Catatan Popular

Sabtu, 15 Ogos 2015

KITAB MADARIJUS SALIKIN SIRI 28 : RIYADHAH



IMAM IBN QAYYIM AL JAUZIYAH

Salah satu di antara persinggahan iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in
ialah riyadhah, yang artinya melatih jiwa pada kebenaran dan keikhlas-an.
Pengarang Manazilus-Sa'irin berkata, "Riyadhah artinya melatih jiwa
untuk menerima kebenaran." Hal ini bisa mengandung dua pengertian:
Pertama, melatihnya untuk menerima kebenaran, jika kebenaran ini disodorkan
kepadanya, yang berkaitan dengan perkataan, perbuatan mau-pun
kehendaknya. Apabila kebenaran ini ditawarkan kepadanya, maka dia
langsung menerimanya. Kedua, menerima kebenaran dari orang yang
menawarkan kepadanya. Firman Allah,

"Dan, orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan
membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (Az-
Zumar: 33).

Kebenaranmu saja tidak cukup, tapi harus ada kebenaranmu dan
pembenaranmu terhadap orang-orang yang benar. Sebab sebenarnya
banyak orang yang benar, tetapi mereka tidak mau membenarkan karena
takabur, dengki atau sebab lainnya.


Riyadhah ini ada tiga tingkatan:

1. Riyadhah-nya orang awam, yaitu mendidik akhlak dengan ilmu,
membersihkan amal dengan keikhlasan dan memperbanyak hak dalam
mu'amalah.
Mendidik akhlak dengan ilmu artinya menata dan membersihkan
akhlak sesuai dengan pranata ilmu, sehingga seorang hamba tidak
bererak, zhahir maupun batinnya kecuali dengan pranata ilmu,
sehingga semua gerakannya itu selalu ditimbang dengan timbangan
syariat.
Membersihkan amal dengan keikhlasan artinya membebaskan semua
amal dari pendorong untuk kepentingan selain Allah yang mengotori-nya.
Ini merupakan istilah lain dari menyatukan kehendak.
Memperbanyak hak dalam mu'amalah artinya memberikan hak Allah
dan hak hamba secara sempurna seperti yang diperintahkan.
Jika tiga perkara ini dirasakan berat, maka pelaksanaannya merupakan
riyadhah. Apabila sudah terbiasa, maka ia akan menjadi akhlak dan
perilaku.

2. Riyadhah-nya orang-orang khusus, yaitu dengan mencegah perpisahan,
tidak menoleh ke tahapan yang telah dilewatinya dan
membiarkan ilmu mengalir terus.
Mencegah perpisahan artinya memotong sesuatu yang memisahkan
hatimu dari Allah secara keseluruhan, menghadap kepada-Nya secara
utuh, hadir bersama-Nya dengan segenap hati dan tidak menoleh
kepada selain-Nya.
Tidak menoleh ke tahapan yang telah dilewati artinya tidak menganggap
ilmu yang dimiliki sudah cukup dan baik, tetap mencari tambahan,
merasa khawatir andaikata kedudukan dirinya justru menjadi penghambat
untuk melanjutkan perjalanan berikutnya. Yang sudah ada
harus di jaga, dan seluruh kekuatannya harus digunakan untuk mencapai
tingkat-an dan tahapan yang lebih tinggi lagi. Siapa yang tidak
mempunyai tekad untuk maju terus, berarti dia sedang mundur tanpa
disadarinya. Sebab tabiatnya tidak mengenal istilah berhenti di tempat.
Yang ada adalah maju ke depan ataukah mundur ke belakang. Orang
yang benar-benar melaku-kan perjalanan tidak akan menoleh ke
belakang dan tidak ingin mende-ngar panggilan kecuali yang datang
dari arah depan dan bukan dari arah belakang.
Membiarkan ilmu mengalir terus artinya pergi bersama orang yang
mengajak untuk mencari ilmu, kemana pun perginya dia ikut di belakangnya,
ke mana pun berlari, dia tetap mengikuti. Hakikatnya adalah
pasrah kepada ilmu dan tidak menentangnya, rasa maupun keadaan.
Teruslah berjalan bersama ilmu ke mana pun ia pergi. Tapi yang wajib
dilakukan adalah mempersatukan ilmu dengan keadaan dan
membuatnya menga-tur keadaan serta tidak berbenturan.
Tentu saja semua ini sulit dilakukan kecuali orang-orang yang benarbenar
memiliki tekad yang kuat dan benar, karena itulah yang demiki-an
ini disebut riyadhah (latihan). Selagi jiwa dilatih terus dan dibiasakan,
maka lama-kelamaan akan berubah menjadi akhlak.

3. Riyadhah-nya orang-orang yang lebih khusus dari orang-orang
yang khusus ialah dengan membebaskan kesaksian, naik ke tingkat
penyatuan, menolak penentangan dan memutuskan segala bentuk
penukaran.
Membebaskan kesaksian mengandung dua pengertian: Membebaskannya
agar tidak menoleh ke yang lain, dan membebaskannya agar
tidak perlu melihatnya. Sedangkan naik ke tingkat penyatuan artinya
mening-galkan makna-makna perpisahan lalu beralih ke penyatuan
dzat. Meno-lak penentangan artinya apa yang bertentangan dengan
salah satu ke-hendaknya atau kehendak Allah. Memutuskan segala
bentuk penukaran artinya membebaskan mu'amalah dari kehendak
untuk mendapatkan pengganti atau imbalan. Dengan kata lain,
menjadikan Allah sebagai sesembahan, sekalipun yang menyembah-
Nya tidak mendapat imbalan apa-apa, karena memang menurut Dzat-
Nya Allah layak untuk disembah dan tidak perlu menuntut atau
meminta imbalan dari-Nya.
Namun ada yang berpendapat, memperhatikan imbalan ini sangat
penting bagi orang yang beramal. Jadi yang menjadi permasalahan adalah
perhatian terhadap imbalan ini dan kejelasannya. Orang yang mencintai
secara tulus dan tidak peduli terhadap imbalan, ternyata justru
mengharapkan imbalan yang lebih besar dan dia mengejarnya. Imbalan
yang lebih besar ini adalah kedekatan dengan Allah, melakukan perjalanan
hingga sampai di sisi-Nya, tidak menyibukkan diri dengan hal-hal selainNya,
menikmati cinta dan kerinduan untuk bersua dengan-Nya. Ini semua
merupakan imbalan yang diharapkan orang-orang yang khusus
mengharapkannya dan sekaligus merupakan tujuan mereka. Tidak ada
yang tercela dalam hal ini. Bahkan ibadah mereka yang paling sempurna
ialah jika perhatian mereka terhadap imbalan ini semakin besar.
Memang meminta imbalan yang berkisar di kalangan makhluk, berupa
kedudukan, harta, kekuasaan, tempat tinggal dan hal-hal lain yang serupa
dengan ini merupakan sikap yang tercela. Terlebih lagi jika memang
hanya itulah tuntutannya.
Tapi jika tuntutan mereka adalah Dzat Yang Mahaagung, kedekatan
dengan-Nya, kenikmatan cinta dan kerinduan bersua dengan-Nya,
maka tidak ada yang tercela dalam ubudiyah ini dan tidak ada yang dianggap
kurang. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

"Apabila kalian memohon kepada Allah, maka mohonlah surga Firdaus
kepada-Nya, karena Firdaus itu merupakan pertengahan surga dan surga
yang paling tinggi. Di atasnya ada 'Arsy Allah Yang Maha Pengasih,
dan dari sana sungai-sungai surga memancar."

Sebagaimana yang diketahui, surga Firdaus ini adalah tempat orang-orang
yang lebih khusus dari orang-orang yang khusus. Memohon agar
termasuk golongan mereka bukanlah sesuatu yang tercela dalam
ubudiyah.

Tiada ulasan: