Catatan Popular

Jumaat, 14 Ogos 2015

KITAB FIHI MA FIHI : BAB 2 KATA-KATA HANYALAH BAYANGAN REALITI @ KENYATAAN



OLEH MAULANA SYEIKH JALALUDDIN AR RUMI (PENGASAS TAREKAT MALAUWIYYAH)

KATA-KATA HANYALAH BAYANGAN REALITI @ KENYATAAN

Seseorang berkata : “Guru kita tidak menyampaikan apa pun.”
“Demikianlah,” jawabku, “Orang ini telah muncul di hadapanku karena ciri mental yang ada di dalam diriku. Citra mental milikku itu tidak menanyainya, “Apa kabar?” atau “Bagaimana kabarmu?”  Citra mental diriku menarik hatinya tanpa menggunakan kata-kata. Jika dalam kenyataannya, citra mental milikku dapat menarik hatinya tanpa kata-kata hingga dapat membawanya ke tempat lain. Lalu apa yag aneh dari hal itu?”
Kata-kata tidak lain hanyalah “Bayangan” dari kenyataan. Kata-kata merupakan cabang dari kenyataan. Apabila “bayangan” saja dapat menawan hati, betapa mempesona kekuatan kenyataan yang ada di balik bayangan?”

Kata-kata hanyalah pra-teks. Aspek simpatilah yang dapat menarik hati satu orang pada orang lain, bukan kata-kata. Walau pun mnusia dapat melihat ribuan mukjizat yang dimiliki seorang Nabi atau seorang suci, hal itu tidak akan mebawa keuntungan baignya sama sekali apabila dia tidak memiliki simpati keapda Nabi atau pun orang suci itu. Unsur simpatilah yang dapat mengguncangkan dan menggelisahkan seseorang. Apabila tidak terdapat unsur simpati warna gading pada batang padi itu tidak akan pernah dipersoalkan warna gading. Meski pun begitu, simpati yang memiliki kekuatan dahsyat itu tidak dapat diidnra oleh seseorang.

Gambaran mental dari segala sesuatu yang hinggap di kepala manusia akan membawanya kepada hal itu. Gambaran tentang “taman” akan membawa manusia menuju ke sebuah taman. Gambaran tentang “toko” akan membawa manusia menuju sebuah toko. 

Tetapi terdapat sesuatu muslihat tersembunyi di dalam gambaran mental tersebut. Seringkali kita mengalami ketika kita pergi ke suatu tempat . Tiba-tiba saja kita mendapati bahwa tempat yang kita tuju tersebut tidak seperti  yang ada di dalam gambaran kita, dalam citraan mental kita. Ketika mendapati kenyataan itu kita akan merasa kecewa dan berkata : “Aku pikir, tempat ini sebagus yang kubayangkan. Tapi ternyata tidak seindah gambarannya.” Citraan-citraan atau gambaran-gambaran mental itu seperti kain kafan. Seseorang dapat bersembunyi di balik kain kafan. Ketika citra dihilangkan, dan kenyataan muncul tanpa diiringi citraan mental , maka terjadilah proses penyadaran kembali. Kita seakan kembali terbangun dari tidur kita. Ketika suatu peristiwa telah terjadi, maka tidak akan ada kesempatan lagi untuk merasa kecewa. Kenyataan yang dapat mempersoalkanmu tidak lain adalah kenyataan itu sendiri. Hari ketika segala pikiran dan perbuatan yang tersembunyi akan diuji (QS.86:9).

Apakah sesungguhnya yang sedangkan kita perbincangkan? Di dalam hakikatnya, “Yang mempersoalkan (yang menjadi pangkal persoalan)” adalah satu, tetapi tampak terlihat bermacam-macam. Tidakkah engkau lihat betapa seorang manusia kerap memiliki ratusan keinginan berbeda? Aku ingin mieku ingin kue basah. Aku ingin buah-buahan. Aku ingin kurma.” Begitu banyak keinginan berbeda yang diungkapkan dengan jelas oleh setiap orang. Meski demikian, asal mula segala hal itu adalah satu, dan itu adalah rasa lapar. Tidakkah engkau lihat ketika orang gyang sama ini telah memakan jatahnya?” Dia akan berkata : “Maka nyataah bahwa sebenarnya tidak ada apa yang dikatakan dengan sepuluh atau seratus hal, yang ada hanya satu. “Kami telah mengungkapkan jumlah mereka hanya untuk menyebabkan perselisihan di antara mereka (QS.74:31).

Kelipatgadaan di antara manusisa memang menipu, karena mereka berkata, “Ini satu”. Dan “Semua ini seratus”, yakni, mereka mengatakan orang suci itu unik, sedangkan orang kebanyakan disebut “seratus” atau “ribuan”. Ini adalah tipuan besar. Cara berpikirmu mengatakan yang banyak bermacam-macam dan yang satu itu unik, betul-betul menipu. Kami telah mengungkapkan jumlah mereka banyak untuk menyebabkan perselisihan (QS. Al-Muddatstsir 74:31).

Masing-masing dari mereka akan berkata, “Mana yang ribuan, lima uluhan?” atau, “Mana yang enam puluh?” Orang-orang menjadi kehilangan kontrol dan tidak terkendali tanpa nalar, tanpa pikiran. Seperti jimat, mereka menguap bagaikan merkuri dan air raksa, Akankah engkau katakan mereka limapuluhan?” Seratus?” seribu?” Dan kemudian masih menyebut yang ini satu? Engkau bisa saja menyebut mereka tiada dan dia ribuan, atau ratusan ribu, atau jutaan. “Sedikit apabila dihitung, akan tetapi banyak dalam kekuatan.”

Seorang raja suatu hari memberi ransum bagi satu orang prajurit yang cukup untuk seratus orang. Angkatan bersenjata merasa keberatan. Tetapi sang raja berkata : “Harinya akan tiba ketika aku akan menunjukkan kepadamu kenapa aku melakukan ini.” Dan ketika telah datang hari pertempuran, seluruh pasukan melarikan diri kecuali prajurit itu. Dia tetap kuat bertahan dan berjuang. “Di sinilah nalarku bekerja merencanakan pekerjaan yang akan aku lakukan.” Kata sang raja.

Manusia meski melepaskan alasan kedua dari kemampuan pemahamannya dan menoleh kepada agama untuk memperoleh bantuan pemahaman. Karena Agamalah yang mampu menemukan bantuan yang biasanya datang dengan sembunyi-sembunyi. Meski demikian, apabila seseorang menghabiskan hidupnya dengan kebododhan tanpa menggunakan nalar, maka pemahaman dirinya akan tumbuh dengan lemah dan tidak akan mampu mengenali kekuatan Agama. Engkau menumbuhkan keberadaan fisikal ini, padahal di dalamnya tidak terdapat kecerdasan sedikit pun!...

Kecerdasan adalah konsep halus yang berada di dalam dirimu, tetapi siang dan malam engkau selalu disibukkan dengan makanan. Engkau berdalih bahwa konsep halus itu memperoleh kehidupan melalui badan fisik. Padahal nyata-nyata munculnya kecerdasan itu memiliki cara pemunculan yang berbeda Bagaimana mungkin engkau menghabiskan seluruh kekuatanmu hanya untuk mementingkan kebutuhan fisik dan mengabaikan inti segala sesuatu, sesuatu yang lebih halus? Padahal fenomena-fenomena material keberadaannya bergantung pada inti (subtle) dan bukan dengan cara yang lain? Cahaya keluar melalui celah mata dan telinga, dan begitulah selanjutnya. Apabila engkau tidak memiliki celah itu, cahaya itu akan keluar melalui jalan keluar yang lain. Hal ini persis bagaikan engkau membawa lampu ke luar untuk melihat matahari. Bahkan apabila engkau tidak membawa lampu, matahari masih akan menunjukkan dirinya. Untuk apalagi engkau membawa lampu.

Seseorang hendaknya tidak berputus asa pada Tuhan. Karena harapan adalah langkah pertama menuju  jalan keselamatan. Bahkan apabila engkau tidak menempuh jalan itu, setidaknya jagalah agar jalannya tetap terbuka. Jangan katakan bahwa engkau telah tersesat. Ambil jalan lurus, yang tidak ada belokan berliku. Lurus adalah sifat tongkat Musa. Edangkan kekakuan merupakan gambaran papan para tukang sihir. Ketika yang lurus munul, dia akan melahap seluruh kekuatan yang lainnya. Jika engkau melakukan kejahatan, sebenarnya akan berakibat kepada dirimu sendiri. Bagaimana mungkin kejahatan yang engkau lakukan akan mampu mencapai DIA? Ketika burung bertengger di puncak gunung dan kemudian terbang, apakah gunung itu memperoleh atau kehilangan sesuatu? Ketika engkau meluruskan diri kamu sendiri, tidak ada lagi yang tersissa. Jangan pernah membuang harapan.

Sisi bahaya yang akan muncul karena mengadakan persekutuan dengan raja bukanlah engaku bisa kehilangan hidup. Karena tanpa persekutuan itu pun, cepat atau lambat, akhirnya engkau mesti  melepaskan kehidupan. Bahayanya terletak pada kenyataan bahwa ketika “raja-raja” itu dengan jiwa  jasmaniahnya mendapatkan kekuatan, mereka akan berubah menjadi naga. Dan orang yang berbincang dengan mereka, yang mengakui persahabatannya, atau yang menerima kekayaan dari mereka, akhirnya mesti berkata bagaimana yang mereka katakan dan menerima pendapat jahat raja-raja itu agar dirinya terlindungi. Dia tidak mampu berbicara melawan mereka. 

Di sanalah letak bahayanya, karena Agama dia menderita. Semakin jauh engkau pergi di jalan sang raja, semakin asing arah lain bagimu. Semakin jauh engkau pergi ke dalam arah itu, arah ini, yang mestinya jadi kekasihmu, akan memalingkan mukanya darimu. Semakin engkau memberi ruang dirimu kepada hal-hal duniawi, semakin jauh obyek cinta yang semestinya tumbuh dalam dirimu. “Siapa pun yang menyumbangkan bantuan kepada orang yang tidak adil berarti mereka rela bertekuk lutut  kepada mereka di mata Tuhan.” Ketika engkau sudah merasa condong kepada orang yang engkau inginkan, maka dia akan menjadi guru bagimu.
Sungguh, sangat kasihan seseorang yang mencapai laut dan terpuaskan dengan hanya secangkir air. Ketika mutiara dan ratusan ribu barang berharga dapat disarikan dari laut, apagunanya mengambil air? Unia ini hanyalah buih. Sedangkan air seluas lautan adalah pengetahuan orang-orang suci. Antas di manakah mutiara terletak? Dunia ini adalah buih yang dipenuhi barang rongsokan yang terapung-apung. Meski demikian, dari aliran ombak dan kesesuaian antara adukan laut dan gumulan ombak, buih itu membuahkan keindahan. Karena kecintaan dan hasrat  yang amat besar kepada istri dan anak, pada himpunan emas dan perak, juga pada kuda yang mengagumkan, ternak, dan tanah, hiasan bagi manusia; itu merupakan pelengkap kehidupan di dunia (Qs 3:14). 

Tuhan telah mengatakan bahwa segala sesuatu telah “dibuat indah” tapi ternyata semuanya tidaklah benar-benar indah, mengapa bisa begitu? Keindahan yang dijanjikan Tuhan dialami oleh orang lain, dari tempat lain. Seperti uang receh palsu sepuhan. Yakni, ketika dikatakan bahwa sebenarnya dunia ini, dunia yang bagaikan buih ini, adalah palsu, tanpa harga, tanpa nilai. Kita harus menyepuhnya, karena itulah maka dunia “dibuat indah.”
Manusia adalah astrolabnya Tuhan (astrolab adalah alat kuno untuk menggambarkan altitude). Tetapi, seseorang akan membutuhkan ahli astronomi untuk mengetahui bagaimana cara menggunakan astrolab. Seandainya ada seorang penjual bawang atau penjual sayuran yang diperkenankan memiliki astrolab, gunaan apakah yang dapat dibuatnya dari itu? Bagaimana mungkin dia mampu mengukur keadaan bidang langit, kembalinya tanda rasi bintang, atau pengaruhnya? Di tangan seorang astronom, astrolab akan sangat bermanfaat. Karena siapa pun yang mengetahui dirinya, dia akan menegetahui Tuhannya. Sebagaimana astrolab kuningan ini adalah cermin langit, manusia, dan Kami telah memuliakan anak-anak Adam (QS.17:70), adalah astrolab Tuhan. 

Ketika Tuhan membuat manusia mengetahui dirinya, melalui astrolab dari diri orang itu sendiri dia mampu menyaksikan pengejawantahan Tuhan dan keindahan sempurna-Nya saat demi saat dan kedip demi kedip. Keindahan itu tidak pernah menghilang dari “Cermin” itu. Tuhan memiliki pelayan yang menyelimuti diri mereka dengan kebijakan, pengetahuan mistik, dan keajaiban, meskipun manusia tidak memiliki ketajaman pandangan untuk melihat mereka. Mereka menutupi dirinya keluar dan semangat luar biasa, sebagaimana dikatakan Muntanabbi :
Mereka mengenakan kain brokat,
Tidak untuk membuat dirinya lebih cantik,
Tetapi dengan itu mereka hendak melindungi kecantikan mereka.


Tiada ulasan: