Catatan Popular

Sabtu, 15 Ogos 2015

KITAB MADARIJUS SALIKIN SIRI 24 : INABAH KEPADA ALLAH



Oleh Ibn Qayyim Al Jauziyah

Seperti yang sudah engkau ketahui, bahwa siapa yang berada di
tempat persinggahan taubat, berarti dia berada di seluruh tempat persinggahan
Islam, sebab taubat sudah meliputi segalanya. Tapi bagaima-na
pun juga tempat-tempat persinggahan yang lain ini perlu rincian dan perlu
disebutkan, agar ada kejelasan hakikat, kekhususan dan syarat-syaratnya.
Jika kaki seorang hamba sudah mantap berada di tempat persinggahan
taubat, maka setelah itu dia beralih ke tempat persinggahan "Inabah"
(kembali kepada Allah). Allah telah memerintahkan inabah ini di
dalam Kitab-Nya, seperti firman-Nya,

"Dan, kembalilah kalian kepada tuhanmu." (Az-Zumar: 54).

Allah juga mengabarkan bahwa yang mau mengambil pelajaran dari
ayat-ayat Allah dan menjadikannya sebagai peringatan adalah orangorang
yang kembali kepada-Nya,

"Maka apakah mereka tidak melihat langit yang ada di atas
mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan
langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun? Dan, Kami
hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gununggunungyang
kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam
tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan
peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (kepada Allah)."
(Qaf: 6-8).

Allah juga mengabarkan bahwa pahala dan surga-Nya diberikan
kepada orang-orang yang takut dan kembali kepada-Nya,

"Dan, didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa
pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan
kepada-mu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali
(kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya),
yaitu orang yang takut kepada Yang Maha Pemurah sedang Dia
tidak kelihatan (oleh-nya) dan dia datang dengan hati yang kembali
(kepada Allah). Masukilah surga itu dengan aman." (Qaf: 31-34).

Allah juga mengabarkan bahwa kabar gembira hanya diberikan
kepada orang-orang kembali kepada-Nya,

"Dan, orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak
menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita
gembira." (Az-Zumar: 17).


Inabah ada dua macam:

1. Inabah kepada Rububiyah Allah. Ini merupakan inabah-nya semua
makhluk, entah orang Muslim atau kafir, orang baik maupun orang
jahat

"Dan, apabila manusia disentuh oleh suatu bahaya,
mereka menyeru Rabbnya dengan kembali kepada-Nya."
(Ar-Rum: 33).

Ini merupakan hak siapa pun yang berdoa kepada Allah
saat dia menda-pat bahaya. Inabah ini tidak
mengharuskan adanya Islam, karena ini juga meliputi
orang-orang musyrik dan kafir. Allah befirman tentang
mereka,

"Kemudian apabila Dia merasakan kepada mereka barang sedikit
rah-mat daripada-Nya, tiba-tiba sebagian dari mereka
mempersekutukan Rabbnya, sehingga mereka mengingkari rahmat
yang telah Kami berikan kepada mereka." (Ar-rum: 33-34).

Itulah keadaan mereka setelah mereka kembali kepada Allah.

2. Inabah kepada Uluhiyah Allah, dan ini merupakan inabah-nya waliwali
Allah, yaitu inabah ubudiyah dan cinta, yang meliputi empat
macam: Cinta, tunduk, menghadap kepada Allah dan berpaling dari
selain-Nya. Tidak ada sebutan munib (orang yang ber-inabah)
kecuali bagi orang yang menghimpun empat perkara ini.
Pengarang Manazilus-Sa'irin (Abu Ismail) menjelaskan, bahwa inabah
menurut bahasa adalah kembali kepada kebenaran, yang boleh dibagi
menjadi tiga macam:

1. Kembali kepada kebenaran karena ingin perbaikan, sebagaimana
kembali kepada kebenaran karena ingin menyatakan kesalahan dan
meminta maaf.
Karena orang yang bertaubat telah kembali kepada Allah dengan
menyatakan kesalahannya dan membebaskan diri dari kedurhakaan
kepada-Nya, maka untuk menyempurnakan hal ini dia harus kembali
kepada Allah dengan usaha dan nasihat agar dia senantiasa taat kepada-
Nya. Tidak ada artinya taubat sambil duduk ongkang-ongkang tan-pa
usaha. Jadi harus ada taubat dan amal shalih, dengan meninggalkan apa
yang dibenci Allah dan mengerjakan apa yang dicintai-Nya,
sebagaimana firman-Nya,

"...kecuali orang yang bertaubat, beriman danmengerjakan amal shalih."
 (Al-Furqan: 70).

 Kembali kepada Allah menjadi benar dengan tiga cara:
- Keluar dari dosa dan kesalahan. Caranya dengan taubat dari dosa
antara hamba dengan Allah dan memenuhi hak manusia.
- Menderita atas kesalahan yang dilakukannya dan hatinya merasa
sesak. Sebab ini merupakan tanda orang yang kembali kepada Allah.
Berbeda dengan orang yang hatinya tidak pernah merasa sesat dan
tidak pula menderita karena kesalahannya, yang sekaligus menunjukkan
kerusakan hatinya. Bahkan dia juga menderita jika ada orang lain
yang melakukan kesalahan, seakan-akan dialah yang melakukannya.
- Mencari-cari ketaatan dan taqarrub yang tidak dilakukannya, terlebih
lagi jika dia merasa sisa umurnya tinggal sedikit, sehingga dia
akan menghidupkan apa yang dia matikan dan mencari apa yang
tertinggal.

2. Kembali kepada Allah karena ingin memenuhi hak, sebagaimana ia
kembali karena ingin menepati per janjian dengan-Nya. Engkau kemba
li kepada Allah, pertama-tama dengan masuk ke dalam ikatan perjanjian,
dan kedua kalinya engkau memenuhi perjanjian itu. Semua sisi
agama merupakan perjanjian dan pemenuhan. Allah telah membuat
perjanjian dengan semua mukallaf agar mereka taat kepada-Nya. Dia
membuat perjanjian dengan para nabi dan rasul lewat perkataan para
malaikat atau secara langsung, membuat perjanjian dengan umat
manusia lewat para rasul, membuat perjanjian dengan orang-orang
yang bodoh lewat para ulama, membuat perjanjian dengan para ulama
lewat belajar dan mengajar. Untuk itu Allah memuji orang-orang
yang memenuhi perjanjian dengan Allah dan mengabarkan bahwa
mereka akan mendapat pahala yang besar,

"Dan, barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan
memberinya pahala yang besar." (Al-Fath: 10).

"Dan, tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kalian berjanji." (An-
Nahl: 91).

Perjanjian dengan Allah ini mengharuskan adanya pemenuhannya
se-cara ikhlas, disertai iman dan ketaatan kepada-Nya serta pemenuhan
janji dengan manusia. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mengabarkan
bahwa di antara tanda-tanda kemunafikan adalah mengkhianati janji.
Tidak ada artinya seseorang kembali kepada Allah jika dia mengkhianati
janji, begitu pula jika dia tidak masuk ke dalam perjanjian dengan-Nya.
Sebab inabah tidak akan terwujud kecuali dengan membuat perjanjian
dengan Allah dan sekaligus memenuhinya. Kembali kepada Allah karena
ingin memenuhi janji dapat menjadi benar dengan tiga cara:
- Membebaskan diri dari kenikmatan dosa. Jika inabah kepada Allah
benar-benar tulus, maka kenikmatan dosa juga akan hilang dari pikiran
dan hati, yang kemudian diisi dengan kegelisahan dan kegundahan
karena ingat dosa itu. Selagi di dalam hatinya masih ada ke
nikmatan dosa itu, berarti inabah-nya belum murni.
Ada yang mengatakan, jiwa itu mempunyai tiga kondisi: Perintah
melakukan dosa, mencela dan menyesali dosa, rasa tentram saat berhadapan
dengan Allah. Kondisi yang ketiga ini merupakan sasaran
dan target yang dikehendaki orang-orang yang mengadakan perjalanan
kepada Allah, keadaannya seperti orang yang mengadakan perjalanan
jauh dan ingin kembali ke tempatnya. Selagi dia sudah melihat
bayang-bayang rumahnya, maka hatinya menjadi tenang.
- Tidak mengabaikan orang-orang yang lalai karena waspada dan takut
terhadap mereka, dan berharap untuk diri sendiri. Engkau berharap
kebaikan untuk diri sendiri. Engkau mengharapkan rahmat bagi dirimu
dan takut terhadap orang-orang yang lalai lagi menderita. Tapi
tetaplah mengharap rahmat bagi mereka dan takutlah penderitaan
bagi dirimu. Kalau perlu celalah mereka jika memang engkau mengetahui
keadaan mereka.
- Mencermati kekurangan dalam berbuat kebajikan, yaitu dengan memeriksa
hal-hal yang mengotori amalnya, yang boleh jadi amalnya
lebih banyak dilandasi nafsu, sementara engkau tidak menyadarinya.
Berapa banyak penyakit dan tujuan-tujuan yang mendekam di
dalam jiwa, yang menghambat amal. Sebab ada seseorang melakukan
suatu amal yang tidak diketahui orang lain, namun dia melakukannya
tidak secara ikhlas karena Allah, sementara ada orang lain
yang melakukan suatu amal namun dia melakukannya secara ikhlas
karena Allah. Tidak ada yang bisa membedakan dua keadaan ini
kecuali orang yang memiliki bashirah. Antara amal dan hati terdapat
jarak perjalanan, yang di sana ada para perampok yang akan menghalangi
amal agar tidak sampai ke hati. Adakalanya seseorang banyak
amalnya, namun tidak sampai ke hati, sehingga tidak menghasilkan
cinta, rasa takut, berharap, zuhud di dunia dan hanya mengharapkan
akhirat, tidak ada cahaya yang bisa membedakan dirinya
antara wali Allah ataukah wali musuh-Nya. Andaikan pengaruh amal
ini sampai ke hati, maka di dalamnya akan muncul cahaya, sehingga
membuat dirinya tahu mana yang haq dan mana yang batil. Kemudian
antara hati dan Allah juga ada jarak perjalanan, yang di sana
ada para perampok yang akan menghalangi amal agar tidak sampai
kepada-Nya, berupa ujub, takabur, membanggakan amal dan mencemooh
amal orang lain. Di sana ada banyak penyakit, yang andaikan
dia memeriksanya, tentu akan terheran-heran sendiri. Namun di
antara rahmat Allah, Dia menutupi penyakit-penyakit hati ini.
3. Kembali kepada Allah secara seketika, sebagaimana dorongan untuk
memenuhi seruan, yang bisa menjadi benar dengan tiga cara:
- Merasa putus asa terhadap amal yang dilakukan. Hal ini bisa ditafsiri
dengan dua macam penafsiran: Pertama, dengan melihat pelaku
yang sebenarnya dan penggerak pertama. Kalau bukan karena kehendak-
Nya, maka tidak ada perbuatan yang muncul dari dirimu.
Karena kehendak-Nyalah ada perbuatanmu, dan itu bukan karena
semata kehendakmu sendiri. Kedua, merasa putus asa akan mendapatkan
keselamatan karena amal diri sendiri. Engkau melihat keselamatan
ini hanya berasal dari rahmat Allah dan karunia-Nya. Di dalam
Ash-Shahih disebutkan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
beliau bersabda,

"Sekali-kali seseorang di antara kalian tidak akan selamat karena amalnya".
Mereka bertanya, "Tidak pula engkau wahai Rasulullah? "Beliau
menjawab, "Tidak pula aku, kecuali jika Allah melimpahiku dengan
rahmat dan karunia dari-Nya."

- Merasakan adanya kebutuhan secara terus-menerus. Apabila pada
awal mula seoranghamba merasa putus terhadap amalnya, lalu akhirnya
dia merasa putus asa terhadap keselamatannya, maka dia akan
merasa membutuhkan Allah, dalam segala hal. Sifat kekayaan hanya
milik Allah dan sifat kemiskinan menjadi milik hamba.
- Merasakan kasih sayang Allah terhadap dirimu. Jika engkau sudah
melihat kekuatan yang hanya dimiliki Allah dan engkau merasa putus
asa terhadap amalmu sendiri, maka engkau akan melihat bagaimana
kasih sayang Allah yang diberikan kepadamu. Allahlah yang berbuat
baik dengan menciptakan sebab akibat, dan yang semua urusan ada
di Tangan-Nya.

Tiada ulasan: