nabi saw dari orang Arab, yang telah berselisih paham dengan dia: “Aku tidak menyangka engkau pandai bersuci dari hadats”. Maka menjawab sahabat itu: “Ya, saya pandai. Sungguh-sungguh saya pandai dan mengetahui betul. Saya jauhkan bekas-bekasnya, saya sediakan alat pembersihannya, saya menghadap ke asy-syih, saya membelakangkan angin, saya iq’a’ seperti iq’a’nya kijang dan saya ijfaal seperti ijfaalnya unta”. Asy-syih ialah tumbuh-tumbuhan yang harum baunya, tumbuh di desa, Iq’a’ disini, ialah menjongkok ke depan dua tapak kakinya. Dan ijfaal, ialah mengangkat punggungnya. Diantara keringanan, ialah bahwa manusia itu membuang air kecilnya dekat temannya, dengan menutupkan diri daripada teman itu. Rasulullah saw telah berbuat demikian, meskipun dengan perasaan malu yang sangat berat, gunanya untuk menerangkan kepada orang banyak, bolehnya demikian.


FASAL DUA: CARA ISTINJA’

Kemudian beristinja’ pada tempatnya dengan 3 buah batu. Kalau bersih dengan 3 buah batu itu, maka mencukupilah. Dan jikalau tidak, maka hendaklah dipakai batu yang keempat. Kalau sudah bersih dengan batu yang keempat itu, maka ditambahilah dengan memakai batu yang kelima. Karena membersihkan itu wajib dan mengganjilkan itu sunat. Bersabda Nabi saw: “Barangsiapa beristinja’ dengan batu, maka hendaklah mengganjilkan batu itu”. Batu itu diambil dengan tangan kirinya dan diletakkan di muka tempat keluar najis sebelum tempat najis dan dilakukanlah batu itu dengan menyapu dan memutarkannya sampai ke ujung tempat najis. Kemudian diambil batu kedua dan diletakkan di ujung tempat najis tadi dan dilalukan ke muka. Kemudian diambil batu ketiga lalu diputarkan dikeliling tempat keluar najis sekali putar saja. Kalau sukar diputar dan disapu dari depan ke belakang, maka mencukupilah yang demikian. Kemudian diambil batu yang agak besar dengan tangan kanan dan dipegang kemaluan dengan tangan kiri dan disapukan batu dengan kemaluan dan digerakkan tangan kiri. Lalu menyapu 3 kali, pada 3 tempat dari sebuah batu atau pada 3 batu atau pada 3 tempat dari dinding (maksudnya menyapu kemaluan pada dinding sebagai alat istinja’). Sehingga tiada kelihatan lagi basah pada tempat yang disapu itu. Apabila berhasil yang demikian dengan 2 kali, maka ditambah dengan kali ketiga. Dan wajiblah yang demikian, kalau ia bermaksud menyingkatkan dengan batu saja. Dan kalau berhasil dengan 4 kali, maka disunatkan kali kelima supaya ganjil. Kemudian berpindahlah ke tempat lain dari tempat itu dan beristinja’lah dengan air, dengan menuangkannya dengan tangan kanan ke tempat yang diistinja’kan itu. Serta digosokkan dengan tangan kiri, sehingga tidak tinggal lagi bekasnya, yang dirasakan oleh tapak tangan dengan perasaan disentuh.

Dan tidak dilakukan istinja’ itu dengan bersangatan benar, sampai-sampai ke dalamnya. Karena yang demikian itu adalah sumber kebimbangan. Dan hendaklah diketahui bahwa yang tidak sampai air kepadanya, maka itu adalah bathin (bahagian dalam). Dan tidaklah dihukum najis lendir-lendir yang di dalam badan sebelum lagi nyata keluar. Dan tiap-tiap yang sudah nyata keluar maka tetaplah baginya hukum najis. Batas ukuran sudah nyata keluar, ialah sampai air kepadanya. Maka air itu menghilangkannya. Dan tidak ada arti bagi kebimbangan. Dibacakan setelah selesai daripada istinja’: Ya Allah, ya Tuhanku ! sucikanlah hatiku daripada nifaq dan peliharakanlah kemaluanku dari kekejian !”. Digosokkannya tangannya pada dinding atau pada tanah, untuk menghilangkan bau kalau masih ada. Mengumpulkan antara air dan batu itu sunat. Diriwayatkan, bahwa tatkala turun firman Allah Ta’ala: “Di dalamnya ada beberapa orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih”. S 9 At Taubah ayat 108. Lalu bertanya Rasulullah saw kepada penduduk Quba’: “Bersuci yang manakah yang dipuji Allah akan kamu dengan sebab bersuci itu ?”. Maka mereka itu menjawab: “Kami kumpulkan diantara air dan batu”.

FASAL KETIGA  : CARA WUDHU

Apabila telah selesai daripada istinja’, maka dikerjakan wudlu. Tidak pernah sekali-kali Rasulullah saw dilihat keluar dari kakus, melainkan terus berwudlu. Dimulai dengan menggosok gigi (bersugi), bersabda Nabi saw: “Mulutmu itu adalah jalan Alquran, maka buatkanlah dia baik dengan bersugi”. Seyogyalah diniatkan ketika menggosok gigi itu, membersihkan mulut untuk membaca Alquran dan berdzikir kepada Allah (menyebutkan nama Allah) di dalam shalat. Bersabda Nabi saw: “Satu shalat sesudah bersugi, adalah lebih utama daripada 75 shalat dengan tidak bersugi”. Dan bersabda Nabi saw: “Jikalau tidak aku takut kesukaran kepada umatku, niscaya aku suruh mereka dengan bersugi tiap-tiap shalat”. Bersabda Nabi saw: “Aku tidak ingin melihat kamu masuk ke tempatku dengan gigi kuning. Dari itu bersugilah !”. “Adalah Nabi saw bersugi pada malam hari beberapa kali”. Dari Ibnu Abbas ra diriwayatkan bahwa ia menerangkan: “Selalulah Rasulullah saw menyuruh kamu menggosok gigi, sehingga kami menyangka akan turun sesuatu mengenai bersugi itu kepadanya”. Bersabda Nabi saw: “Haruslah kamu bersugi, karena bersugi itu menyucikan mulut dan membawakan kerelaan Tuhan”. Berkata Ali bin Abi Thalib ra: “Bersugi itu menambah terpelihara kesehatan dan menghilangkan dahak”. Adalah sahabat-sahabat Nabi saw berjalan-jalan dan sugi itu pada telinga mereka.

 Caranya: ialah bersugi itu dengan kayu arak atau dengan ranting kayu-kayu yang lain, di mana kayu itu kesat dan menghilangkan daki gigi. Bersugi itu pada lintang dan menurut panjang dari gigi. Jika diringkaskan, maka menurut lintangnya saja. Disunnahkan bersugi pada tiap-tiap shalat dan pada tiap-tiap wudlu, meskipun tidak melakukan shalat sesudah wudlu itu. Dan ketika berobah bau mulut dengan sebab tidur atau lama berdiam diri atau memakan sesuatu yang tiada enak baunya. Kemudian, setelah selesai daripada bersugi, duduklah untuk berwudlu, dengan menghadap qiblat dan membacakan: “Bismillaahirrahmaanirrahiim”. Bersabda Nabi saw: “Tiada wudlu bagi siapa yang tiada membaca: “Bismillah”. Artinya: tiada wudlu yang sempurna. Dan membaca doa ketika itu, yaitu: Aku berlindung dengan Engkau daripada gangguan setan dan aku berlindung dengan Engkau ya Tuhan, daripada kedatangan setan itu kepadaku !”.
Kemudian membasuh kedua tangan 3 kali, sebelum memasukkannya ke dalam bejana (tempat air). Dan membacakan doa, yang bunyinya: “Ya Allah ya Tuhanku ! aku bermohon kepadaMu kebahagiaan dan keberkatan, aku berlindung dengan Engkau daripada kecelakaan dan kebinasaan”. Kemudian diniatkan mengangkat hadats atau membolehkan shalat dan mengekalkan niat itu sampai kepada membasuh muka. Jikalau lupa berniat ketika pada muka, niscaya tidak boleh.
Kemudian, mengambil air dengan tangan kanan untuk mulut, maka berkumur-kumurlah dengan air tadi 3 kali dan memasukkannya ke lobang mulut. Kecuali berpuasa, maka hendaklah dengan pelan-pelan saja. Dan bacakan doa, yang bunyinya: “Ya Allah, ya Tuhanku ! tolonglah aku untuk membaca KitabMu dan membanyakkan dzikir kepadaMu”.
Kemudian, mengambil lagi air untuk hidung dan memasukkannya ke hidung (istinsyaq) 3 kali, lalu menaikkan air itu dengan nafas ke rongga hidung, seraya membaca ketika menghisapkan air tadi, doa yang berbunyi: “Ya Allah, ya Tuhanku ! adakanlah untukku bau sorga dan Engkau rela kepadaku”. Dan ketika mengeluarkan kotoran di dalam hidung, maka membaca doa, yang berbunyi: “Ya Allah, ya Tuhanku ! sesungguhnya aku berlindung dengan Engkau dari bau neraka dan dari buruknya negeri tempat tinggal”. Karena menghisap ialah menyampaikan air ke dalam dan membersihkan ialah menghilangkan sesuatu yang ada di dalam hidung.
Kemudian mengambil air untuk muka, maka membasuhkan muka itu dari permulaan dahi sampai ke penghabisan yang di hadapan dari dagu, menurut panjangnya dan dari telinga ke telinga menurut lebarnya. Dan tidak termasuk dalam batasan muka dua sulah yang terletak pada pinggir dua pelipis. Kedua sulah itu adalah bahagian dari kepala. Dan air itu disampaikan ke tempat andam, yaitu apa yang dibiasakan kaum wanita memotongnya. Yakni sekedar yang ada pada tepi muka, dimana diletakkan ujung benang atas puncak telinga dan ujungnya yang kedua pada sudut pelipis. Dan disampaikan air kepada tempat tumbuh bulu yang 4: dua alis mata, dua kumis, dua jambang dan bulu-bulu mata, karena bulu-bulu tersebut adalah biasanya tipis. Dan dua bulu jambang yaitu yang setentang dengan dua telinga dari permulaan janggut.
Dan wajiblah disampaikan air kepada pangkal-pangkal janggut yang tipis, yakni yang termasuk bahagian muka. Adapun janggut yang tebal maka tidak diwajibkan. Dan bulu yang tumbuh diantara bibir bawah dan dagu dihukum seperti hukum janggut tentang tebal dan tipisnya. Kemudia diperbuat yang demikian itu 3 kali atau ditumpahkan air ke atas yang zhahir dari janggut yang terurai. Dan dimasukkan anak-anak jari ke dalam lobang mata, tempat pangkal mata, tempat penghimpunan celak dan dibersihkan kedua mata itu. Dan bercita-cita dengan penuh pengharapan ketika itu akan keluar segala kesalahan dari kedua mata. Dan seperti itu pula pada tiap-tiap anggota yang lain. Dan dibacakan ketika membasuh muka itu doa, yang bunyinya: “Ya Allah, ya Tuhanku ! putihkanlah mukaku dengan nur Engkau, pada hari yang putih segala muka-muka wali-wali Engkau. Dan janganlah Engkau hitamkan mukaku dengan kegelapan Engkau, pada hari hitam segala muka musuh Engkau”. Dan digosok-gosokkan janggut yang tebal ketika membasuh muka, karena yang demikian itu adalah sunat.
Kemudian dibasuhkan kedua tangan, sampai kedua siku, 3 kali. Digerak-gerakkan cincin, dipanjangkan  penyapuan tangan dan diratakan air sampai ke bahagian atas pangkal lengan. Karena yang berbuat demikian, dikumpulkan pada hari qiamat dengan cahaya yang gemilang pada pangkal lengannya dari bekasan wudlu. Begitulah telah datang hadits, di mana Nabi saw bersabda: “Siapa yang sanggup memanjangkan pemakaian air sampai ke pangkal lengan (qhurrah), maka hendaklah dikerjakannya”. Dan diriwayatkan bahwa: “Pakaian itu, sampai ke segala tempat wudlu”. Dimulai dengan tangan kanan, seraya dibacakan doa yang bunyinya: “Ya Allah, ya Tuhanku ! berikanlah akan daku kitabku pada tangan kananku dan hitunglah kiranya amalanku (hisab) dengan kiraan yang mudah”. Dan dibacakan ketika membasuh tangan kiri, doa yang bunyinya: “Ya Allah, ya Tuhanku ! sesungguhnya aku, berlindung dengan Engkau daripada Engkau berikan kepadaku kitabku pada tangan kiriku atau dari belakang punggungku”.
Kemudian diratakan kepala dengan menyapu, di mana dibasuhkan kedua tangan dan dipertemukan ujung anak-anak jari kedua tangan, yang kanan dengan yang kiri. Dan diletakkan kedua tangan itu pada hadapan kepala, lalu ditarikkan kedua tangan itu ke kuduk, kemudian dikembalikan ke hadapan kepala kembali. Dan ini adalah sekali sapu, di mana diperbuat yang demikian itu sampai 3 kali, seraya dibacakan doa yang artinya: “Ya Allah, ya Tuhanku ! tolonglah aku dengan rahmat Engkau, turunkanlah kepadaku segala berkat Engkau, naungilah aku di bawah naungan ‘Arasy Engkau, pada hari yang tak ada naungan selain dari naungan Engkau”.
Kemudian disapukan kedua telinga, luar dan dalamnya dengan air yang baru, dengan memasukkan kedua telunjuk ke dalam lobang kedua telinga itu dan diputar-putarkan kedua ibu jari pada luar kedua telinga. Kemudian diletakkan tapak tangan ke atas dua telinga itu sebagai tanda melahirkan ratanya air. Dan diulangi 3 kali serta dibacakan doa yang artinya: “Ya Allah, ya Tuhanku ! jadikanlah aku sebahagian dari mereka yang mendengar perkataan maka mengikuti yang baik daripadanya ! Ya Allah, ya Tuhanku ! perdengarkanlah kepadaku seruan penyeru sorga bersama orang baik-baik”.
Kemudian disapukan leher dengan air yang baru karena sabda Nabi saw: “Menyapu leher adalah menyelamatkan daripada rantai neraka pada hari qiamat”. Dan dibacakan doa yang artinya: “Ya Allah, ya Tuhanku ! lepaskanlah leherku dari api neraka ! dan aku berlindung dengan Engkau daripada rantai dan kalung api neraka”.
Kemudian dibasuhkan kaki yang kanan 3 kali dan diselang-selangi dengan tangan kiri dari bawah jari-jari kaki kanan. Dan dimulai dengan jari kelingking dari kaki kanan dan disudahi dengan kelingking dari kaki kiri. Dan dibacakan doa, yang artinya: “Ya Allah, ya Tuhanku ! tetapkanlah tapakku di atas titian yang lurus (ash-shiraathal mustaqiim) pada hari yang tergelincir segala tapak kaki ke dalam api neraka”. Dan dibacakan ketika membasuh kaki kiri, doa yang artinya: “Aku berlindung dengan Engkau daripada tergelincirnya tapakku dari titian, pada hari yang tergelincir padanya segala tapak kaki munafiq”. Dan naikkan air sampai ke tengah-tengah dua betis.
Apabila telah selesai wudlu maka diangkatlah kepala ke arah langit, seraya membaca doa yang bunyinya: “Aku mengaku bahwa tiada yang disembah melainkan Allah Yang Maha Esa, yang tiada sekutu bagiNya. Aku mengaku bahwa Muhammad hambaNya dan utusanNya. Maha suci Engkau hai Tuhanku dan dengan memuji Engkau tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku telah perbuat yang jahat dan aku telah perbuat aniaya kepada diriku. Aku meminta ampun pada Engkau wahai Allah dan aku bertobat kepada Engkau. Maka ampunilah aku dan berilah taubat kepadaku, sesungguhnya Engkau menerima taubat dan Maha Penyayang. Ya Allah, ya Tuhanku ! jadikanlah aku daripada orang yang bertaubat dan jadikanlah aku daripada orang-orang yang bersih dan jadikanlah aku daripada hambaMu yang shalih. Dan jadikanlah aku hamba yang sabar, tahu berterima kasih dan jadikanlah aku banyak berdzikir kepada Engkau dan bertasbih kepada Engkau pada pagi dan pada petang”. Diriwayatkan bahwa siapa yang membaca doa ini sesudah wudlu, maka dicapkan wudlunya dengan suatu cap dan diangkatkan cap itu untuknya di bawah ‘Arasy. Maka senantiasalah cap itu bertasbih dan mengquduskan Allah dan dituliskan pahala itu untuknya sampai kepada hari qiamat. Dimakruhkan pada wudlu beberapa perkara: Diantaranya melebihkan dari 3 kali. Barangsiapa melebihkannya, maka telah berbuat aniaya. Juga termasuk makruh, berlebih-lebihan memakai air. Adalah Nabi saw berwudlu tiga-tiga kali dan bersabda: “Barangsiapa melebihkannya maka telah berbuat aniaya dan berbuat jahat”. Dan bersabda lagi: Akan ada suatu kaum daripada umat ini, melampaui batas di dalam berdoa dan bersuci”. Dan diriwayatkan sabda Nabi saw: “Diantara kelemahan ilmu seseorang itu, ialah suka benar membanyakkan air di dalam bersuci”. Berkata Ibrahim bin Adham: “Dikatakan bahwa kejadian yang pertama tadi orang yang berwudlu ialah, kebimbangan hati sebelum bersuci”. Berkata Al-Hasan: “Bahwa setan itu menertawakan orang yang di dalam wudlunya.
Setan itu bernama Al-Walham”. Dimakruhkan menggoyang-goyangkan tangan, maka terperciklah air. Dimakruhkan berbicara sedang berwudlu, menamparkan muka dengan air. Segolongan ulama memandang makruh mengeringkan air wudlu, dan kata mereka: air wudlu itu ditimbang, demikian menurut Sa’id bin Al-Musayyab dan Az-Zuhri. Tetapi diriwayatkan oleh Ma’az ra bahwa: “Nabi saw menyapu mukanya dengan tepi kainnya”. Dan diriwayatkan oleh ‘Aisyah: “Bahwa Nabi saw mempunyai kain untuk mengeringkan air”. Tetapi riwayat ini dibantah benar-benar daripada ‘Aisyah”. Dimakruhkan berwudlu dari bejana air tembaga kuning dan dengan air yang panas dengan matahari. Makruhnya itu dipandang dari segi kedokteran. Diriwayatkan daripada Ibnu Umar dan Abu Hurairah ra akan makruhnya bejana tembaga kuning itu. Dan berkata setengah mereka: “Aku serahkan kepada Syu’bah, air di dalam bejana tembaga kuning, maka enggan ia berwudlu daripadanya”. Dinukilkan makruh yang demikian itu, dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah ra. Tatkala telah selesailah daripada berwudlu dan menuju kepada shalat, maka hendaklah terlintas di hati bahwa ia telah suci zhahiriyahnya. Dan zhahiriyah itu adalah tempat pandangan orang ramai. Maka seyogyalah ia merasa malu bermunajah (berbicara dengan berbisik) dengan Allah Ta’ala tanpa mensucikan hatinya, yang menjadi tempat pandangan Tuhan Yang Maha Suci. Dan hendaklah ia yakin bahwa kesucian hati itu dengan bertaubat, menjauhkan diri daripada budi pekerti yang tercela. Dan bertingkah laku dengan budi pekerti terpuji, adalah lebih utama. Orang yang menyingkatkan kepada kesucian zhahiriyah saja, adalah seumpama orang yang bemaksud mengundang seorang raja ke rumahnya, dimana rumahnya itu dibiarkan penuh dengan kotoran dan hanya bergiat mencat pintu luar dari rumah. Alangkah tepatnya orang yang seperti lelaki ini mendapat cacian dan makian !.


FASAL EMPAT : KEUTAMAAN WUDHU

Bersabda Rasulullah saw: “Barangsiapa berwudlu, lalu dibaguskannya wudlunya dan dikerjakannya shalat dua rakaat di mana ia tidak berbicara dengan dirinya dalam wudlu dan shalat itu, sesuatu dari hal duniawi, niscaya keluarlah dia daripada segala dosanya seperti hari, ia dilahirkan oleh ibunya”. Dan pada riwayat yang lain. Dan ia tiada lalai di dalam wudlu dan shalat itu, niscaya diampunkan apa yang telah terdahulu daripada dosanya. Bersabda Nabi saw pula: “Adakah tidak aku kabarkan kepadamu, dengan apa yang ditutupkan oleh Allah segala kesalahan dan diangkat ke derajat tinggi ? yaitu: melengkapkan wudlu dengan terpeliharanya daripada yang makruh, mengangkatkan tapak kaki ke masjid dan menunggu shalat sesudah shalat. Maka kelengkapan wudlu itu tiga-tiga kali”. Dan Nabi saw berwudlu sekali-sekali, seraya bersabda: “Inilah wudlu yang tidak diterima oleh Allah shalat selain dengan ini”. Dan Nabi saw berwudlu dua-dua kali, seraya bersabda: “Barangsiapa berwudlu dua-dua kali, niscaya didatangkan oleh Allah kepadanya pahala dua kali”. Dan Nabi saw berwudlu tiga-tiga kali, seraya bersabda: “Inilah wudluku dan wudlu nabi-nabi sebelumku dan wudlu kesayangan Tuhan, Ibrahim as”. Bersabda Nabi saw: “Barangsiapa mengingati Allah ketika berwudlu, niscaya disucikan oleh Allah tubuhnya seluruhnya. Dan barangsiapa tiada mengingati Allah, niscaya tiada disucikan oleh Allah daripada tubuhnya selain yang kena air saja”. Bersabda Nabi saw: “Barangsiapa berwudlu, di mana ia masih di dalam suci (wudlu), niscaya dituliskan Allah baginya 10 kebaikan”. Bersabda Nabi saw: “Berwudlu di atas wudlu (artinya, masih lagi ada wudlu), maka itu adalah nur di atas nur”. Hadits-hadits tadi semuanya adalah mengajak supaya membaharukan wudlu, meskipun masih ada wudlu. Bersabda Nabi saw: “Apabila berwudlulah seorang hamba muslim, lalu ia berkumur-kumur, niscaya keluarlah segala kesalahan dari mulutnya. Dan apabila ia membersihkan hidungnya, maka keluarlah segala kesalahan dari hidungnya. Apabila ia membasuh mukanya, maka keluarlah segala kesalahan dari mukanya, sehingga keluarlah segala kesalahan itu dari pinggir bawah kedua matanya. Apabila ia membasuh kedua tangannya, niscaya keluarlah segala kesalahan dari kedua tangannya, sehingga keluarlah segala kesalahan itu dari bawah kuku-kukunya.

 Apabila ia menyapu kepalanya, niscaya keluarlah segala kesalahan dari kepalanya, sehingga keluarlah segala kesalahan itu dari bawah kedua telinganya. Dan apabila ia membasuh kedua kakinya, niscaya keluarlah segala kesalahan dari kedua kakinya, sehingga keluarlah dari bawah kuku-kuku kedua kakinya itu. Kemudian, adalah perjalanannya ke masjid dan shalatnya itu sunat baginya”. Diriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya orang yang bersuci itu adalah seperti orang yang berpuasa”. Bersabda Nabi saw: “Barangsiapa berwudlu, lalu dibaguskannya wudlu itu, kemudian diangkatkannya matanya ke langit, lalu membaca: “Aku mengaku bahwasanya tiada yang disembah melainkan Allah Yang Maha Esa, yang tiada sekutu bagiNya. Dan aku mengaku bahwa Muhammad hambaNya dan RasulNya”, niscaya dibukakan baginya pintu sorga 8, ia masuk ke mana yang disukainya”. Berkata Umar ra: “Sesungguhnya wudlu yang baik, mengusirkan setan daripada engkau”. Berkata Mujahid: “Barangsiapa sanggup tiada tidur malam, selain dia di dalam keadaan suci, berdzikir dan bermohon keampunan Allah, maka hendaklah ia berbuat. Maka sesungguhnya segala nyawa itu dibangkitkan, di dalam keadaan waktu dia diambil dahulu”.


FASAL LIMA  : CARA MANDI

Yaitu: meletakkan tempat air di sebelah kanan, kemudian membaca Bismillah, membasuhkan kedua tangan 3 kali, kemudian beristinja’, seperti yang telah diterangkan dahulu caranya. Dan membuang najis pada badan jikalau ada, kemudian berwudlu seperti wudlunya untuk shalat, sebagaimana telah kami terangkan dahulu. Kecuali membasuh kedua tapak kaki, maka dikemudiankan. Karena membasuh kedua tapak kaki itu, kemudian meletakkan di atas tanah, adalah membuang-buang air saja. Kemudian menuangkan air ke atas kepala 3 kali, kemudian ke pihak kanan 3 kali, kemudian ke pihak kiri 3 kali, kemudian menggosok bahagian depan dan bahagian belakang dari badan dan menyelang-nyelangi dengan anak jari, rambut kepala dan janggut. Dan menyampaikan air kepada pangkalnya, baik yang tebal atau yang tipis. Dan tidak diwajibkan atas wanita membuka sanggulnya, kecuali apabila diketahuinya, bahwa air itu tiada sampai ke celah-celah rambutnya. Dan hendaklah diusahakan menyampaikan air kepada segala lipatan badan. Dan hendaklah dijaga jangan sampai tersentuh kemaluan waktu sedang mandi itu. Jikalau terjadi yang demikian, maka hendaklah wudlunya diulangi. Kalau sudah berwudlu sebelum mandi maka tidak usah diulangi lagi sesudah mandi. Maka inilah sunnah-sunnah wudlu dan mandi. Kami sebutkan daripadanya, apa yang tak boleh tidak bagi orang yang berjalan di jalan akhirat, dari ilmunya dan amalnya. Dan masalah-masalah yang lain, yang diperlukan di dalam keadaan mendatang, maka hendaklah diperiksa di dalam kitab-kitab fiqih. Dan yang wajib dari keseluruhan yang kami sebutkan tentang mandi itu, ialah dua perkara: niat dan meratakan air pada badan dengan mandi.

 Dan yang diwajibkan pada wudlu ialah: niat, membasuh muka, membasuh kedua tangan sampai kedua siku, menyapu apa yang termasuk di dalam nama kepala; membasuh kedua kaki sampai kedua tumit dan dengan tertib (yang dahulu didahulukan dan yang kemudian di kemudiankan). Adapun berturut-turut (muwalah), maka tidak diwajibkan. Mandi wajib adalah dengan 4 sebab: dengan keluar mani, bertemu dua khatan (bersetubuh), haid (datang bulan bagi wanita), dan nifas (darah yang keluar dari wanita setelah bersalin). Selain daripada mandi-mandi tadi adalah sunat, seperti: mandi dua hari raya, mandi Jum’at, mandi pada hari-hari besar, mandi ihram, mandi wuquf di ‘Arafah dan di Muzdalifah, mandi karena masuk Makkah, mandi pada 3 hari tasyriq, mandi untuk thawaf wada’ menurut kata sebahagian ulama, mandi bagi kafir apabila masuk Islam, yang belum pernah berjunub, mandi orang gila apabila telah sembuh daripada gilanya dan mandi bagi orang yang memandikan mayat. Maka semuanya itu, adalah sunat hukumnya.


FASAL ENAM  : CARA TAYAMMUM

Orang yang berhalangan memakai air, karena ketiadaan air setelah dicari atau ada halangan daripada berwudlu, karena binatang buas atau orang yang menahan atau air yang ada padanya diperlukan untuk diminum karena kehausannya sendiri atau kawannya atau air itu kepunyaan orang lain dan tidak dijualnya kecuali dengan harga yang tidak pantas atau ada padanya luka atau penyakit, yang ditakuti daripada memakai air itu akan kerusakan anggota tubuh atau bertambah penyakitnya. Maka seyogyalah bersabar, sampai masuklah waktu shalat fardlu. Kemudian menujulah pada tanah yang baik, di mana bahagian atasnya ada debu yang suci bersih dan halus, kira-kira debu dapat beterbangan daripadanya. Lalu ditepukkan kedua tapak tangannya atas debu itu, dengan anak-anak jarinya yang dirapatkan. Kemudian disapukan dengan kedua tapak tangannya akan seluruh mukanya satu kali dan diniatkan ketika itu membolehkan shalat (istibahah). Dan tidak diberatkan dengan menyampaikan debu itu ke bawah bulu-bulu, baik yang tipis atau yang tebal. Dan hendaklah diusahakan supaya meratalah kulit mukanya dengan debu. Dan yang demikian itu berhasil dengan sekali tepukan tangan saja, karena lebar muka itu tiada lebih daripada lebar kedua tapak tangan. Dan mencukupilah pada meratanya debu itu dengan berat dugaan (dhan) saja. Kemudian membuka cincin (kalau ada di jari), lalu menepuk kali kedua, dengan merenggangkan anak-anak jari. Kemudian mempertemukan punggung anak-anak jari tangan kanan dengan perut anak-anak jari tangan kiri, kira-kira tidak melewati tepi ujung anak-anak jari itu dari satu pihak, daripada telunjuk dari pihak yang satu lagi. Kemudian melalukan tangannya yang kiri, di mana diletakkannya itu, di atas lengannya yang kanan sampai ke siku. Kemudian membalikkan perut tapak tangannya yang kiri di bahagian bawah lengannya yang kanan dan melalukannya sampai ke pergelangan dan melalukan perut ibu jarinya yang kiri ke atas ibu jarinya yang kanan. Kemudian diperbuatkan dengan yang kiri begitupula. Kemudian disapukan kedua tapak tangannya dan diselang-selangi diantara anak-anak jarinya. Maksudnya disuruh begini ialah supaya debu itu rata sampai kepada kedua siku dengan sekali tepukan. Apabila sukar yang demikian, maka tiada mengapa diratakan debu itu dengan dua kali tepukan atau lebih. Apabila telah bershalat satu shalat fardlu dengan tayammum itu, maka bolehlah baginya bershalat sunat sekehendak hatinya. Kalau ia menjama’ (menghimpunkan) antara dua shalat fardlu, maka hendaklah mengulangi tayammum bagi shalat fardlu yang kedua. Begitulah, masing-masing fardlu itu dengan satu tayammum. Wallaahu a’lam ! Allah Yang Maha Tahu !.


Tiada ulasan: