Oleh Ibn Qayyim Al Jauziyah
Seperti yang
sudah engkau ketahui, bahwa siapa yang berada di
tempat
persinggahan taubat, berarti dia berada di seluruh tempat persinggahan
Islam, sebab
taubat sudah meliputi segalanya. Tapi bagaima-na
pun juga
tempat-tempat persinggahan yang lain ini perlu rincian dan perlu
disebutkan,
agar ada kejelasan hakikat, kekhususan dan syarat-syaratnya.
Jika kaki
seorang hamba sudah mantap berada di tempat persinggahan
taubat, maka
setelah itu dia beralih ke tempat persinggahan "Inabah"
(kembali
kepada Allah). Allah telah memerintahkan inabah ini di
dalam
Kitab-Nya, seperti firman-Nya,
"Dan, kembalilah kalian kepada
tuhanmu." (Az-Zumar: 54).
Allah juga
mengabarkan bahwa yang mau mengambil pelajaran dari
ayat-ayat
Allah dan menjadikannya sebagai peringatan adalah orangorang
yang kembali
kepada-Nya,
"Maka apakah mereka tidak melihat
langit yang ada di atas
mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan
menghiasinya dan
langit itu tidak mempunyai retak-retak
sedikit pun? Dan, Kami
hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya
gununggunungyang
kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala
macam
tanaman yang indah dipandang mata, untuk
menjadi pelajaran dan
peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali
(kepada Allah)."
(Qaf: 6-8).
Allah juga
mengabarkan bahwa pahala dan surga-Nya diberikan
kepada
orang-orang yang takut dan kembali kepada-Nya,
"Dan, didekatkanlah surga itu kepada
orang-orang yang bertakwa
pada tempat yang tiada jauh (dari mereka).
Inilah yang dijanjikan
kepada-mu, (yaitu) kepada setiap hamba yang
selalu kembali
(kepada Allah) lagi memelihara (semua
peraturan-peraturan-Nya),
yaitu orang yang takut kepada Yang Maha
Pemurah sedang Dia
tidak kelihatan (oleh-nya) dan dia datang dengan
hati yang kembali
(kepada Allah). Masukilah surga itu dengan
aman." (Qaf: 31-34).
Allah juga
mengabarkan bahwa kabar gembira hanya diberikan
kepada
orang-orang kembali kepada-Nya,
"Dan, orang-orang yang
menjauhi thaghut (yaitu) tidak
menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi
mereka berita
gembira." (Az-Zumar: 17).
Inabah ada dua macam:
1. Inabah kepada
Rububiyah Allah. Ini merupakan inabah-nya semua
makhluk, entah
orang Muslim atau kafir, orang baik maupun orang
jahat
"Dan, apabila manusia disentuh oleh
suatu bahaya,
mereka menyeru Rabbnya dengan kembali
kepada-Nya."
(Ar-Rum: 33).
Ini merupakan
hak siapa pun yang berdoa kepada Allah
saat dia
menda-pat bahaya. Inabah ini tidak
mengharuskan
adanya Islam, karena ini juga meliputi
orang-orang
musyrik dan kafir. Allah befirman tentang
mereka,
"Kemudian apabila Dia merasakan kepada
mereka barang sedikit
rah-mat daripada-Nya, tiba-tiba sebagian
dari mereka
mempersekutukan Rabbnya, sehingga mereka
mengingkari rahmat
yang telah Kami berikan kepada mereka."
(Ar-rum:
33-34).
Itulah keadaan
mereka setelah mereka kembali kepada Allah.
2. Inabah kepada Uluhiyah Allah, dan ini merupakan inabah-nya
waliwali
Allah, yaitu inabah
ubudiyah dan cinta, yang meliputi empat
macam: Cinta,
tunduk, menghadap kepada Allah dan berpaling dari
selain-Nya.
Tidak ada sebutan munib (orang yang ber-inabah)
kecuali bagi
orang yang menghimpun empat perkara ini.
Pengarang Manazilus-Sa'irin
(Abu Ismail) menjelaskan, bahwa inabah
menurut bahasa
adalah kembali kepada kebenaran, yang boleh dibagi
menjadi tiga
macam:
1. Kembali
kepada kebenaran karena ingin perbaikan, sebagaimana
kembali kepada
kebenaran karena ingin menyatakan kesalahan dan
meminta maaf.
Karena orang
yang bertaubat telah kembali kepada Allah dengan
menyatakan
kesalahannya dan membebaskan diri dari kedurhakaan
kepada-Nya,
maka untuk menyempurnakan hal ini dia harus kembali
kepada Allah
dengan usaha dan nasihat agar dia senantiasa taat kepada-
Nya. Tidak ada
artinya taubat sambil duduk ongkang-ongkang tan-pa
usaha. Jadi
harus ada taubat dan amal shalih, dengan meninggalkan apa
yang dibenci
Allah dan mengerjakan apa yang dicintai-Nya,
sebagaimana
firman-Nya,
"...kecuali orang yang bertaubat,
beriman danmengerjakan amal shalih."
(Al-Furqan: 70).
Kembali kepada Allah menjadi benar dengan tiga
cara:
- Keluar dari
dosa dan kesalahan. Caranya dengan taubat dari dosa
antara hamba
dengan Allah dan memenuhi hak manusia.
- Menderita
atas kesalahan yang dilakukannya dan hatinya merasa
sesak. Sebab
ini merupakan tanda orang yang kembali kepada Allah.
Berbeda dengan
orang yang hatinya tidak pernah merasa sesat dan
tidak pula
menderita karena kesalahannya, yang sekaligus menunjukkan
kerusakan
hatinya. Bahkan dia juga menderita jika ada orang lain
yang melakukan
kesalahan, seakan-akan dialah yang melakukannya.
- Mencari-cari
ketaatan dan taqarrub yang tidak dilakukannya, terlebih
lagi jika dia
merasa sisa umurnya tinggal sedikit, sehingga dia
akan menghidupkan
apa yang dia matikan dan mencari apa yang
tertinggal.
2. Kembali
kepada Allah karena ingin memenuhi hak, sebagaimana ia
kembali karena
ingin menepati per janjian dengan-Nya. Engkau kemba
li kepada
Allah, pertama-tama dengan masuk ke dalam ikatan perjanjian,
dan kedua
kalinya engkau memenuhi perjanjian itu. Semua sisi
agama
merupakan perjanjian dan pemenuhan. Allah telah membuat
perjanjian
dengan semua mukallaf agar mereka taat kepada-Nya. Dia
membuat
perjanjian dengan para nabi dan rasul lewat perkataan para
malaikat atau
secara langsung, membuat perjanjian dengan umat
manusia lewat
para rasul, membuat perjanjian dengan orang-orang
yang bodoh
lewat para ulama, membuat perjanjian dengan para ulama
lewat belajar
dan mengajar. Untuk itu Allah memuji orang-orang
yang memenuhi
perjanjian dengan Allah dan mengabarkan bahwa
mereka akan
mendapat pahala yang besar,
"Dan, barangsiapa menepati janjinya
kepada Allah, maka Allah akan
memberinya pahala yang besar." (Al-Fath: 10).
"Dan, tepatilah perjanjian dengan Allah
apabila kalian berjanji." (An-
Nahl: 91).
Perjanjian
dengan Allah ini mengharuskan adanya pemenuhannya
se-cara
ikhlas, disertai iman dan ketaatan kepada-Nya serta pemenuhan
janji dengan
manusia. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mengabarkan
bahwa di
antara tanda-tanda kemunafikan adalah mengkhianati janji.
Tidak ada
artinya seseorang kembali kepada Allah jika dia mengkhianati
janji, begitu
pula jika dia tidak masuk ke dalam perjanjian dengan-Nya.
Sebab inabah
tidak akan terwujud kecuali dengan membuat perjanjian
dengan Allah
dan sekaligus memenuhinya. Kembali kepada Allah karena
ingin memenuhi
janji dapat menjadi benar dengan tiga cara:
- Membebaskan
diri dari kenikmatan dosa. Jika inabah kepada Allah
benar-benar
tulus, maka kenikmatan dosa juga akan hilang dari pikiran
dan hati, yang
kemudian diisi dengan kegelisahan dan kegundahan
karena ingat
dosa itu. Selagi di dalam hatinya masih ada ke
nikmatan dosa
itu, berarti inabah-nya belum murni.
Ada yang
mengatakan, jiwa itu mempunyai tiga kondisi: Perintah
melakukan
dosa, mencela dan menyesali dosa, rasa tentram saat berhadapan
dengan Allah.
Kondisi yang ketiga ini merupakan sasaran
dan target
yang dikehendaki orang-orang yang mengadakan perjalanan
kepada Allah,
keadaannya seperti orang yang mengadakan perjalanan
jauh dan ingin
kembali ke tempatnya. Selagi dia sudah melihat
bayang-bayang
rumahnya, maka hatinya menjadi tenang.
- Tidak
mengabaikan orang-orang yang lalai karena waspada dan takut
terhadap
mereka, dan berharap untuk diri sendiri. Engkau berharap
kebaikan untuk
diri sendiri. Engkau mengharapkan rahmat bagi dirimu
dan takut
terhadap orang-orang yang lalai lagi menderita. Tapi
tetaplah
mengharap rahmat bagi mereka dan takutlah penderitaan
bagi dirimu.
Kalau perlu celalah mereka jika memang engkau mengetahui
keadaan
mereka.
- Mencermati
kekurangan dalam berbuat kebajikan, yaitu dengan memeriksa
hal-hal yang
mengotori amalnya, yang boleh jadi amalnya
lebih banyak
dilandasi nafsu, sementara engkau tidak menyadarinya.
Berapa banyak
penyakit dan tujuan-tujuan yang mendekam di
dalam jiwa,
yang menghambat amal. Sebab ada seseorang melakukan
suatu amal
yang tidak diketahui orang lain, namun dia melakukannya
tidak secara
ikhlas karena Allah, sementara ada orang lain
yang melakukan
suatu amal namun dia melakukannya secara ikhlas
karena Allah.
Tidak ada yang bisa membedakan dua keadaan ini
kecuali orang
yang memiliki bashirah. Antara amal dan hati terdapat
jarak
perjalanan, yang di sana ada para perampok yang akan menghalangi
amal agar
tidak sampai ke hati. Adakalanya seseorang banyak
amalnya, namun
tidak sampai ke hati, sehingga tidak menghasilkan
cinta, rasa
takut, berharap, zuhud di dunia dan hanya mengharapkan
akhirat, tidak
ada cahaya yang bisa membedakan dirinya
antara wali
Allah ataukah wali musuh-Nya. Andaikan pengaruh amal
ini sampai ke
hati, maka di dalamnya akan muncul cahaya, sehingga
membuat
dirinya tahu mana yang haq dan mana yang batil. Kemudian
antara hati
dan Allah juga ada jarak perjalanan, yang di sana
ada para
perampok yang akan menghalangi amal agar tidak sampai
kepada-Nya,
berupa ujub, takabur, membanggakan amal dan mencemooh
amal orang
lain. Di sana ada banyak penyakit, yang andaikan
dia
memeriksanya, tentu akan terheran-heran sendiri. Namun di
antara rahmat
Allah, Dia menutupi penyakit-penyakit hati ini.
3. Kembali
kepada Allah secara seketika, sebagaimana dorongan untuk
memenuhi
seruan, yang bisa menjadi benar dengan tiga cara:
- Merasa putus
asa terhadap amal yang dilakukan. Hal ini bisa ditafsiri
dengan dua
macam penafsiran: Pertama, dengan melihat pelaku
yang
sebenarnya dan penggerak pertama. Kalau bukan karena kehendak-
Nya, maka
tidak ada perbuatan yang muncul dari dirimu.
Karena
kehendak-Nyalah ada perbuatanmu, dan itu bukan karena
semata
kehendakmu sendiri. Kedua, merasa putus asa akan mendapatkan
keselamatan
karena amal diri sendiri. Engkau melihat keselamatan
ini hanya
berasal dari rahmat Allah dan karunia-Nya. Di dalam
Ash-Shahih disebutkan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam,
beliau
bersabda,
"Sekali-kali seseorang di antara kalian
tidak akan selamat karena amalnya".
Mereka bertanya, "Tidak pula engkau
wahai Rasulullah? "Beliau
menjawab, "Tidak pula aku, kecuali jika
Allah melimpahiku dengan
rahmat dan karunia dari-Nya."
- Merasakan
adanya kebutuhan secara terus-menerus. Apabila pada
awal mula
seoranghamba merasa putus terhadap amalnya, lalu akhirnya
dia merasa
putus asa terhadap keselamatannya, maka dia akan
merasa
membutuhkan Allah, dalam segala hal. Sifat kekayaan hanya
milik Allah
dan sifat kemiskinan menjadi milik hamba.
- Merasakan
kasih sayang Allah terhadap dirimu. Jika engkau sudah
melihat
kekuatan yang hanya dimiliki Allah dan engkau merasa putus
asa terhadap
amalmu sendiri, maka engkau akan melihat bagaimana
kasih sayang
Allah yang diberikan kepadamu. Allahlah yang berbuat
baik dengan
menciptakan sebab akibat, dan yang semua urusan ada
di Tangan-Nya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan